Home BERITA Eksegese Hidup Orang Pedalaman: Tafsiran Yesus Soal Hukum Taurat, Mt 5:17-19

Eksegese Hidup Orang Pedalaman: Tafsiran Yesus Soal Hukum Taurat, Mt 5:17-19

0
Ilustrasi (Ist)

ORANG Farisi mencurigai sekaligus menuduhTuhan Yesus sebagai orang yang merusak hukum Taurat Allah. Semua yang mereka tuduhkan kepada Tuhan Yesus bertolak dari cara penilaian mereka terhadap pelayanan Tuhan Yesus yang bertolak belakang dengan penetapan hukum Taurat.

Hukum Taurat menegaskan, “Enam hari lamanya boleh dilakukan pekerjaan, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah ada sabat, hari perhentian penuh, hari kudus bagi TUHAN: setiap orang yang melakukan pekerjaan pada hari Sabat, pastilah ia dihukum mati”(Kel 31:15).

Sebaliknya, yang dilakukan oleh Tuhan Yesus malah melakukan kegiatan penyembuhan orang sakit pada hari sabat” (Luk 13:14).

Selain itu, pada hari sabat Dia berjalan bersama-sama dengan murid-murid-Nya di ladang gandum. Di situ para murid-Nya kelaparan lalu untuk mengganjal perut mereka yang lagi kosong, mereka memetik bulir-bulir gandum (Mat 12:1).

Pilihan Yesus yang lebih memprioritaskan nasib kemanusiaan daripada mentaati secara buta terhadap peraturan hukum Taurat, memang memancing letupan emosi pada Kaum Farisi. Tuduhan yang mereka alamatkan kepada Tuhan Yesus sebagai pelanggar hukum cukup beralasan apabila disimak dari bunyi hukum tadi.

Namun, apakah ketaatan pada bunyi hukum, itu lebih penting daripada mengasihi manusia? Atau dalam nada pembelaannya terhadap nasib manusia Dia berkata, “Mana lebih penting pada hari sabat berbuat baik kepada manusia atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?” (Mrk 3:4).

Apabila kita sungguh-sungguh merenungkan,tatkala kita dalam bertindak kerapkali bersikap seperti orang Farisi yang lebih mengutamakan aturan daripada mengasihi sesama. Kita belum bisa seperti Yesus yang peka menangkap isi hati orang-orang susah.

Kita lebih peka membaca dan menggunakan fungsi hukum demi sebuah alasan peraturan daripada menolong orang tetapi melanggar hukum.

Sepertinya, kita memang lebih senang dicap sebagai insan yang taat hukum daripada insan yang dicap sebagai pelanggar hukum. Kendati kalau ditelusuri lebih jujur, sebetulnya dalam hal-hal tertentu, kita juga seringkali melanggar hukum dan bedanya kita belum diketahui publik.

Renungan: Apakah aku juga menjadi bagian dari orang yang membaca hukum “pokoknya atau harusnya taat”?

Tuhan memberkati.

Apau Kayan, 12.6.2019

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version