Home BERITA Dokumentas Dialog di Cakra TV

Dokumentas Dialog di Cakra TV

0

INILAH catatan dokumentatif dialog di Cakra Semarang TV pada hari Selasa, 08 Desember 2015 pkl 20.00-21.00 WIB.

Pada pukul 18.30 WIB saya berangkat bersama rombongan dari Girlan Ungaran menuju studio Cakra TV di Bukitsari Semarang. Rombongan Paduan Suara M-7 yang terdiri dari 12 orang meluncur dari Girlan Ungaran via Jalan Tol Ungaran. Saya nyamperin rombongan para Suster Abdi Kristus (AK) yang juga 12 orang di Susteran AK Diponegoro Ungaran serta satu pengiring namanya Prasetyo (15 tahun) yang berkebutuhan khusus karena menderita “low vision”, yang selama ini menjadi anak asuh para Suster AK dengan pendamping Sr. Christine AK. Kami berangkat menempuh jalur umum lalu melintasi jal tol Srondol dan keluar di Jatingaleh lalu naik ke Bukit Sari via Gombel.

Sepanjang perjalanan Sr. Christine AK menarasikan jalur-jalur itu kepada Pras yang panglihatannya mengalami ketidaksempurnaan itu meski tidak sampai disebut penyandang tuna netra; namun dia tetap tidak bisa melihat dengan sempurna bahkan dengan cara yang paling sederhana sekalipun. Dan setiap kali Pras menyahut, “Yak… yak…” dengan nada Ceria. Dia melihat dengan Telinganya. Dan itu sudah membuatnya amat Bahagia.

Sesampai di Cakra TV, Pras sempat berkomentar, “Yang buat nyetel lagu romo itu tep apa tivi ya kok layarnya terang banget…” dan kujawab, “Itu layar multifungsi Pras. Tapi tak pernah kupergunakan sebagai tivi. Hanya buat nyetel lagu atau kadang radio…” Sambil diturun dari mobil dibantu Sr. Christine AK, Pras tertawa mendengar jawabanku.

Di studio. Sambil menunggu kami latihan sejenak lagu “Ndherek Dewi Maria” yang akan dinyanyikan para Suster diiringi Pras sebab sebelumnya kami belum pernah latihan bersama dengan para Suster. Demikian pula dengan PS M-7 dari Ungaran.

Saat siaran tiba. Diawali dengan pemutaran video tentang perjalanan Mgr. Puja saat menjadi Uskup Agung Semarang hingga wafat dan pemakamannya. Itu video singkat pertama dari tiga video lainnya yang disiapkan Komsos KAS oleh Romo Petrus Agoeng Noegroho Pr dan teman-Teman. Hari Senin sore, Romo Agoeng menitipkan materi itu seperti yang kuminta sebelumnya melalui Mas Anto koster Ungaran karena pas beliau tiba pas saya sedang istirahat sore.

Sesudah pemutaran video itu, PS M-7 akan menyanyikan lagu “Bunda Maria Assumpta” ciptaan saya. Sayang terjadi miskomunikasi antara kami dan crew Cakra TV sehingga musik yang kami siapkan tak terputar dan membuat kami bernyanyi tanpa iringan selain hanya dengan saksofon bayiku saja… ya sudah tak apa-apa. Siaran harus jalan terus meski agak celingukan juga hihihi dan itu kelihatan di tivi… karena kami siaran secara langsung.

Habis itu langsung Pak Winata yang menjadi presenter berdialog dengan denganku tentang peradaban kasih bersumber dari inspirasi kehidupan mendiang Mgr. Johannes Pujasumarta. Dan inilah kurang lebih jawabanku. Mgr. Johannes Pujasumarta mewariskan kepada kita wasiat tekad, cita-cita dan harapan mewujudkan peradaban kasih melalui RIKAS, yakni Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang 2016-2035. Hari ini, 08 Desember 2015 dipromulgasikan RIKAS 2016-2035 tersebut atas pesan wasiat beliau. Maka di gereja-gereja se-KAS dalam Misa Harian hari ini untuk daerah-daerah yang tidak sedang akan menyelenggarakan Pilkada, proses promulgasi dilaksanakan secara sederhana. Sedangkan promulgasi secara agak meriah dilaksanakan di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan. RIKAS 2016-2035 mengajak kita semua mewujudkan peradaban kasih dalam masyarakat Indonesia yang ditandai kesejahteraan, menunjunjung tinggi martabat manusia dan sikap beriman yang cerdas, mendalam, tangguh dan misioner. Dalam konteks kehidupan berbangsa yang miskin kepekaan dan kepedulian terhadap sesama, kita dipanggil membangun dan mewujudkan peradaban kasih itu.

