SEORANG umat yang tinggal di kota pernah bertanya soal tempat tugas saya dalam berkarya. Dia bertanya begini, “Pastor tugas di mana?Di kota atau di pedalaman?”
Saya menjawab,” Saya bertugas di pedalaman.”
Selanjutnya, dia berkata, “Syukurlah Pastor, di pedalaman Pastor tidak banyak tergoda dalam banyak hal seperti materi, cewek dan hidup glamur seperti tuntutan gaya hidup perkotaan. Di pedalaman Pastor bisa awet dan murni serta bisa menjaga kesucian dan hidup serba sederhana.”
Mendengarkan komentar umat seperti itu, saya menjawab demikian, “Godaan duniawi pada manusia yang hidup itu, tidak mengenal waktu dan tempat. Hanya satu yang bebas dari godaan duniawi yaitu, menjadi orang mati yang tinggal di dalam liang kubur. Seorang yang tekun menghidupi hidup rohani bahkan para rahib yang menyepi di padang gurun sekalipun tidak luput dari pelbagai bentuk godaan duniawi.”
Tuhan Yesus memang menghedaki semua pengikut-Nya menjadi orang yang suci dan hal ini tidak salah, sebab tujuan utama orang mengikuti Dia adalah menjadi orang suci.
Dan untuk menuju pada jalan kesuciaan itu, Dia berkata, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Mt 5:48).
Ajaran Tuhan Yesus soal kesucian ini, diajarkan terus oleh Rasul Petrus untuk kita para pengikut-Nya, “tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” (1 Ptr 1: 15-16).
Namun, realita yang terjadi pada kehidupan kita saat ini adalah, ada perjuangan dan tingkat kesulitan tertentu dalam upaya kita mengejar jalan menuju kesucian hidup. Kita mengetahui dalam ajaran Kristus ada pelbagai macam bentuk larangan dan ketetapan hukum moral tetapi realita dalam mengaplikasikan ketetapan moral tersebut, seringkali berbenturan dengan kondisi kerapuhan manusiawi kita.
Tokoh sekaliber seperti Rasul Paulus sendiri mengamini bahwa ada perjuangan yang ditempuh manusia dalam mengejar antara jalan kesucian dengan kondisi kerapuhan manusiawi. (bdk. Rom 7:13-26).
Bahkan di tempat yang lain Tuhan Yesus memahami kondisi kerapuhan manusia.
Kata-Nya, “roh memang penurut, tetapi daging manusia tidak imun terhadap kelemahan.” (Mat 26:41).
Lalu apa dan bagaimana upaya kita supaya jalan menuju kesucian ini tetap terawat?
Yang bisa kita upayakan adalah pentingnya menjaga mata. Kata-kata bertuah dari Tuhan Yesus, “Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.” (Mt 6: 22-23).
Mata berfungsi untuk melihat sesuatu yang bisa jadi mendorong hati dan pikiran untuk berbuat tidak benar. Untuk hal itu, maka sangat penting menjaga fungsi mata dengan segala kewaspadaan.
Renungan: Untuk hidup yang sesaat ini, kita mohon, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.” (Mz 90: 12).
Tuhan memberkati.
Apau Kayan, 14.06.2019