DARI penuturan dan pengalaman banyak orang, katanya: “Di Tahun Elektoral ini, kosa kata seperti persaudaraan, persahabatan dan perdamaian akan terkoyak-koyak oleh gempuran dan serangan dari pemburu kekuasaan”.
Di ruang publik dan medsos dan bahkan di kampung-kampung serta di dalam rumah kita saat ini, terjadi konflik saling adu opini dan berakhir dengan permusuhan.
Lagi-lagi ini tidak hanya karena faktor beda pilihan pada figur politikus, tetapi kebanyakan pola pikir masyarakat kita di sini, belum terbiasa hidup dengan argumentasi dan masih gagal paham soal ketidaksepahaman sebagai seni memahami orang lain.
Akibatnya, pilihan pada politik yang berbeda dan karena faktor tidak sepaham, maka pihak yang berbeda dan yang tidak sepaham itu oleh sebagian orang divonis sebagai musuh.
Karena sudah ditetapkan sebagai musuh, maka pihak yang tidak sepaham tersebut harus “dibunuh” dan disingkirkan segera. Mereka dianggap sebagai hama yang mengganggu pertumbuhan pada pilihan politik saat ini.
Aku pun bertanya. Mengapa sebagian masyarakat kita cara berpikirnya seperti itu?
- Ada yang bilang hal ini dikarenakan oleh faktor SDM. Masyarakat kita belum moncer seperti masyarakat di negara Barat yang sejak sekolah mereka sudah terbiasa dengan membaca buku dan menulis serta banyak bertanya.
- Sedang yang lain bilang, karena faktor kekurangan gizi dan nutrisi pada otak, sehingga begitu melihat hal-hal yang tidak sepaham, mereka seperti “sumbu pendek” yang mudah meledak-ledak.
- Masih ada lagi yaitu, karena faktor budaya Timur yang lebih mengedepankan soal rasa, hati, sehingga kalau bagian wilayah ini diserang dan rasanya tidak aman, dia cepat meradang dan mulailah mulutnya berkoar-koar.
Lagi-lagi, rupanya faktor penyebabnya sangat kompleks.
Dan sekali lagi, saya mau bertanya, musuh utamanya siapa sih?
Guru-guru rohani yang hidup di Padang Gurun berkata: “Musuh utamanya adalah diri kita sendiri”.
Diri kita ini daging empuk bagi setan. Setan adalah sosok pandai dan paling rajin kedua setelah Tuhan. Setan paham betul tentang diri dan titik-titik rawan dalam diri kita.
Dari mana dia tahu tentang diri kita? Dari wisatanya mengelilingi dunia (bdk. Ayb 1:7). Singkatnya, dia paham betul kekuatan dan kelemahan dalam diri kita, sehingga dalam menjebak kita, dia belajar dan teliti dulu bagian-bagian mana dari diri kita yang akan dia gunakan untuk melukai Allah dan sesama.
Di bagian mana dia menjebak kita?
- Di dunia politik, dia akan memakai kekuasaan duniawi untuk menjebak dan mencelakai orang. Mereka yang mempunyai ambisi pasti tergoda dengan jabatan-jabatan yang ada di wilayah kekuasaan.
- Di wilayah opini publik, dia akan menjanjikan pujian dan pengakuan publik lewat retorika yang bermuatan hoaks.
- Di wilayah mata, tubuh hati dan jiwa, dia menyuguhkan pemberi kenikmatan sesaat dengan sensasi yang luar biasa, sesudahnya hampa.
Di ujung dari semua yang dia produksi pada kita adalah kebencian yang melahirkan permusuhan, ketidakadilan yang melahirkan kelaparan, pembunuhan berujung pada kematian dan yang paling sadis adalah menyeret kita untuk hidup tidak sejalan dengan kehendak Allah.
Sekarang upaya menangkalnya adalah meningkatkan hidup doa, puasa dan amal.
Kata bertuah dari Rasul Yakobus,”Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu! Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu…” (Yak 4:7-8).
Dan senada pula dengan yang dikatakan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus, “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis (Ef 6:11).
Oleh Rasul Petrus tak bosan-bosannya menasehati kita dalam hidup di dunia ini, “Sadarlah dan berjaga-jagalah. Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh. …” (1Ptr 5:8-9).
Renungan: Apakah aku lebih suka menaklukkan setan atau sebaliknya aku lebih mudah ditaklukkan oleh setan?
Tuhan memberkati.
Apau Kayan, 16~3~2019