Promulgasi RIKAS ini dilaksanakan pada hari ini bertepatan dengan momen universal dari Gereja Katolik sebagaimana diserukan Paus Fransiskus bahwa mulai hari ini, 08 Desember 2015 higga 20 November 2016 dibentangkan Tahun Yubileum Kerahiman Tuhan. Peradaban kasih bersumber dan terimplementasikan dalam sikap dan pribadi Allah yang maharahim. Kerahiman Allah menjadi sumber peradaban kasih kita.

Jeda sejenak. Iklan lewat. Lalu diputar video kedua yakni slide foto-foto tentang Mgr. Johannes dalam bingkai lagu “Pie Pellicane” yang dinyanyikan oleh Mgr. Johannes sendiri. Lagu itu juga dibuat oleh beliau dengan menggunakan syair lagu dari St. Thomas Aquinas. Pak Win pun bertanya seputar spirit Pelikan. Dan kuterangkan secukupnya. Pelikan menjadi simbol Yesus Tuhan yang menyerahkan diri-Nya kepada umat manusia agar manusia selamat. Pelikan sendiri sebagai burung sangat unik. Pengorbanan Pelikan kepada anak-anaknya begitu besar hingga seekor Pelikan rela mematuki tubuhnya sendiri agar menjadi santapan bagi anak-anak dan darah yang menetes menjadi minuman bagi anak-anaknya. Bisa jadi induk Pelikan mati agar anak-anaknya hidup. Itulah spirit Pelikan yang mejadi lambang Keuskupan Agung Semarang dan dihayati oleh Mgr. Johannes. Di sanalah peradaban kasih dihayati melalui semangat berkorban dan melayani.

Dialog itu terjadi sesudah para Suster  menyanyikan lagu “Ndherek Dewi Maria”. Para Suster menyanyikan lagu Ndherek Dewi Maria diiringi Pras dalam kolaborasi denganku yang memainkan saxofon bayi. Lagu “Ndherek Dewi Maria” dinyayikan sebab itulah lagu yang tertanam mendalam di hidup Mgr. Johannes. Bahkan lagu itulah yang mengiringi Mgr. Johannes saat menghembuskan nafas terakhirnya, 10 November 2015 yang lalu.

10 Des - Berita - PIc 2

Sesudah itu jeda sejenak lalu diputar video ketiga teaser trailer tentang masa kecil Mgr. Johannes Pujasumarta yang difilmkan oleh Komsos KAS dengan judul “Yan”, panggilan kecil mendiang Mgr. Johannes. Lalu disambung dengan dialog lagi. Pak Winata memancing dengan pertayaan seputar film dan hubugan dengan lagu “Ndherek Dewi Maria” serta peradaban kasih. Dan inilah kurang lebih jawabanku. Peradaban kasih dimulai dari keluarga. Keluarga adalah sekolah peradaban kasih. Dari keluargalah mulai dibangun peradaban kasih. Relasi orangtua dan anak menjadi penentu peradaban kasih. Peradaban kasih diungkap melalui pendindikan tutur kata yang baik terhadap anak. Itulah yang dialami oleh Yan kecil seperti tercuplik dalam film itu. Bersama Bunda Maria, para orangtua bisa menanamkan pendidikan peradaban kasih dalam diri anak-anaknya.

Di akhir siaran, Pak Winata sempat menyinggung soal Pilkada serentak. Jawabku: ayo rakyat menggunakan hak pilih dan pilih secara cerdas. Jangan tertipu janji palsu. Pilih calon yang sudah terbukti mewujudkan harmoni. Bagi para calon, siaplah kalah siaplah menang. Ayo ke depan wujudkan peradaban kasih bagi masyarakat Indonesia yang sejahtera, bermartabat dan beriman.

Dan, Paduan Suara M-7 kembali bernyanyi mengulang lagu “Pie Pellicane”, Burung Pelikan, untuk menutup siaran. Lagu itu saya nyanyikan atas seijin mendiang Mgr. Johannes dalam salah satu album saya dan kali ini saya nyanyikan bersama M-7 untuk menutup seluruh rangkaian siaran di Cakra Semarang Teve.

Dan sesudah itu kami pulang kembali ke Girlan Ungaran. Terima kasih para Suster. Terima kasih PS M-7. Meski dalam waktu singkat diminta, namun melayani sebaik-baiknya. Terima kasih Cakra Semarang TV dan crew. Terima kasih Pak Winata dan Pak Purnomo  yang memberi ruang untuk siaran itu. Terima kasih semuanya, termasuk Anda para Pemirsa.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version