Minggu, 07 November 2021
1Raj. 17:10-16.
Mzm. 146:7.8-9a.9bc-10 Ibr.9:24-28.
Mrk. 12:38-44
SAAT ini, seakan ada kecenderungan untuk memoles penampilan.
Penampilan diri dipermak supaya kelihatan anggun, kalem dan tampak suci, meski isi hati berbeda jauh dengan apa yang ditampilkannya.
Mereka mengeluarkan cukup banyak biaya untuk mempercantik diri hingga penampilannya tampak mempesona dan mendapat perhatian orang lain.
Kalau kita mau jujur, kita sering berusaha kita memasang foto yang kelihatan menarik di akun media sosial kita.
Foto yang kita pasang sedapat mungkin memberi kesan baik.
Banyak kaum perempuan ingin kelihatan cantik, indah, glowing.
Sedangkan bagi kaum pria kelihatan gagah, ganteng, dan berwibawa.
Mereka tanpa malu-malu hanya demi konten memulas diri sedemikian hingga tampil baik, menarik dengan harapan kontennya mendapat like dan viewer yang banyak.
Fenomena di jagat maya ini, tanpa sadar ditarik ke dalam kehiidupan beriman.
Bagai kosmestik, yang dikenakan untuk memoles wajah, demikian juga banyak orang beriman hanya mementingkan penampilan dalam peribadat, dan aneka kegiatan menggereja.
Keindahan dan keaktifan menggereja sebagai ajang untuk menampilkan diri hingga bisa mengundang decak kagum orang lain.
Segalanya dilakukan demi mendapat pujian, dan tepuk tangan dari banyak orang, bukan semata-mata untuk persembahan kepada Tuhan.
Penekanan yang berlebihan pada identitas keagamaan dengan segala simbolnya kadang hingga melupakan Tuhan sendiri yang menjadi sembahan kita.
Tuhan itu ditemukan dalam totalitas cinta, seperti yang dilakukan janda yang miskin. Dia mempersembahkan segala yang dia miliki demi baktinya kepada Tuhan. Dia mempersembahkan duitnya bukan untuk dipuji orang lain.
Cinta janda miskin itu kepada Tuhan sungguh total, dia menghayutkan dirinya dalam arus cinta Tuhan hingga dia tidak memikirkan dirinya sendiri.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar,
Dalam pengajaran-Nya Yesus berkata:
“Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, yang menelan rumah janda-janda, sedang mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.”
Mempertontonkan kesalehan dalam berdoa dan mengharapkan penghargaan dari orang bukan cara yang cocok untuk menepati perintah mengasihi Tuhan Allah.
Karena Allah dijadikan dalih agar diri sendiri mendapat kemudahan, memperoleh penghormatan, menikmati privilegi sebagai rohaniwan.
Tetapi Tuhan sendiri malah tidak mendapat tempat dalam kehidupan mereka yang suka pamer kedekatan dengan Tuhan.
Kedekatan dengan Tuhan mestinya diungkapkan dalam perhatian dan kasih setia kepada sesama. Bukan malah orang yang lemah diinjak dan diabaikan.
Perhatian kepada sesama itu sebagai wujud persembahan kita kepada Tuhan secara nyata.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku mengembangkan hidup batin yang tulus kepada Tuhan?