FORMATOR ikut terlibat dalam sesi-sesi pertemuan program KGN “Psiko-Seksual Formasi Awal” di Rumah Pembinaan Carolus Borromeus Syantikara Yogyakarta, 4-8 Januari 2022.
Menurut Br. Flavianus MTB, bahan-bahan materi KGN Psiko-seksual ini ternyata bukan hanya “menyasar” pada para formandi saja. Melainkan juga menyentuh dan mengena pada masing-masing formator.
“Saya ikut mengolahnya. Selain itu, selama KGN ini, para novis mengungkapkan respon dengan amat bagus dan dalam,” jelas Br. Flavianus MTB.
Dalam setiap sharing kelompok, mereka semakin terbuka berkisah tentang pergumulan dirinya.
“Semoga menjadi langkah baik dalam mengembangkan hidup panggilan mereka. Harapan kedepan, agar KGN dengan program Psiko-seksual tetap dilanjutkan dan metode-metodenya tetap senantiasa diperbarui,” demikian harap Br. Flavianus MTB.
Respon para peserta
Berikut ini, kami rangkum sejumlah tanggapan para peserta program KGN “Psiko-seksual di Formasi Awal”.
Tanggapan ini lebih berupa pengalaman-pengalaman masing-masing peserta yang terungkap dalam sesi syering bersama.
Sr. Veronia CB
Bagiku, pengalaman mengikuti acara KGN Psiko-seksual ini telah membawa kegembiraan tersendiri. Dengan kegiatan ini kami saling menjaga dan mendukung, bersyukur karena saling berbagi.
Materi yang diberikan sangat membantu para novis untuk melihat pengalaman-pengalaman masa lalu kami yang mungkin menyakitkan.
Dengan KGN ini kami dibantu untuk keluar dari situasi itu meskipun butuh proses lebih lanjut.
Sr. Yosefa PPYK
KGN ini bagi saya cukup sulit karena membahas psiko-seksual. Namun, di sisi lain merasa senang karena bisa bertemu secara luring dengan teman-teman dari Kongregasi lain.
Harapan ke depan agar tetap setia dan semangat dalam menjalani hidup panggilan.
Br. Fridus FICP
Secara pribadi mau menerima masa lalu yang begitu sakit dan harus diterima dan diolah. Kalau bukan saya sendiri, lalu harus siapa lagi?
Saya bersyukur hingga saat ini masih bertahan dalam hidup panggilan.
Bagiku seksualitas adalah sebuah rahmat yang harus disyukuri dan terus diolah.
Harapannya semakin dewasa dan berani menerima masa lalu serta setia dalam panggilan.
Br. Yulius MTB
Pengalaman selama KGN menggembirakan. Dengan KGN psiko-seksual, saya semakin mengenal lebih dalam arti pentingnya relasi yang baik dengan lawan jenis.
Harapan ke depan, lebih baik dan bijaksana serta dewasa dalam mengolah kebutuhan seksual.
Sr. Bene PMY
Merasa senang karena program pendalaman psiko-seksual sangat membantu dan dibutuhkan dalam proses menjadi religius yang lepas bebas dan dewasa dalam segala hal.
Selain itu, kegiatan macam ini membuat kami semakin terbuka dalam berbagi dan pada akhirnya membantu kami dalam memaknai hidup panggilan.
Harapan ke depan agar semakin berkembang serta mampu menerima semua pengalaman-pengalaman masa lalu saya.
Br. Kornelius CSA
Merasa bersyukur, karena di sini saya diajak semakin terbuka dengan pengalaman-pengalaman masa lalu yang suram.
Agar menjadi pengalaman mencerahkan; bahkan lepas bebas di dalam menjalani hidup panggilan.
Proses pengolahan selama empat hari di sini ibarat adonan roti yang dibongkar, diolah secara baik dan matang dibantu oleh materi-materi yang diberikan sehingga semakin mantap dan semangat didalam menjalani hidup kedepannya.
Tetap berlanjut
Sebagai kesimpulan, Gereja menganggap bahwa proses pengolahan psiko-seksual formasi awal sangat penting dan mendesak.
Beberapa dekade terakhir ini, Gereja juga memulai dialog yang serius dengan ilmu pengetahuan berkaitan dengan seksualitas.
Gereja semakin memahami seksualitas sebagai sebuah proses perkembangan.
Pada tahun 1975, Vatikan mengeluarkan sebuah dokumen berjudul Deklarasi mengenai Pertanyaan-pertanyaan Tertentu tentang Etika Seksual.
Gereja antara lain menyatakan demikian.
“Berdasarkan penelitian ilmiah, pribadi manusia secara mendasar dipengaruhi oleh seksualitas yang harus dilihat sebagai salah satu faktor yang memberikan ciri-ciri utama bagi seorang individu yang membedakannya dengan individu dan ciptaan lain.
Pada kenyataannya, dari seks pribadi manusia mendapatkan karakteristik yang secara biologis, psikologis dan spiritual menjadikannya seorang pria atau wanita, dan karena itu menjadi syarat baginya untuk mencapai kedewasaan dan ketelibatan dalam masyarakat”
Dari sini tampak bahwa Gereja juga memandang seksualitas sebagai sebuah proses perkembangan, sebuah jalan untuk mencinta, ziarah mencapai kepenuhan hidup, panggilan menuju keutuhan dan kekudusan.
Penjelasan di atas mengambil sumbernya dari paparan materi Romo Yam MSF, hal. 2, penjelasan singkat. (Selesai)