Santo Ignatius dari Loyola dalam Latihan Rohani mengulas bagaimana manusia bisa jatuh ke dalam ‘dosa’. Beberapa sumber asal dosa adalah nafsu/hasrat/ambisi besar manusia akan kekuasaan/kehormatan, harta/materi, dan nafsu kedagingan.
The will to power
Filosof Fridriech Nietsche punya adagium menarik sesuai judul sebuah bukunya: The Will to Power.
Ambisi akan kekuasaan dan kehormatan membuat orang bisa berperilaku arogan dan bertindak sewenang-wenang. Ditambah dengan banyak uang di tangan –seperti kaum kaya raya—orang dengan mudah akan menyalah gunakan kekuasaan, justru karena kekuasaan itu bisa dengan mudah dibeli. Apalagi, bisa dibeli harga tinggi disertai ancaman karena senjata di tangan.
Dengan kekuasaan dan harta materi berupa uang dan kemampuan menekan (senjata), maka orang akan dengan gampangnya memperlakukan tubuhnya dan tentu saja tubuh milik orang lain sebagai semata-mata ‘barang konsumtif’”. Tubuh adalah benda material yang layalk dimanja, bisa dinikmati dan kalau sudah tidak diperlukan/dibutuhkan, maka ‘jiwa manusia’ yang dibebat tubuh jasmaniah pun bisa dimusnahkan.
Mickey Cohen
Mickey Cohen –bos mafia keturunan Yahudi yang menjadi ‘raja’ penguasa dunia hitam di Los Angeles—adalah tipe manusia super tamak, haus darah dan kekuasaan. Manusia tamak jenis Mickey Cohen ini sepertinya tanpa pernah bisa mengalami jeda kepuasaan dalam ambisinya selalu mengejar uang berlimpah. Ketenarannya sebagai ‘bintang kejahatan’ seakan tak mampu mengendalikan nafsu setan yang menguasai dari hulu ke hilir nafas Mickey Cohen.
Uang, senjata, dan puluhan preman yang loyal kepadanya adalah “senjata maut” untuk menggiring polisi, pejabat, dan pesaing bisnis masuk dalam sebuah jebakan maut. Mereka diumpan dengan kenikmatan hingga akhirnya tunduk berlutut di hadapan Cohen.
Film Gangster Squad dengan amat indah mampu menggambarkan seorang manusia super tamak dan menjijikkan itu: Mickey Cohen (Sean Penn). Lengkap dengan segala gestures tubuhnya, Cohen memanglah raja dalam arti sesungguhnya: menguasai dari hulu ke hilir semua bisnis kotor di Kota Para Malaikat ini: prostitusi, narkoba, dan judi.
Malaikat di LA
Hanya di hadapan Sersan Polisi O’Mara (Josh Brolin) dan Kepala Polisi Bill Parker (Nick Nolte), semua celotehan Mickey Cohen bahwa semua polisi LA bisa ‘dibeli’ tidak bisa memainkan melodinya. Sebagai mantan serdadu dengan keahlian spesialiasi perang kota dan gerilya, O’Mara adalah ‘malaikat’ bagi Los Angeles.
Ia tidak mau buta dengan kekuasaan dan apalagi uang. Ia tidak gila hormat dan tidak suka mencari sensasi dan apalagi suka mencuri start untuk bisa naik pangkat.
O’Mara adalah tipe serdadu profesional. Yang penting adalah pulang dengan memenangkan perang, tak peduli apakah harus berkorban ini dan itu. Sikapnya yang tegas dan tanpa kompromi ini berlanjut ketika dia ganti ‘baju dinas’: sekarang menjadi kepala reserse Kepolisian LA untuk unit pembunuhan.
Kepala Polisi Bill Parker (Nick Nolte) pun tak bisa masuk perangkap rayuan Mickey Cohen. Bahkan dia berisiatif memburu Cohen tanpa ampun, sebelum Cohen berhasil menguasai Chicago setelah LA jatuh bertekuk lutut kepada semua kemauannya.
