Home BERITA Hidup Kaum Religius

Hidup Kaum Religius

2
Ilustrasi: Tiga Suster Novis mengucapkan Kaul Perdana mereka untuk hidup setia melakoni semangat dan komitmen diri pada nilai kemurnian, ketaatan, dan kemiskinan. (Dok. SFIC)

KEHIDUPAN kaum religius merupakan kehidupan yang umumnya hidup dalam biara atau di dalam komunitas. Mereka menarik diri dari dunia luar. Untuk menjadi abdi Allah yang mencintai-Nya lebih dari segala sesuatu.

Tujuan hidup mereka adalah memuji, memuliakan mengabdi dan menghormati Tuhan. Komunitas menjadi bagian dari hidup mereka, yang merupakan anugerah Tuhan yang sangat disyukuri.

Setiap anggota dari ujung bumi, tidak pernah berkhayal akan bertemu tapi menjalani hidup yang sama dalam rumah formatio, demi menjawab panggilan atau demi panggilan itu sendiri.

Dengan demikian, komunitas yang ada mereka pandang dan terima sebagai anugerah dan karunia Tuhan bukan milik atau bawaan yang bisa dimanfaatkan.

Laki-laki sejati yang telah bergabung dalam komunitas dan menjalani hidup membiara mesti hidup berselibat (tidak menikah).

Sebagai penyambung lidah Allah, mereka bukan saja tidak menikah. Melainkan juga bertindak dan bertingkah laku yang mencerminkan kesucian hati dan budi, dengan mengacu pada pribadi Kristus.

Konsili Vatikan II dalam dekrit tentang Kehidupan dan Pelayanan Para Imam Presbyterorum Ordinidinis (PO) sehubungan dengan selibat mengemukakan beberapa hal pokok:

  1. Selibat adalah pantang sempurna dan sumur hidup demi Kerajaan Surga. “… dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Surga. Siapa dapat mengerti, hendaklah ia mengerti (bdk. Mt.19: 12).
  2. Selibat menunjukan bahwa pengutusan imam seutuhnya dibaktikan dalam pengabdian baru, yang bukan berasal dari darah atau daging. Bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki melainkan dari Allah. (bdk. Yoh 1:13).
  3. Dengan menghayati selibat demi Kerajaan Surga para imam secara baru dan luhur dikuduskan bagi Kristus (bdk. Mat 19:12). Mereka lebih mudah berpaut pada-Nya dengan hati tidak terbagi (bdk.1 Kor.7: 32-34).
  4. Menjalani hidup selibat, para imam menjadi saksi oleh kehidupan yang akan datang, yang sekarang sudah hadir melalui iman dan cinta kasih, di mana putera-puteri kebangkitan tidak menikah dan dinikahkan lagi (Luk. 20: 35-36).

Selain hidup berselibat, kehidupan kaum religius juga menghayati kaul-kaul atau janji setia yang terdiri dari kemurniaan, ketaatan, dan kemiskinan.

Kaul kemurnian adalah ungkapan penyerahan diri yang total kepada Allah. Kehidupan mereka mesti murni demi mempersembahkan hidupnya yang terbaik untuk Tuhan.

Kaul ketaatan adalah sikap seorang hamba yang setia pada tuannya yang pada zaman sekarang telah diporak-porandakan dengan pelbagai impian atau ambisi demi kesenangan pribadi.

Kehadiran kaum berjubah menjadi kesaksian yang nyata di dunia ini.

Hal ini ditunjukan dengan setia dan sukarela taat kepada uskup untuk menjadi misionaris di daerah terpencil, dan yang terakhir adalah kaul kemiskinan.

Kaul kemiskinan adalah tanda kesederhanaan dan kerendahan hati. Selain itu, kaul kemiskinan mengungkapkan penyerahan diri, bahwa Allah adalah satu-satunya harta yang berharga.

Dengan menghayati kaul, kaum religius sebagai tanda orang yang menyerahkan diri yang total kepada Allah dan menjadi kesaksian bagi dunia bahwa Allah adalah satu-satunya sumber kebahagiaan dan sukacita sejati.

Mereka dipilih dari dunia dan diutus untuk berada di tengah dunia dalam hubungannya dengan Allah.

Mereka bertindak dan bertingkah laku yang mencerminkan kesucian hati dan budi yang mengacu pada pribadi Kristus.

Buku rujukan:

  • Balo, Dominikus, Hidup Berselibat, Malang: Dioma, 2016.
  • Martasudjita, Emanuel, Komunitas peziarah, Yogyakarta: Kanisius, 1999.

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version