Lantaran digembleng secara Spartan dan hidup di alam yang jauh dari peradaban manusia, Hanna pun tumbuh sebagai gadis ‘autis’. Namun, kemampuannya untuk membunuh manusia benar-benar teruji, terutama ketika dia disekap di bawah tanah oleh agen-agen CIA pimpinan Marissa Wiegler (Cate Blanchett) yang bernafsu melenyapkannya karena takut rahasia laboratorium CIA terbongkar.
Di luar kepentingan itu, Marissa punya ‘urusan pribadi’ dengan ayah Hanna yakni Erik Heller, mantan anggota CIA yang belakangan memutuskan desersi meninggalkan Langley. Karena tahu rahasia black ops di lingkungan CIA inilah, baik Erik maupun Hanna diburu oleh para operative CIA yang dikenal ganas dan kejam.
Namun, menangkap Hanna tidak semudah membalik tangan.
Hanna sudah telanjur menjadi seorang ‘mesin pembunuh’ yang terlatih, sekalipun masih ‘kidal’ berhadapan dengan peradaban manusia lantaran sejak kecil hidup di belantara hutan.
Dari Marokko, perburuan meringkus Hanna berlanjut sampai di Spanyol ketika Hanna berhasil bersembunyi di bilik truk van milik keluarga Amerika yang berwisata dengan naik mobil keliling daratan Afrika dan Eropa. Perburuan akhirnya sampai di Berlin dimana Erik Heller merencanakan sebuah rendez-vous dengan Hanna, putrinya.
Di Berlin ini pula, Marissa Wiegler bertemu dengan Erik Heller, mantan koleganya yang kini menjadi musuhnya. Di babak akhir, baik Erik maupun Marissa mati.
Hanna, sebuah film dengan plot menarik, karena berkisah tentang gadis belia bernama Hanna yang merupakan hasil sebuah rekayasa genetika. Menarik, karena manusia menjadi objek sebuah projek ilmiah namun dengan tujuan tidak mulia: menjadi mesin pembunuh yang tak takut mati.