Home BERITA Dilanda Ketakutan

Dilanda Ketakutan

0
Ilustrasi: Speedboat menjadi moda transportasi di Agats, Papua. (Mathias Hariyadi)

KEBAHAGIAAN itu muncul dari kesadaran aku dapat “berarti”, memberi “makna” bagi diriku sendiri dan yang lain.

Gerak bahagia akan lebih terasa menggigit, bila pernah mengalami pengalaman salah, keliru atau jatuh.

Timbalah ilmu dari  Santo Petrus dan Santo Paulus.

Bukan berarti harus keliru, jatuh atau salah dulu. Tetapi sekiranya itu dialami, tidak menjadi alasan untuk tidak melakukan sesuatu yang baik.

Pengalaman sukacita akan Paskah menyadarkan dan menegaskan kembali makna hidup. Hidup adalah pengutusan. Rela melepaskan untuk pergi ke tempat lain.

Kiranya inilah salah satu dimendi bacaan hari ini: Kis 2: 14, 22-32; Mt. 28: 8-15.

Pastoral melalui laut ke Gronggang

Belum ada sepekan lamaya bertugas di tempat yang baru, saya dijadwal melayani Gronggang.

“Di manakah itu, Mo?,” tanyaku pada rekan imam.

Nanti akan diantar ke pelabuhan dan naik speedboat. Sesampai di tempat akan dijemput.

“Berapa lama?”

“Bentar kok paling satu setengah jam. Dekat kok pasti menyenangkan.”

Hati lega, terhibur dan merasa tidak ada apa-apa. Asyik nih…

Kubayangkan seperti speed Pinguin Batam-Singapore. Terbayang sudah… nikmatnya.

Kaget dan deg-deg-an.

“Inikah speedboat-nya?”

“Iya.”

“Duh matek rek, mati aku,” bisik batinku.

Speed kecil dan hanya bermuatan 5 orang. Belum lagi barang muatan.

Nyaliku mulai ciut.

Baru 45 menit berjalan dengan lancar dengan bunyi mesin yang menderu; tergoncang ombak sekitar setengah meteran lebih.

Laut lepas dan gelombang cukup mengerikan. Hempasan air kadang menerpa wajah.

Gronggang ujung  muara, melewati pantai laut antara Kalimantan dan Sulawesi. Gelombang cukup besar pada saat-saat tertentu.

Tidak dihalangi oleh pulau-pulau kecil.

Tiba-tiba mesin mati. Saya takut dan speed terombang-ambingkan gelombang. Kipas mesin tersangkut jala ikan. 

Kurang lebih dia berupaya melepaskan jaring. 20 menitan diurai.

Bagiku itu saat menegangkan. Berada di tengah-tengah laut dan gelombang tinggi.

Baru jalan 15 menit, mesin mati lagi.

Satu jjam diperbaiki, mesin tetap ngadat. Terombang-ambing, hatiku takut, perut mulai mual dan neg.

Anak kecil yang dipangku ibunya di sebelahku mulai mengeluarkan sesuatu dari mulutnya

Sejam sudah kami terombang-ambing.

Ada speedboat lain menghampiri. Motorisnya membantu memperbaiki.

Tidak ada yang dapat saya lakukan kecuali berdoa dan ber-Rosario.  Sambil tegang karena hempasan ombak, saya mulai memejamkan mata dan membayangkan Yesus yang meredakan angin ribut.

Akhirnya  mesin menyala doa berhenti, merasa lega. Spontan bersyukur kepada Tuhan.

Saya mengalami takut mati di tengah laut lepas. Sesaat teringat pengalaman-pengalaman keliru, hati gelisah.

Pada saat-saat itu muncul pengakuan dosa “batin” dan sedikit janji bila hidup diselamatkan.

Di saat itulah, saya dapat merasakan betapa mulia dan hebatnya para misionaris.

Saya sadar, dari Yerusalem berita Injil diwartakan oleh para misionaris.

Mereka menjelajah lautan menempuh hutan. Di tengah laut, saya bangga tidak hanya menjadi orang Katolik, tetapi  mengalami pengutusan.

Perintah Yesus, “Jangan takut. Pergi dan katakanlah-kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku.”, ay 10.

Kebangkitan Kristus berarti kesediaan dan kesiapan diutus.

Tuhan, kuasa kebangkitan-Mu, sukacita perutusan-Mu. Amin. ???

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version