Home BERITA Haru Campur Bahagia Single Mother, Sungkeman di Perkawinan Anak Jadi Lama

Haru Campur Bahagia Single Mother, Sungkeman di Perkawinan Anak Jadi Lama

0
iasi: Pengantin sungkemn kepada orangtuanya by ist

BAPERAN -BAcaan PERmenungan hariAN.

Senin, 26 Juli 2021.

Tema: Sang penerus iman.

  • Bacaan Sir. 44; 1. 10-15.
  • Mat. 13: 16-17.

UNTUK sejenak, seorang ibu menangis bahagia. Ia bersyukur betapa Tuhan baik.

Kadang tidak nalar. Tetapi, Tuhan bertindak. Menemani hidupnya, keluarganya.

Trenyuh sungguh.

Ia sadar. Ia tetap berharap dalam doa-doa yang tiada henti. Agar keturunannya berada dalam jalan rahmat.

“Duh betapa bahagianya, Bu,” komentarku.

Saya melihat. Turut merasakan dan terharu. Lalu, saya pun jadi ingat ibuku.

“Iya Romo. Mohon maaf ya. Semoga tidak mengganggu kekhusyukan ekaristi dalam Sakramen Perkawinan puteri saya. Saya terbawa keharuan dan kegembiraan luar biasa,” ungkapnya.

Sungkeman-nya kok lama banget. Akhirnya saya membiarkan dan terharu. Ikut tersentuh juga. Pasti ada sesuatu hal yang penuh rahmat,”  gumam isi batinku

“Benar, Romo. Sedari kotbah, Romo telah memberi sentuhan kesadaran. Salah satunya Romo bilang, ‘Anak itu fotokopi orangtua. Hanya pelukan kecil dan lembutlah yang membahagiakan dan melegakan.

Itu benar saya alami sendiri.  Puteri saya ini persis seperti yang saya alami dari papa mana. Mereka adalah kebaikan Tuhan.

Saya akan tetap berdoa. Tidak hanya sebagai orangtua penerus iman, tetapi juga sebagai sahabatnya.

“Syukurlah. Kebahagiaan apa yang dialami?” tanyaku kepo.

“Romo, puteri saya ini satu-satunya anak. Waktu dia baru berumur lima tahun, suami saya dipanggil Tuhan. Terlahir dengan sehat. Ketika suami meninggal, saya jadi terpuruk. Saya sedih banget. Tenggelam dalam kehampaan, kesendirian, kesepian yang luar biasa. Mau mati aja.

Umur tujuh tahun, ia mengalami  panas dan kejang. Setelah itu, jadi sering sakit-sakitan, susah makan. Ada kalanya saya sampai pada titik frustasi. Tidak tahu bagaimana harus merawat anak ini. Saya hanya berdoa kadang berteriak, ‘Tuhan sembuhkanlah puteriku. Satu-satunya yang Kau beri. Saat bahagia, Engkau memanggil pasangan kami. Salib-Mu berat bagiku. Sakit Tuhan, sakit. Sakit. Sembuhkanlah. Biarlah sakit dan deritanya saya yang tanggung. Saya ingin melihat buah hatiku tumbuh dengan sehat.’

“Romo, itulah doa saya. Setiap kali berziarah bersama puteri saya, kami melakukan banyak kebaikan, supaya anak saya bisa belajar bahwa kebaikan itu harus terus-menerus sekalipun merepotkan.

Doa saya dikabulkan. Semenjak umur 12 tahun badannya tumbuh kuat dan selalu membawa kegembiraan. Lucu dan tak pernah membantah. Menggemaskan sekaligus mengkhawatirkan.

Saya berhati-hati menemani. Syukurlah dia tidak memberontak. Sampai SMA tetap sekamar dengan saya. Saya melihat pertumbuhan dari hari ke hari.  Di malam hari ketika ia tidur, saya mengelus-elus lengannya dan berkata, “Jadilah anak Tuhan ya dik. Mama ada untukmu. Semua yang mama miliki untukmu.”

“Saya bangga dengan keteguhan imannya. Beberapa kali berkenalan dengan cowok yang beda iman, ia langsung menantang, ‘Ikut saya atau bersahabat saja’ Kalau sesama iman, ia juga menantang, ‘Buktikanlah kalau kamu sungguh menjadi anak Tuhan yang baik’

“Dik jangan terlampau keras begitu. Semua kan butuh proses. Yang sabar,” kataku suatu hari

Dengan riang dan gembira seakan-akan tanpa beban dia berkata, “Tidak. Harus tegas dari awal. Saya tidak mau nanti menjadi masalah. Kalau enggak, ya aku jadi suster aja.”

“Duh kaget saya. Kamu nggak kasihan sama mami. Nanti mami sendiri lagi.”

“Lah emang mami selama ini kan sendiri dan bisa.”

“Ih teganya sama mami ngomong kayak gitu. Kalau papimu masih hidup, ya nggak apa-apa. Mami punya teman, orang yang di samping Mami. Tapi kan udah nggak ada

“Ia tertawa dan memeluk, berkat. Love you, Mam.

“Saya bahagia. Kami saling memberi pelukan-pelukan kecil hangat dan lembut.

Kita merayakan pesta Santo Yoakim dan Santa Ana,  orangtua Maria, Bunda kita.

Dari buahnyalah  kita mengenal pohonnya. “Kebajikannya tidak sampai terlupa. Semuanya tetap tinggal pada keturunannya sebagai warisan baik yang berasal dari mereka.” ay 10b-11.

“Berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar.” ay 16.

Tuhan, semoga aku melihat dan mendengar-Mu, terlebih mereka yang kecil dan menderita. Amin.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version