“TINDAKAN pengemudi truk itu membahayakan orang di sekitar. Dia tidak menghargai hak orang lain sebagai pengguna jalan. Padahal jalan itu sarana umum, milik bersama, bukan milik nenek moyangnya.”
Jawaban Agustinus Primadiki, siswa Seminari Menengah St. Paulus ini, sontak menghadirkan gelak tawa para peserta dialog kebangsaan di Universitas Katolik Musi Charitas, Palembang.
Letkol (Inf.) Honi Havana, M.MDS selaku narasumber dialog berhasil menciptakan suasana yang cair di tengah-tengah audiens, salah satunya dengan melontarkan beberapa pertanyaan disertai hadiah.
Ia mengutarakan bahwa sebenarnya ada berbagai bentuk terorisme. Dan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan orang lain dan mengabaikan kepentingan umum pun termasuk di dalamnya, misalnya mengemudikan kendaraan dengan muatan berlebih. Namun hal ini seringkali disepelekan oleh sebagian besar masyarakat.
Generasi terbaik bangsa
Mengawali pemaparannya, Letkol (Inf.) Honi Havana mengajak para akademisi yang hadir untuk menoleh pada perjalanan panjang para pejuang dalam merebut kemerdekaan. Menurut Komandan Distrik Militer (Dandim) 4018/Palembang ini, para pejuang Kemerdekaan Indonesia merupakan generasi terbaik yang pernah dimiliki bangsa ini.
Generasi ini merupakan hasil sinergi yang utuh antara rakyat, TNI/Polri, dan pemerintah.
Generasi Pejuang ’45 memiliki tiga keutamaan yang dijunjung tinggi dalam perjuangan mereka memerdekakan Indonesia.
- Tulus berkoban: seluruh hal yang mereka perjuangkan ditujukan untuk kepentingan bangsa. Berkorban sepenuh hati, jiwa dan raga di atas kepentingan apa pun.
- Tangguh, sabar, pantang menyerah: proses merebut kemerdekaan dilalui dengan berbagai tantangan dan kesulitan, serta di tengah keterbatasan yang ada. Namun, karena bulatnya tekad dan semangat, mereka wujudkan dengan sungguh-sungguh, penuh kesabaran dan pantang menyerah.
- Gotong royong : Perjuangan tidak dilakukan sendiri-sendiri. Ada usaha saling mendukung dan membantu. Satu tujuan dan perjuangan menjadi dasar kebersamaan mereka. Semua demi kemerdekaan bangsa.
Tiga keutamaan tersebut dijadikan jiwa dan semangat demi mewujudkan cita-cita bersama: membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan, mendirikan dan mempertahankan NKRI, serta mengubah nasib rakyat, peradaban dan masa depan bangsa. Dari generasi ini lahir sebuah produk pemersatu bangsa yaitu: Pancasila.
Mewaspadai sumber radikalisme
Dialog Kebangsaan digelar pada 16 Agustus 2018 oleh Unika Musi Charitas (UKMC) Palembang dalam rangkaian peringatan ulang tahun ke-73 Kemerdekaan RI. Peserta yang hadir mayoritas dari kalangan akademisi (mahasiswa, dosen, guru dan para aktivis di bidang akademis).
Tema yang diusung dalam dialog ini: “Mewaspadai Gerakan-gerakan Radikalisme di Kampus untuk Mewujudkan Kebhinekaan Hidup Berbangsa dan Bernegara”.
Romo Guido Suprapto selaku moderator dialog menuturkan bahwa gerakan radikalisme zaman ini menemukan media penyebaran yang mudah diakses dengan cepat yaitu melalui internet. Kampus dan mahasiswa menjadi pengakses dengan jumlah yang cukup besar. Kondisi ini tidak boleh diabaikan begitu saja. Perlu kesadaran bersama untuk mengambil sikap bijak di tengah kemajuan teknologi.
Menanggapi situasi tersebut, Dandim Palembang Honi Havana menyarankan agar aneka info yang beredar di internet harus dicermati dan dicek kebenarannya. Setiap orang punya hak untuk memperoleh informasi yang utuh dan benar. Saat ini, melalui media internet setiap orang bias menuliskan atau menyebarkan informasi dan pandangan apa pun.
Di antara banyaknya informasi itu, tidak jarang di dalamnya terselip usaha menanamkan bibit radikalisme. Misalnya menciptakan rasa bangga terhadap suatu identitas secara berlebihan. Catatan dari sebuah film mengatakan, “Jangan buru-buru menilai orang dari latar belakang ras, suku dan agama…, tapi lihatlah karakternya…”
Zaman ini orang lebih senang menonjolkan identitas, baik pribadi, kelompok, suku dan agama dengan atribut-atributnya. Padahal yang lebih penting dari semuanya itu adalah Kepribadian. Sumber radikalisme saat ini lebih banyak berasal dari kecintaan identitas yang berlebih dan cenderung merendahkan keberadaan orang lain yang tidak sejalan.
Kesadaran keamanan lingkungan
Gusti, perwakilan dari BEM UKMC, melontarkan pertanyaan tentang tindakan apa yang dapat dilakukan untuk menghadapi radikalisme yang muncul dewasa ini? Sebab, kita tidak lagi bicara tentang cara mewaspadai atau mengantisipasi. Dalam beberapa peristiwa, radikalisme sudah bias dilihat secara kasat mata.
Perwira menengah TNI AD kelahiran Blora di Jateng 40 tahun yang lalu menuturkan sebagai berikut. “Memang tidak gampang menguraikan persoalan radikalisme, karena berkaitan dengan pola pikir seseorang, atau sekelompok orang. Untuk itu, dalam setiap elemen masyarakat perlu ditumbuhkan kesadaran akan keamanan lingkungan sekitar.”
Berdasarkan peristiwa yang sudah terjadi nampak bahwa radikalisme yang memuncak pada terorisme justru muncul serta bertumbuh dengan subur di tengah lingkungan masyarakat yang tingkat kepedulian (sosialitas)nya kurang. Kiranya sistem keamanan lingkungan (Siskamling) untuk saat ini masih relevan jika dilaksanakan. Soal praktiknya diserahkan kepada struktur setempat. Pencegahan tetaplah menjadi usaha yang paling baik. “Maka mari cegah radikalisme mulai dari diri sendiri dan lingkungan terdekat kita,” ungkap Letko (Inf.) Honi.
Identitas Penulis: