Senin, 17 Januari 2022
- 1Sam. 15:16-23.
- Mzm: 50:8-9.16bc-17.21.23;
- Mrk. 2:18-22
FOKUS pada tujuan membuat diri kita termotivasi untuk selalu gigih pantang menyerah dan berusaha mewujudkannya.
Dengan fokus pada tujuan, kita dikuatkan untuk mampu bertahan dan menemukan solusi atas berbagai kesulitan yang mungkin kita hadapi.
Proses mencapai tujuan membutuhkan daya tahan fisik dan mental yang hebat.
Fokus berarti tidak memberikan perhatian pada hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan tujuan. Bahkan kita rela berpuasa dan mati raga supaya bisa tercapai tujuan hidup kita.
“Sejak bapak dinyatakan kanker paru-paru, saya berhenti merokok,” kata seorang pemuda.
“Saya benar-benar takut, bahwa peringatan selama ini yang saya abaikan dan tidak pernah kami perhatikan sungguh sangat berbahaya,” lanjutnya.
“Memang hidup dan mati di tangan Tuhan, tetapi dengan merokok kiranya saya selalu menantang Tuhan,” katanya.
“Saya selalu berdoa mohon dikaruniai kesehatan, namun saya sendiri merusak kesehatan tubuhku dengan asap rokok,” katanya.
“Apa yang menimpa bapak, kemungkinan besar akan terjadi padaku jika aku tidak mengubah kebiasaanku, berheti merokok,” ujarnya.
“Tidak ada kata yang terlambat, saya anggap sebagai bentuk uga hari untuk lebih perhatian dengan badan sendiri,” lanjutnya.
“Dulu setiap masa pra paskah saya pantang rokok dan jika bisa menjalani selama 40 hari, rasanya senang sekali, tetapi sering kali gagal, karena saya merasa pantang rokok itu sebuah ujian selama masa pra paskah namun kini semua berjalan karena datang dari kebutuhan diri sendiri,” katanya lagi.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian.
“Datanglah orang-orang dan mengatakan kepada Yesus: “Mengapa murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?”
Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa.”
Injil hari ini menyatakan bahwa berpuasa itu bukanlah berdasar pada suatu kebiasaan ataupun aturan turun-temurun.
Berpuasa itu berasal dari hati dan terlebih melihat situasi kebutuhan yang ada.
Dengan demikian, tujuan dari berpuasa semakin terarah, yaitu melatih manusia untuk menempatkan diri pada posisinya; hidup seimbang, serta menghargai nilai-nilai yang menjunjung kemanusiaan melebihi aturan kaku dari cara berpuasa.
Bagaimana dengan diriku? Untuk apa aku berpuasa?