Rabu, 19 Januari 2022
1Sam.17:32-33.37.40-51.
Mzm: 144:1-2.9-10.
Mrk. 3:1-6
MENIMBUN kemarahan hanya akan mengikat rasa benci dan antipati.
Kebiasaan memendam emosi tidak akan membuat emosi itu hilang, justru malah akan membuat emosi tersebut tinggal di tubuh kita.
Namun juga perlu disadari bahwa tidak semua peristiwa harus ditanggapi dengan emosi.
Banyak hal perlu sedikit kerendahan hati dan kesabaran hingga semuanya berjalan lagi dengan baik.
“Saya merasa disepelekan oleh umat, sudah datang jauh-jauh hanya anak-anak yang ada di gereja, orang tua belum ada satupun yang datang,” kata seorang teman.
“Padahal misa mulai pukul 08.00 WIB, dan saya datang pukul 07.45 WIB,” lanjutnya
“Setelah menunggu hampir 20 menit baru beberapa orang datang,” ujarnya.
“Pengin rasanya meninggalkan mereka dan langsung pergi ke stasi lain,” lanjutnya.
“Namun saat itu, saya melihat kegembiraan dan keceriaan, serta kerajinan anak-anak membuat saya ragu untuk frontal dengan umat bahkan kemudian hati saya luluh,” katanya.
“Ada rasa malu muncul, melihat anak-anak ini datang pagi-pagi lalu menyapu kapel dan mengepel kemudian mengikuti Sekolah Minggu, tanpa mengeluh, tanpa marah, mereka tidak jenuh menanti temannya datang.
Sedangkan aku yang datang lebih lambat dari mereka dan tidak berbuat apa-apa langsung mau marah,” ujarnya.
“Saat itu saya merasa begitu kecil. Aku ini pelayan bukan tuan,” ujarnya lagi.
“Sudah sepantasnya aku sabar dan tidak cepat tersinggung lalu marah,” lanjutnya.
“Kesabaran dan senyum sedikit untuk umat lebih baik dari pada kata-kata keras dengan penuh amarah,” katanya.
“Saat itu juga, saya bangkit dan berdiri di depan pintu gereja menyapa umat yang datang ke gereja,” katanya lagi.
“Rasa marah hilang dan kemudian kurasakan sukacita, tenang dan gembira,” lanjutnya
Dalam bacaan Injil hari ini, kita dengar demikian.
“Kata Yesus kepada orang yang mati sebelah tangannya itu: “Mari, berdirilah di tengah.”
Kemudian kata-Nya kepada mereka: “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?”
Tetapi mereka itu diam saja.
Menjadi murid Yesus tidak cukup hanya dengan rajin ke gereja, rajin berdoa, tetapi kita juga harus rajin menolong orang yang membutuhkan bantuan.
Kita harus mengasihi Allah dan juga mengasihi sesama kita. Salah satu wujud kasih itu sabar dan tidak marah. Tidak sombong dan tidak mudah tersinggung.
Jangan menjadi seperti pemimpin-pemimpin agama Yahudi yang hanya kelihatannya rajin ke bait Allah, tetapi sebenarnya hatinya jahat.
Bagimana dengan diriku? Cukup sabarkah aku dalam melayani sesamaku?