Puncta 16.07.22
Sabtu Biasa XV
Matius 12:14-21
TEBU adalah tanaman yang sekarang sudah langka. Tidak ada lagi orang yang tanam tebu. Banyak pabrik gula bangkrut karena pasokan tebu tidak ada.
Daerah Klaten adalah penghasil gula yang hebat. Ada dua pabrik besar di Gondang Baru dan Ceper Baru. Namun kini pabrik itu mangkrak tak berpenghuni seperti rumah hantu.
Tanaman tebu tumbuh menjulang tinggi. Jika sudah mulai besar, buluh-buluhnya atau “glagah tebu” menantang tegak dengan bunga-bunga putihnya.
Kami suka sekali mengambil buluh-buluh itu untuk dijadikan aneka mainan. Ada mobil-mobilan, dan aneka macam anyaman.
Yang dipilih pasti buluh yang lurus dan panjang. Yang pendek tapi kuat diambil untuk tambah-tambahan.
Selain mengambil buluh, kami juga suka mencuri tebu dan main kucing-kucingan dengan Pak Mandor.
Kalau tebu mau diangkut ke pabrik dengan “lori” kami suka “ngloroti” batang-batang tebu. Alhasil, Pak Mandor selalu marah dan menghalau gerombolan anak-anak badung yang suka curi tebu.
Bangga rasanya bisa bawa pulang tebu dari lori yang sedang melaju. Tapi bapak marah dengan sorot mata tajam, ”mentheleng” menakutkan.
Tuhan menunjukkan kasih-Nya dengan memelihara buluh-buluh yang terkulai.
Nubuat Yesaya menggambarkan bagaimana Yesus hadir untuk mengasihi umat-Nya.
“Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya.”
Kehadiran Yesus tidak untuk mematikan, tetapi menghidupkan. Kita ini ibarat buluh yang terkulai dan sumbu yang pudar nyalanya.
Tetapi Allah berpihak pada kita yang lemah dan tak sempurna.
Ia tidak membuang buluh yang patah, namun Ia memelihara dan menegakkannya.
Sumbu yang pudar tidak dipadamkan, tetapi dibersihkan agar tetap menyala memberi terang sekitarnya.
Begitulah sikap Yesus kepada orang yang lemah dan tidak sempurna. Yang lemah dikuatkan.
Yang putus asa diberi semangat dan harapan. Yang berdosa diampuni. Yang sakit disembuhkan. Yang punya beban berat diringankan.
Demikianlah sikap Allah yang ditunjukkan Yesus kepada mereka yang diibaratkan seperti “buluh yang patah terkulai dan sumbu yang pudar nyalanya.”
Keberpihakan Yesus sangat jelas. Ia memilih dekat dan merangkul mereka yang lemah.
Teladan Yesus ini menjadi nilai keutamaan. Kita dipanggil untuk berpihak kepada mereka yang lemah dan kecil.
Mari kita tunjukkan semangat belarasa kepada mereka yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir.
Buluh yang patah tidak dipadamkan.
Sumbu yang redup tidak dimatikan.
Orang lemah sangat dicintai Tuhan.
Mari wujudkan dalam hidup harian.
Cawas, option for the poor….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr