Home BERITA Dua Pemuda Dayak Jadi Pastor Diosesan Keuskupan Ketapang: Jadi Pastor karena Melihat...

Dua Pemuda Dayak Jadi Pastor Diosesan Keuskupan Ketapang: Jadi Pastor karena Melihat Stola dan Kasula (3)

0
Romo Basri dan Romo Frans, kedua imam praja baru Keuskupan Ketapang. (Ist)

TAHBISAN dua imam praja Keuskupan Ketapang tentunya membawa sukacita bagi umatnya selain bagi kedua imam baru tersebut. Bagi kedua tertahbis, inilah titik penting sejarah hidup mereka dalam pengabdiaan kepada Gereja.

Kepada Redaksi Sesawi.Net di Keuskupan Ketapang akhir Juni 2017 lalu,  Pastor Fransiscus Suandi Pr dan Pastor Hendrikus Yusri Basri Rius Pr berkisah  tentang  alasan mereka mau menjadi imam.

Baca juga:

Mencobai alba dan bagi komuni pisang

Pastor Frans, kelahiran Karangan 5 Desember 1989, menceritakan bahwa pengalaman masa kecil membuat benih panggilan tumbuh subur di hatinya. Frans kecil waktu itu sering diajak ayahnya ke stasi-stasi terdekat di kampungnya.

Sebagian Keuskupan Ketapang bisa dikategorikan sebagai daerah terpencil. Tempat-tempat tersebut tidak memiliki ‘kemewahan’ yang dianggap lumrah di perkotaan: bisa menghadiri misa yang dipersembahkan seorang imam tiap pekan, bahkan tiap hari.

Romo Frans Pr bersama Romo Didik dari Keuskupan Surabaya yang pernah menjadi pembimbingnya. (Ist)

Setiap Minggunya,  di banyak stasi  di kawasan pedalaman  tersebut sebagian besar hanya ‘berisi’ Ibadat Sabda. Itu terjadi karena para pastor  paroki harus membagi waktunya berkeliling ke stasi-stasi yang tersebar luas dengan segala keterbatasan moda transportasi yang tersedia. Maka tidak mengherankan Martinus Gair, ayah Pastor Frans dan  seorang prodiakon, harus sering memimpin Ibadat Sabda di stasi-stasi sekitarnya.

Frans kecil terpesona melihat stola dan alba yang dikenakan ayahnya saat itu.

Baginya, itu adalah busana yang sangat mengesankan karena para  umat yang hadir tampak sangat menghargai ayahnya. Saat masih duduk di bangku kelas satu SD,  ia pun suka diam-diam memakai alba milik ayahnya sambil mematut diri.

Pembagian hosti oleh imam juga membuatnya kreatif meniru. “Saya memotong pisang matang tipis-tipis bulat lalu membagi-bagikannya kepada keluarga yang berperan sebagai umat yang antri terima komuni,” ceritanya saat malam syukuran setelah tahbisan (29/6).

Secara khusus, Pastor Frans –anak ketiga dari enam bersaudara ini– mengemukakan kepada Sesawi.Net alasannya menjadi seorang imam. “Saya ingin bisa melayani Tuhan secara lebih khusus, lebih dekat. Kasih dan kerahiman Tuhan yang luar biasa dalam hidup saya  membuat saya mau dengan sadar dan bebas untuk menjadi Pastor.”

“Berkat luar biasa yang Tuhan berikan saya terima lewat orangtua, sahabat, Bapak Uskup, para pastor, umat sekalian yang senantiasa mendukung saya hingga saat ini. Berkat, kasih, dan kerahiman Allah saya jumpai lewat orang-orang sekitar saya. Seperti Tuhan yang secara total telah t mengasihi manusia, maka saya juga berharap dengan rahmat panggilan yang Tuhan berikan ini, saya dapat mengasihi dan melayani Tuhan secara lebih khusus dan dekat.”

Hanya nambah tiga kg saja

Pastor Basri adalah teman sekolah Pastor Frans sejak mereka berdua di KPA (Kelas Persiapan Atas) di Seminari Menengah St. Laurensius di Payak Kumang, Ketapang,  selepas menamatkan SMA Pangudi Luhur  St. Yohanes Ketapang. Sekitar 13 tahun mereka bersama menempuh pendidikan calon imam di Ketapang, Malang, dan Pontianak.

Pertemanan mereka telah teruji oleh waktu dan keduanya telah ditahbiskan menjadi imam pada saat bersamaan di Gereja St. Mikhael Simpang Dua oleh Mgr. Pius Riana Prapdi pada tanggal 29 Juni 2017.

Kegembiraan bersama OMK. (Ist)

Postur tubuh kedua neomis (imam tahbisan baru) ini jauh sangat beda.  Pastor Frans yang bertubuh kecil hanya mampu menambah berat badan sebanyak tiga kilogram saja, sedangkan Pastor Basri berhasil mencatat rekor tambah berat badan sebanyak 30 kilogram selama 13 tahun pendidikan mereka.

Pastor Basri lahir di Langkar, 18 Maret 1983 sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara yang semuanya laki-laki. Ia menjelaskan kepada Sesawi.Net bahwa menjadi seorang imam adalah cita-citanya sejak kecil. “Sejak kecil saya senang dan sangat kagum ketika melihat seorang pastor mengenakan stola dan kasula warna merah.”

Pastor yang menjalani Tahun Orientasi Pastoral (TOP) di Gereja St. Maria Ratu Pencinta Damai – Paroki Air Upas, Keuskupan Ketapang, ini menambahkan, “Banyak umat di berbagai paroki Keuskupan Ketapang memerlukan tenaga imam, sedangkan para imam sudah banyak yang memasuki usia lanjut dan ada juga yang sakit. Saya juga merasa telah menerima banyak rahmat dan berkat dari Tuhan lewat kebaikan orang-orang. Saya ingin bisa merayakan ekaristi dan memberi berkat serta doa melalui ekaristi tersebut bagi semua orang.”

Pastor Frans dan Pastor Basri setelah menyelesaikan Tahun Orientasi Pastoral kemudian studi di Seminari Tinggi Antonino Ventimiglia, Pontianak dan kuliah paska sarjana di STT Pastor Bonus Pontianak.

Keduanya berharap bisa meringankan pekerjaan Bapak Uskup di Keuskupan Ketapang yang penuh tantangan dengan luasnya wilayah lebih besar dari  Provinsi Jateng namun terbatas jalur lintas komunikasi dan transportasi. Keduanya juga berkomitmen ingin menjalankan pesan Mgr. Sutikno agar mereka berdua tidak hanya menjadi imam baru tetapi ‘ini baru imam’.

Proficiat Pastor Frans dan Pastor Basri. Selamat melayani umat Keuskupan Ketapang di Provinsi Kalbar ini.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version