Home BERITA Hari Orangtua Seminaris Mertoyudan: Kepercayaan yang Menyatukan

Hari Orangtua Seminaris Mertoyudan: Kepercayaan yang Menyatukan

0
Suasana sharing kelompok di Hari Orangtua Seminari Mertoyuda.

HOT. Bukan berarti panas. Tetapi “HOT” adalah sebuah istilah yang digunakan Seminari Menengah Santo Petrus Canisius, Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah, untuk sebuah kegiatan Hari Orang Tua dari masa ke masa.

Pihak staf formator Seminari sudah mengagendakan kegiatan HOT untuk setiap angkatan. Pada Minggu, 13 Oktober 2019 para seminaris Angkatan 107 atau Medan Tamtama yang “kejatah” acara Hari Orang Tua.

Tema pertemuan

Tema HOT adalah “Kepercayaan yang Menyatukan”.

Tema ini merupakan hasil refleksi 53 seminaris tahun kedua, yang pada tahun ini mereka tinggal di “Medan Tamtama”.

Sadar akan sebagai rekan sepanggilan dan sama-sama jauh dari orangtua, mereka berkomitmen untuk saling percaya dan mendukung dalam hidup panggilan demi imamat mulia. Sikap tersebut mereka sadari bisa menyatukan mereka yang berasal dari berbagai tempat.

Suasana temu orangtua.

Ada yang berasal dari Yogyakarta, Semarang, Bali, Bandung, Magelang, Tangerang, Klaten, Karanganyar, Cimahi, Surakarta, Bekasi, Ungaran, Kudus, Sidoarjo, Jakarta, Wonosari, Muntilan, Banyumas, Sukorejo, Bantul, Bogor, Pasuruan, Balikpapan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dll.

Acara HOT dipandu oleh Fr. Y. Kristi Andayanto, calon imam diosesan Keuskupan Agung Semarang yang sedang menjalani masa Tahun Orientasi Pastoral di Seminari Mertoyudan.

Kemendalaman

Di hadapan ratusan para orangtua dan seminaris, Romo Paskalis Bayu Edvra Pr, selaku Pamong Medan Tamtama, mengungkapkan bahwa tahun kedua para seminaris di Medan Tamtama menjadi saat untuk beradaptasi dengan kurikulum SMA Seminari beserta aneka tuntutan yang menyertai.

“Tentu kurikulum SMA Seminari Mertoyudan memiliki kekhasan dibandingkan SMA pada umumnya. Para seminaris juga sudah mulai dilibatkan dalam aneka tugas dan kepanitiaan. Selain itu, juga perlu mengembangkan budaya baca sebagai persiapan penulisan karya tulis,” tutur Romo Bayu.

Lebih lanjut, diuraikan bahwa menjadi wajar jika muncul kekagetan, ketidaksiapan, bahkan krisis. Staf kepamongan mengajak para orangtua ikut menemani para seminaris bersama staf untuk menghadapi kekagetan itu dengan tenang sebagai bagian dari proses pendewasaan.

“Yang dibutuhkan dalam situasi semacam itu adalah kehadiran kita untuk mendengarkan, menemani, dan menguatkan, bukan malah melindungi secara buta atau menuntut banyak hal demi kenyamanan. Jika krisis ini bisa dilalui, putera-putera Anda akan menjadi pribadi yang semakin tangguh,” tegas Romo yang ahli musik dan membuat karikatur ini.

Para orangtua seminaris.

Menyadari situasi dunia yang semakin berisik dan media sosial yang banyak berisi ungkapan perasaan dan pikiran tanpa saringan, Romo Bayu menegaskan bahwa staf formator seminari berusaha melatih para seminaris untuk hening, refleksi dan berdoa.

“Di dunia saat ini kecepatan lebih diutamakan ketimbang kemendalaman. Manusia dibanjiri dengan jutaan informasi dangkal setiap detiknya. Karena itu, kami mengajak Anda untuk mendukung putera-putera kita supaya memiliki keheningan, hati dan budi yang jernih, serta kejelasan langkah hidup,” papar imam diosesan Semarang ini.

