Etika

0
Ilustrasi - Kondisi batin ketika dalam posisi nganggur. (The Gospel Coalition)

Selasa, 6 Februari 2024

  • 1 Raja-Raja 8:22-23.27-30.
  • Mzm 84:3.4.5.10.11.
  • Markus 7:1-13.

DALAM pilpres kali ini, etika menjadi kata yang sering muncul dan diperdebatkan. Banyak orang yang sulit membedakan antara etika dan etiket. Bahkan ada yang melihat kedua istilah tersebut dianggap sama.

Istilah etiket sendiri sebenarnya cukup erat kaitannya dengan etika. Walaupun saling terkait satu sama lain, namun jelas kedua istilah tersebut memiliki perbedaan yang cukup mendasar.

Secara umum etiket dijelaskan sebagai tata cara melakukan sopan santun.

Sedangkan etika berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti ilmu tentang sikap dan kesusilaan seorang individu dalam lingkungan sosialnya, yang sarat dengan aturan dan prinsip yang berkaitan dengan perilaku yang dianggap pantas.

Keduanya memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat.

“Seorang yang menyalami orang yang lebih tua dengan meletakkan tangan orang yang lebih tua itu di dahi, sambil sambil membungkuk adalah orang yang beretiket,” kata seorang teman.

“Namun jika dalam pembicaraannya berhadapan dengan orang yang lebih tua nada bicaranya ketus, sombong dan memandang orang yang lebih tua dengan wajah sinis. Orang tersebut tidak beretika,” lanjutnya,

“Maka orang yang bertindak sopan, namun melanggar aturan seperti di atas boleh dikatakan mengalami split personality,” ujarnya,

“Pribadi yang terpecah itu seringkali tanpa sadar melakukan tindakan yang beretiket dan dalam waktu yang tidak begitu lama bisa melanggar etika dengan mudahnya, tanpa disertai rasa bersalah,” sambungnya.

“Orang yang berkepribadian utuh akan melakukan tata krama dasar atau etiket dalam hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya dengan menjaga nilai kebenaran atau etika,” jelasnya.

“Seseorang yang beretika akan bertindak dalam kebenaran dan menjadikan nilai moral sebagai tuntunan dalam perilakunya” imbuhnya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Jawab-Nya kepada mereka: “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku.”

Tuhan tahu apa yang terkandung dalam hati kita. Kebenaran atau kepura-puraan atau gimmick.

Tuhan tahu kejahatan yang ada dalam hati seseorang, meski ditutupi dengan sikap atau perkataan baik.

Seseorang bisa terlihat benar dari luar, tetapi hatinya belum tentu mengasihi Allah. Orang bisa menampilkan diri dengan gimmic, lembut lucu dan humanis namun hatinya penuh amarah dan dendam.

Tradisi dan adat istiadat tidak salah dijalankan namun harus kita ingat bahwa kebenaran hati, kesejatian hidup ini jauh melampaui tradisi dan adat istiadat manusia.

Adat istiadat dan tradisi seharusnya didasarkan pada Firman Allah. Allah ingin hati kita mendekat kepada-Nya. Dengan demikian, hati kita akan terisi hal-hal yang mengutamakan Tuhan.

Tuhan harus lebih dihormati dan ditaati melampaui semua aturan lahiriah.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku bertindak sopan dan berpedoman pada kebenaran?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version