“Pemburu Bandit”
Untuk urusan maha penting dan berisiko itu, Bill Parker hanya bisa berpaling kepada Sersan O’Mara karena jejak rekam prestasinya sebagai veteran Perang Dunia II membuatnya berdecak kagum. Atas rekomendasinya, maka O’Mara pun merekut tim khusus yang akhirnya bernama “Gangster Squad” –nama sama yang dipakai sutradara Ruben Fleischer untuk menamai drama cinema tentang Mickey Cohen –sang legenda mafia hitam di LA.
Connie (Mireille Eno) –istri O’Mara—rupanya jeli melihat bagaimana suaminya merekrut anggota tim “Pemburu Bandit” ini. Lain daripada yang lain, ada lima pria yang akhirnya berhasil direkrut: pria gaek jago tembak Max Kennard (Robert Patrick), polisi kulit hitam yang lihai bermain pisau Coleman Harris (Anthony Mackei), pria berdarah Meksiko yang peragu namun punya nyali untuk mati Navidad Ramirez (Michael Pena), veteran analis intelijen dan jagoan penyadap Conway Keeler (Giovanni Ribisi), dan tentu saja sohibnya sendiri: sesama mantan veteran serdadu Perang Dunia II: Jerry Wooters (Ryan Gosling).
Wajah klimis dan ganteng tak dengan sendirinya membuat Jerry Wooters seperti “anak mami”. Sebaliknya, dia bisa sangat ganas membunuh penjahat dan sama ganasnya di ranjang mencumbui Grace Farada (Emma Stone), gundiknya Mickey Cohen yang cantik. Barangkali karena bosan hidup di dunia hitam, diam-diam Grace menaruh hati kepada Jerry dan bahkan berani bersaksi di muka pengadilan, terutama setelah Jack Whalen (Sullivan Stapleton) –kawan baik Jerry Wooters—disantap enak oleh Mickey Cohen dengan tembakan setelah ketahuan menyembunyikan Grace.
Berhadapan dengan pentolan mafia super ganas seperti Mickey Cohen, the Gangster Squad pimpinan Sersan O’Mara tak punya pilihan lain: bermain kayu alias tebas habis tanpa ampun. Namun di akhir babak penentuan dimana Mickey Cohen di ambang kematiannya, salah satu anggota tim ‘Pemburu Bandit” ini tewas, setelah anggota lainnya dijerat lehernya saat melakukan proses penyadapan.
Film yang diambil dari sebuah novel dengan tokoh riil bernama Mickey Cohen ini dibuat dengan setting kota LA di tahun 1949. Meski suasananya serba kuno, namun jangan tanya garapan musiknya yang amat menawan. Terutama ketika penari di kasino menyanyikan lagu-lagu dansa era tahun-tahun itu dengan beat yang sangat menghentak.
Belum lagi banyolan Navidad Ramirez yang membuat penonton ikut terbahak, ketika berlangsung aksi mendorong jendela penjara di Burbanks yang gagal. Dan tentu saja, permainan karakter yang menjijikan dari seorang manusia tamak bernama Mickey Cohen, namun itulah yang membuat hebat seorang Sean Penn.
Emma Stone adalah magma besar di film Spider-Man. Namun di Gangster Squad, sinar pesona kecantikannya terbilang kurang cemlorot. Apakah karena dua harus memerankan tokoh perempuan malam di sebuah setting suasana tahun? Padahal dalam Spider-Man, Emma Stone benar-benar ciamik, cute dan tentu saja penampilannya très chic (menawan) ketika memainkan peran sebagai mahasiswi yang selalu tampil modis dengan miniskirt, long boot dan blonde.
Sebagai film mafia, Gangster Squad unggul dalam banyak hal. Terutama ketika nurani dan pikiran penonton sedikit dimanja dengan kata-kata bijak Sersan O’Mara di awal dan di akhir film tentang filosofi kehidupannya. Sungguh, menonton film ini membuat saya suka. Bukan karena adegan tembak-menembaknya yang juga tidak terlalu banyak. Melainkan lebih karena permainan watak yang prima dari Sean Penn, Josh Brolin, Ryan Gosling, dan Emma Stone.
Ia rela melepaskan kehormatannya sebagai polisi yang bersih dan berhasil, justu ketika kehidupannya menuntut dia lebih dalam melakoni hidupnya di keluarga sebagai seorang suami dan bapak yang bertanggungjawab.
Film dahsyat, meski di layar bioskop terlihat kurang banyak didatangi para penggemar layar lebar.