Film anyar Safe House (Tempat Persembunyian) dengan bintang papan atas Denzel Washington bercerita secara intens tentang sepak-terjang agen-agen CIA berburu dan menyelamatkan data/informasi. Ini menjadi sangat krusial, apalagi ketika data dan informasi ini sangat sensitif karena berisi laporan praktik-praktik korupsi yang biasa dilakukan para intel kotor dalam sebuah black ops (operasi intelijen illegal).
Lantaran menyimpan data rahasia yang membongkar praktik korupsi di Markas Besar CIA di Langley inilah Tobin Frost (Denzel Washington) diburu mati-matian oleh kelompok Vargas. Ini adalah kelompok pembunuh bayaran suruhan David Barlow (Brendan Gleeson).
Tempat Persembunyian
Di Langley, Virginia (AS) –tempat dinas telik sandi AS ini bermarkas—posisi Barlow jelas bukan sembarangan. Sebagai pejabat intel senior, kewenangannya mengoperasikan jaringan intel di lapangan terbuka lebar. Termasuk haknya sebagai mentor untuk mengawal dan mengawasi kinerja Matt Weston (Ryan Renolds)—tokoh utama film ini. Oleh Langley, Weston disuruh bertugas di Cape Town sebagai penjaga Safe House CIA di Afrika Selatan.
Weston masuk dalam perburuan Langley, setelah tanpa dia kehendaki Frost dibawa masuk ke Safe House untuk proses interogasi oleh agen-agen CIA. Belakangan, antek-antek pembunuh bayaran berhasil menguntit keberadaan Safe House ini dan membantai seluruh agen-agen CIA. Namun, Weston dan “narapidana”nya yakni Frost berhasil melarikan diri.
Buruan nomor satu
Awalnya, posisi Weston dan Frost berada dalam dua kubu saling bermusuhan. Sebagai penanggungjawab Safe House, Weston bertanggungjawab mengamankan “buruan nomor satu” Langley: Frost. Namun bagi Frost yang sudah banyak makan garam di dunia telik sandi, Weston tak lebih sebuah “anak manis” yang sekali waktu dengan gampang akan dicampakkan oleh Langley.
Benar juga omongan Frost. Tak berapa lama kemudian, Weston akhirnya memang menjadi “incaran” petinggi CIA yang korup. Antek–antek pembunuh bayaran ikut mengincar kematian Frost lantaran dia menyimpan data kecurangan para petinggi korup di badan telik sandi AS ini.
Frost menjadi musuh CIA lantaran dua hal. Dia desersi sekaligus kini memegang data “kejahatan” para intel kotor CIA, setelah bertemu dengan Alec Wade (Liam Cunningham), mantan agen intel M16 Inggris yang membelot karena masalah uang. Frost pun sebenarnya punya minat sama: menjual data demi uang.
Film berdurasi hampir dua jam yang dibesut sutradara Daniel Espionoza ini sebenarnya hanya menyuguhkan menu utama: dar-der-dor dan rentetan tembakan AK-47 Kalasnikhov. Namun, karena adegan baku tembak ini dibalut dengan kisah berburu data tentang praktik kotor agen-agen CIA inilah, Safe House menjadi menarik.
Tidak ada musuh abadi
Bukan saja karena dibintangi oleh Denzel Washington. Melainkan lebih karena di dunia intelijen ini sama sekali berlaku adagium kuno dalam dunia politik: tidak ada musuh abadi, yang terus ada dan itu langgeng adalah kepentingan bersama.
Ketika masih “ingusan” dan tak tahu masalah soal data praktik kotor agen-agen CIA, Weston berada di pihak Langley. Pun pula ketika Frost masih resmi berdinas sebagai agen CIA, dia dianggap sang legenda. Namun, garis waktu telah mengubah posisi Frost: setelah membelot demi uang, dia menjadi buruan CIA. Pun pula, Weston yang kini membantu Frost dianggap sebagai pengkhianat oleh Langley.
Kisah Safe House berakhir dengan gemilang, ketika Weston berhasil “menyelundupkan” data penting itu keluar Afrika Selatan dan kemudian membocorkannya kepada pers. Alhasil, para petinggi CIA termasuk Barlow dan bos besarnya Direktur CIA Harlan Whitford (Sam Shepard) akhirnya menjadi bulan-bulanan pers karena kejahatan mereka yang korup dan melakukan black ops terbongkar pers.
Tak apalah, kalau akhirnya Frost tertembak mati saat baku tembak dengan kaki tangan Barlow dan Vargas di Safe House di luar kota Cape Town. Yang penting, data itu sudah terkuak dan media seperti mendapatkan “durian matang” yang runtuh dari pohon: sensasi korupsi di tubuh CIA.