Film Vantage Point juga menawarkan kisah yang sama. Namun, saya melihat film produksi tahun 2008 sebagai paparan kisah yang menarik. Bukan saja karena unsur ketegangan yang dibangun oleh sutradara Pete Travis, namun lebih karena skenario membunuh Presiden AS Henry Ashton (William Hurt) itu hendak diurai oleh sang sutradara melalui kronologi waktu.
Untuk mengurai benang peristiwa secara kronologis, tentu saja dokumen menjadi penting. Untunglah, sutradara film ini dengan cerdik menghadirkan kru TV yang tengah meliput sebuah acara di Salamanca, Spanyol, dimana sang presiden AS hadir dan harus berpidato di muka umum di sebuah panggung di depan ruang terbuka publik yang luas.
TV swasta Amerika itu dikomandani oleh seorang produser ambisius Rex Brooks (Sigourney Weaver) dengan anchor gadis manis bernama Angie Jones (Zoe Saldana) namun mudah patah semangat kalau hasil syutingnya diedit oleh sang produser.
Di sebuah sudut titik lokasi lainnya ada seorang turis Amerika yang karena baru ribut dengan istrinya lalu memilih bertamasya sendiri datang mengunjungi Salamanca. Dan ndilalah tenan, di situ dia bertemu dengan Presiden AS yang dijadwalkan akan berpidato bersama Walikota Salamanca.
Lazimnya turis Amerika bernama Howard Lewis (Forest Whitaker), maka sebuah handy-cam pun selalu tak lepas dari tanganya merekam berbagai faset peristiwa yang terjadi di depan dan di sekelilingnya. Tak terkecuali, ketika secara tak sengaja matanya terantuk pada sebuah pemandangan tak biasa di sebuah apartemen dimana ada ‘pergerakan manusia’ yang membahayakan keamanan sang presiden AS.
Thomas Barnes (Dennis Quaid), agen rahasia ‘secret service’ tim pengamanan presiden AS pun, melihat keganjilan yang sama. Hanya dia masih ragu, apakah keganjilan itu benar-benar merupakan pratanda akan terjadi serangan penembakan dengan target utama sang presiden atau tidak.
Ternyata, dia terlambat bergerak. Jarak tembak yang dekat akhirnya membuat presiden AS jatuh limbung karena kena tembak. Maka, semua anggota tim pengamanan presiden ‘secret service’ pun bergerak cepat memburu tersangka.
Di sinilah, kejelian Vantage Point dimana para anggota Secret Service itu dibuat bingung mencari tahu siapa sebenarnya target utama yang harus mereka buru. Ternyata, para teroris itu adalah kelompok radikal yang berhasil memanfaatkan jaringan intel mereka hingga bisa ‘menyelundupkan’ agen ganda di kalangan anggota Secret Service itu sendiri.
Mencari musuh dalam selimut jelas sulit.Untunglah, ada video hasil rekaman peristiwa kepunyaan statiun TV dan handycam milik turis Amerika itu. Dari rekaman-rekaman video inilah, jejak para teroris yang melancarkan skenario penembakan dan penculikan terhadap presiden AS bisa terkuak.
Padahal, Secret Service sudah punya ‘alibi’ untuk mengecoh para teroris itu. Yakni, mengamankan presiden AS yang ‘asli’ dan memasang ‘duplikatnya’ tampil di depan publik di Salamanca, Spanyol, dan lucunya berdiri di atas mimbar berpidato usai Walikota Salamanca menyelesaikan gilirannya.
Kalau film action hanya mengumbar hawa ketegangan, memang mengasyikkan. Tapi keasyikan itu bisa ditambah semakin seru, manakala sutradara bisa member ‘permainan’ tambahan agar ambisi rasa ingin tahu pemirsa bisa diakomodasi. Film Vantage Point ini menggunakan shot-shot cepat dan kemudian ‘mengembalikan’ rekaman itu sebagai flash-back guna menguak siapa sebenarnya para teroris itu dan bagaimana mereka mengatur skenario penyerangan.
Itulah sebabnya, saya sempat bertanya-tanya kenapa perempuan cantik itu sampai jatuh ke tangan kelompok radikal teroris yang mengincar kepala seorang presiden AS. Lalu apa urusannya seorang polisi Salamanca bernama Enrique (Eduaro Noriega) sampai menjadi kekasih wanita cantik teroris ini (Ayelet Zurer) dengan nama Veronica? Juga bagaimana bisa kelompok teroris ini bisa mencuci otak seorang anggota Secret Service bernama Kent Taylor (Matthew Fox) hingga akhirnya membelot berkianat terhadap bangsa dan negaranya sendiri?
Pertanyaan-pertanyaan menggugat ini membuat saya bertahan menonton Vantage Point hingga akhir,sekalipun film ini termasuk barang lawas yang sudah tidak mungkin naik tayang lagi di gedung bioskop.