Langkah konkret dukungan orangtua diwujudkan dengan tidak memberikan hand phone dan segala peralatan komunikasi pribadi lain kepada seminaris.

Kembali ke keluarga

Sementara itu, Romo Yohanes Gunawan Pr, staf formator Seminari Mertoyudan per 1 Oktober 2019 ini, menyampaikan tiga pesan Paus Fransiskus saat audiensi dengan para seminaris dan para imam di Vatikan beberapa waktu yang lalu.

“Bapa Suci berpesan agar para seminaris menyadari kelemahan dan keterbatasan diri supaya tidak hanyut dalam budaya kontemporer masa kini. Sosok seminaris dan imam masa kini yang diharapkan adalah pribadi yang rendah hati,” tutur Romo Gunawan, alumnus Universitas Kepausan Gregoriana, Roma ini.

Sungkem sujud pada orangtua.
Para seminaris mohon doa restu orangtua.

“Yang kedua, Paus Fransiskus juga mengajak para seminaris kembali ke keluarga, jika sedang bergulat dan mengalami krisis panggilan. Dalam keluarga akan ditemukan kembali semangat dan kekuatan hidup panggilan. Doa orangtua dan anggota keluarga mempunyai pengaruh yang luar biasa. Keluarga disadari sebagai seminari atau persemaian yang pertama bagi seorang seminaris,” tambahnya.

Lebih lanjut Romo Gunawan mengungkapkan harapan Bapa Suci agar para calon imam perlu bersikap waspada terhadap daya tarik uang.

Hidup sederhana tetap merupakan kesaksian yang penting pada zaman ini.

Romo yang baru saja menyelesaikan studi licenciat Teologi Spiritual dengan spesialisasi Formatio Panggilan ini juga mengajak para orangtua dan seminaris untuk menghayati spiritualitas Bunda Maria dalam menjalani panggilan Tuhan.

Bunda Maria menjadi teladan dalam kesiapsediaan dibimbing Tuhan dalam menghayati panggilan hidup sebagai Bunda Yesus Sang Juru Selamat.

“Percaya itu indah. Kita harus percaya dan mengandalkan Tuhan dalam suka duka hidup ini. Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Doa Rosario menjadi salah satu devosi yang sangat penting untuk para imam dan calon imam,” ungkap Romo Gunawan.

Dengan mengutip harapan Mgr. Robertus Rubiyatmoko, Uskup Keuskupan Agung Semarang sekaligus Ketua Komisi Seminari KWI, Romo Gunawan juga mensharingkan bahwa Bapa Uskup memandang perlu komunikasi dan kerjasama yang baik antara staf seminari dengan para orangtua.

Imam masa depan tidak cukup hanya pandai, tetapi juga harus mempunyai semangat belas kasih. Selain itu, juga umat diajak untuk terus berdoa untuk hidup panggilan menjadi imam.

Penampilan para seminaris.

Mohon restu orangtua

Acara HOT tersebut juga diisi informasi seputar kegiatan sekolah dan tuntutan akademik yang disampaikan oleh Romo Julius Mario Plea Lagaor SJ, Direktur SMA Seminari.

Imam kelahiran Kambaniru 11 Juli 1978 ini menjadi direktur seminari sejak September 2019 ini.

“Pendidikan karakter tetap menjadi kekhasan seminari. Selain itu, sekarang KKM yang harus dipenuhi oleh para seminaris tidak lagi 63, tetapi 70. Tuntutan standar pendidikan ini tidak akan diturunkan, tetapi kami bersama para guru akan terus mengembangkan daya juang seminaris,” tegas Romo Mario.

Selain Romo Mario, juga dihadirkan Romo Yohanes Risdiyanto MSF selaku Prefek Keluarga, untuk memberi peneguhan kepada para orangtua seminaris.

Romo Risdi mengingatkan peranan keluarga dalam pendampingan panggilan anak.

Di penghujung acara HOT, para seminaris memohon doa restu kepada orang tua mereka sambil diiringi lagu Wiwit Aku Isih Bayi. Aula Seminari Mertoyudan dipenuhi isak tangis dan suasana penuh haru. Kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Mars Seminari serta sharing orangtua dan seminaris dalam kelompok-kelompok kecil.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version