Home BERITA Gerakan Ramah Lingkungan, JPIC Bruder MTB Produksi Sampah Dapur Jadi Eco Enzyme

Gerakan Ramah Lingkungan, JPIC Bruder MTB Produksi Sampah Dapur Jadi Eco Enzyme

0
Br Gerardus MTB sangat telaten membuat eco enzyme di Pontianak. (Priscilia Grasela)

KRISIS lingkungan hidup menjadi tantangan  berat. Ada banyak krisis lingkungan yang belum terselesaikan secara optimal.

Isu lingkungan hidup menjadi penting, karena akan memengaruhi kualitas hidup manusia secara langsung. Terutama pemanasan global, efek rumah kaca, dan perubahan iklim yang esktrem.

Maraknya krisis lingkungan hidup turut menjadi perhatian Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) – Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB).

JPIC Bruder MTB adalah gerakan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB).

Mereka mendedikasikan diri pada bidang karya, edukasi ekologi, pastoral ekologi, sosial ekonomi, dan budaya. Berlandas semangat Santo Fransiskus Assisi sebagai pelindung ekologi, JPIC Bruder MTB berkarya menciptakan produk ramah lingkungan dari bahan alam.

Br. Gerardus Weruin MTB bersama koleganya.

Pada tanggal 27 September 2021, saya berbincang dengan Br Gerardus Weruin MTB, Koordinator JPIC Komunitas Sepakat Pontianak.

Ia mengungkapkan komunitasnya berupaya mengolah sampah organik menjadi pupuk cair dan pestisida organik sebagai solusi pengganti pupuk berbahan kimia.

Eco Enzyme: Inovasi JPIC Bruder MTB

Eco enzyme (EE) itulah solusinya. Eco enzyme merupakan larutan zat organik kompleks yang diproduksi dari proses fermentasi sisa sampah organik, dicampur molase atau gula Jawa atau aren, dan air.

Berbahan dasar kulit buah dan sayuran (sampah dapur) serta gula merah tebu atau molase, Br Gerardus MTB sangat telaten membuat eco enzyme itu.

Semua bahan dicampur dan disimpan dalam wadah tertutup di Pondok Organik San Damiano, Komplek Biara MTB Gubbio, Jalan Sepakat 2, Pontianak, Kalimantan Barat.

“Sejak tahun 2015, bruder sudah tertarik belajar membuat eco enzyme. Berawal dari masalah sampah rumahtangga yang tidak diolah sehingga berbau. Lalu penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang merusak tanah, air dan udara,” jelasnya.

Memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam, lalu mengolah sampah dapur organik seperti aneka kulit buah dan sayuran terbuang menjadi eco enzyme (EE) yang berguna untuk pupuk alami, obati luka, dan cairan pembersih lantai yang hebat. (Priscilia Grasela)

Br Gerardus MTB mengatakan bahwa eco enzyme tidak hanya bermanfaat untuk bidang pertanian saja, namun membantu mengurangi pemanasan global dan efek rumah kaca sebab mengandung O3 yang dilepaskan ke atmosfer, sehingga membendung sinar matahari ke bumi.

“Manfaatnya juga untuk kesehatan kita. Eco enzyme dapat meredakan gejala penyakit kulit, luka memar, dan jerawat. Lalu untuk kebersihan, seperti membersihkan lantai dan menjernihkan air,” ungkapnya.

Gerakan Kita Bersama

Mengusung semangat ‘Gerakan Nurani Ekologi’, Br Gerardus MTB mengungkapkan eco enzyme bukan hanya karya Bruder MTB. Namun, gerakan kita bersama untuk mengatasi krisis lingkungan hidup, serta menjamin kesehatan pangan yang alami, bukan rekayasa kimia.

“JPIC Bruder MTB mengajak dan mendorong agar orang muda kembali menggarap lahan-tanah kita yang luas dan kaya ini untuk masa depan,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa gerakan sederhanaini mendorong kita agar mulai berpikir dan bertindak untuk mempertahankan kedaulatan pangan secara berkelanjutan.

“Lebih dari itu, karya ini membantu kita untuk semakin menjaga, merawat, dan melestarikan lingkungan hidup secara seimbang dan harmonis,” lanjutnya.

Harapan di balik Eco Enzyme

Eco enzyme mampu menjawab dan memenuhi segala kebutuhan krisis masalah ekologi yang kita hadapi saat ini. Br Gerardus MTB berharap semua orang yang telah mengetahui eco enzyme mulai bergerak membuat dan menggunakannya sesuai dengan kebutuhan. Sebab multi fungsi, baik untuk lingkungan hidup maupun manusia.

“Sebagia orang beriman tentu merasakan bahwa bukan hanya ibu, bumi rumah kita bersama yang sakit dan menderita, tetapi kita manusiapun ikut menderita.”

“Lukamu lukaku, deritamu deritaku, luka kita, derita kita. Mari kita bersama mengobatinya, karena hidup bukan hanya hari ini saja, tetapi akan diwariskan kepada generasi penerus,” ungkapnya.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version