Home BERITA Dikenang

Dikenang

0
Ilustrasi: Mengenang orang baik yang sudah meninggal dunia. (Ist)

Renungan Harian Jumat, 4 Februari 2022

  • Bacaan I: Sir. 47: 2-11
  • Injil: Mrk. 6: 14-29

MALAM itu, saya memimpin Perayaan Ekaristi mengenang seorang ibu yang 100 hari telah dipanggil Tuhan.

Malam itu rumah keluarga itu penuh dengan umat yang ikut merayakan ekaristi. Tempat yang tersedia tidak muat ,meski keluarga telah menyediakan tenda; sehingga banyak umat yang harus berdiri dan mereka dengan senang hati.

Semua orang mengenal sosok ibu ini. Beliau dikenal sebagai seorang pengusaha yang sukses. Banyak orang-orang tua tahu persis bagaimana perjuangan ibu ini untuk membangun usahanya sehingga bisa menjadi luar biasa.

Selain dikenal sebagai seorang pengusaha yang sukses, ibu ini dikenal sebagai seorang aktivis paroki.

Beliau banyak terlibat dalam kegiatan Gereja dan dengan ringan tangan membantu banyak kegiatan Gereja.

Di samping itu, ibu ini dikenal sebagai seorang yang murah hati, dengan amat mudah hatinya tergerak untuk membantu banyak orang.

Rasanya sudah tidak terhitung jumlah orang yang menikmati kasihnya; baik mereka yang mendapatkan beasiswa, bantuan hidup, bantuan perumahan dan juga mereka yang mendapatkan pekerjaan.

Pada saat kotbah, saya meminta beberapa orang yang mengenal dekat dengan beliau untuk syering tentang pengalaman perjumpaan dengan beliau.

Ada lima orang yang menyediakan diri untuk sharing. Saya menduga mereka yang syering akan berkisah tentang kemurahan hati dan aktivitas beliau di gereja.

Namun ternyata dugaan saya meleset. Meski mereka tidak janjian sebelumnya, syeringnya mereka senada.

Mereka menceritakan tentang kehidupan rohani ibu ini. Mereka mengenal ibu ini seorang yang sungguh-sungguh menggantungkan hidupnya pada Tuhan.

Meski ibu ini dikenal sebagai orang yang sukses, ternyata dalam kesehariannya amat sederhana. Kesederhanaan ini sebagai wujud ketergantungan dan kepasrahannya pada Tuhan.

Ibu ini selalu mengatakan bahwa semua yang diterima adalah rahmat dari Tuhan semata dan dengan apa yang diterimanya ibu ini merasa hanya sebagai perantara berkat bagi banyak orang.

Ibu ini selalu bersyukur bukan pertama-tama karena mendapatkan berkat yang melimpah akan tetapi karena dipercaya menjadi perantara berkat bagi banyak orang.

Salah satu hal yang paling ekstrem ibu ini mendidik putera-puterinya hidup hidup amat sederhana. Hampir tidak ada fasilitas luar biasa yang diberikan kepada mereka.

Ibu itu selalu mengatakan bahwa putera-puteri mereka adalah bagian dari mereka yang mendapatkan berkat maka tidak ada keistimewaan.

Kalau mereka diistimewakan maka akan mengurangi hak orang lain. Hidup doa yang luar biasa yang diwujudkan dalam hidupnya.

 Banyak orang mengamini syering mereka. Bahkan setelah misa beberapa orang bercerita menegaskan syering beberapa teman ibu ini.

Beberapa orang ini mengatakan bahwa banyak orang yang mengenal beliau lebih melihat sisi kehidupan rohani ibu ini daripada melihat apa yang banyak orang lihat.

Saat pulang misa, di halaman ada seorang bapak bertanya: “Romo, nanti saat saya meninggal apa ya yang dikenang orang tentang saya?”

Sebuah pertanyaan menarik untuk direnungkan.

Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kitab Sirakh, Daud dikenang bukan pertama-tama sebagai Raja besar, tetapi sebagai orang yang taat dan setia pada Tuhan dengan segala jatuh bangunnya.

“Itulah sebabnya ia disanjung-sanjung karena ‘laksaan’ dan dipuji-puji oleh karena berkat-berkat dari Tuhan, ketika mahkota yang mulia dipersembahkan kepadanya.”

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version