JUDUL fragmen Wadat Satya Sang Pandhita. Perayaan pesta syukur 50 tahun hidup membiara Romo FA Tedjasuksmana MSF dan Romo Al. Purwohadiwardaya MSF menjadi kebanggaan Konggregasi MSF, Gereja, dan umat. Kedua imam MSF ini telah menyerahkan hidupnya, setia dalam panggilan serta pelayanan sebagai religius.
Pesta emas hidup bakti
“Merayakan pesta emas hidup membiara berarti merayakan banyak rahmat Allah yang telah diterima dan disumbangkan. Melalui konggregasi MSF mereka dengan tekun dan setia menjalani hidup panggilan.”
Demikian narasi kata pengantar Kepala Gereja Santo Petrus Paroki Purwosari Solo Romo Albertus Agus Ariestiyanto MSF. Narasi tersebut tertulis dalam buku Panduan Misa Syukur 50 Tahun Hidup Membiara Romo FA Tedjasuksmana MSF dan Romo Al. Purwohadiwardaya MSF hari Rabu, 31 Januari 2024.
Lebih lanjut Romo Albertus Agus Ariestiyanto MSF mengungkapkan, ketekunan dan kepatuhan tercermin dalam kerelaan dan kesediaan diri diatur oleh pemimpin agar segala talenta dan keutamaan dirinya bisa dimanfaatkan oleh misi tarekat. Kedua imam yubilaris ini tidak pernah menolak tugas yang dipercayakan oleh tarekat dan keuskupan.
Kesetiaan pelayanan
Kesetiaan dalam pelayanan ditunjukkan dengan mempersiapkan segala tugas dengan baik termasuk mempersiapkan ekaristi. “Keteguhan hati menghadapi tantangan patut dicontoh. Beliau berdua selalu mengarahkan diri untuk hidup murni demi cintanya pada Tuhan dan Gereja.
Kesabarannya tampak dalam menghadapi hal-hal yang sulit, pada saat menerima didikan Allah dan dalam penderitaan misalnya dalam menghadapi sakit dan penyakit. Kesabaran adalah anugerah Tuhan yang memampukan setiap orang percaya untuk bisa mengenal keputusan secara tepar dan bertindak dengan benar dalam menghadapi penderitaan,” ungkap Romo Ariestiyanto dalam narasinya.
Fragmen hidup selibat
Sebagai ungkapan syukur dan terimakasih kepada FA Tedjasuksmana MSF dan Romo Al. Purwohadiwardaya MSF, umat Paroki Purwosari Solo mempersembahkan fragmen berjudul Wadat Satya Sang Pandhita.
Fragmen ini digelar setelah perayaan ekaristi syukur 50 tahun hidup membiara yang berlangsung di Gereja Santo Petrus Paroki Purwosari Solo, Rabu 31 Januari 2024. Fragmen ini merupakan cuplikan atau petikan sebuah cerita tentang kesetiaan hidup selibat.
Dalang Ki Sadewa (Rahmat Sadewa) mengungkapkan, fragmen yang ditampilkan dalam bentuk sendratari ini menceritakan keteguhan seorang anak yang memiliki cita-cita menjadi imam. Penokohan yang digambarkan dalam fragmen ini, seorang anak kecil yang menghadapi godaan, namun dengan keteguhan dan kesetiaan mampu menghadapi godaan.
Di usianya menginjak dewasa godaan tetap ada. Namun dengan tekad bulat, dan kesungguhan segala godaan bisa diatasi hingga tercapai cita-citanya. Di usia senja keteguhan menjadi “pandhita” atau imam menghantarnya pada ungkapan syukur.
Rasa syukur atas penyertaan Hyang Maha Kuasa diungkapkan dalam tembang (lagu jawa). Rasa syukur tidak hanya dirasakan secara pribadi, namun dirasakan banyak orang yang digambarkan para penari yang ikut mengungkapkan rasa syukur dalam kegembiraan tarian.
Menyaksikan fragmen Wadat Satya Sang Pandhita umat diajak untuk tetap teguh dalam memperjuangkan kesetiaan akan panggilan dan berani menghadapi rintangan, godaan dan gangguan karena adanya penyertaan Hyang Kuasa. (Berlanjut)
.