Hosana Putera Daud

0
56 views
Ilustrasi: Romo T. Agus Sriyono, SJ, saat memberkati daun palma di Misa Minggu Palma, di Kampus ATMI, Cikarang, Bekasi. Minggu 02/04/2022).

Minggu, 13 April 2¹025

Yes 50:4-7
Maz 22:8-9.17-18a.19-20.23-24
Fil 2:6-11
Lukas: 22:14-23:56

MINGGU Palma mengawali pekan suci dengan sorak-sorai dan pujian.

Yesus dielu-elukan sebagai Raja, Sang Mesias yang dinantikan. Tangan-tangan terangkat mengibarkan daun palma, mulut-mulut memekikkan “Hosana”, dan pakaian dijadikan alas bagi keledai tunggangan-Nya. Suasana penuh sukacita dan harapan.

Namun, betapa cepat hati manusia berubah. Hanya beberapa hari berselang, sorak sorai berubah menjadi hujatan. Yang dulu mengeluk-elukkan, kini berteriak “Salibkan Dia.”

Tangan-tangan yang dulu menyambut, kini menggenggam cemeti dan pedang. Pakaian Yesus dilucuti, kehormatan-Nya direnggut.

Yesus tetap Raja, baik saat dielu-elukan dengan daun palma, maupun saat dipaku di kayu salib. Inilah kebenaran yang menampar kesetiaan manusia yang begitu mudah goyah.

Bagi dunia, seorang raja seharusnya kuat, penuh wibawa, menang di medan perang. Tapi Yesus menunjukkan jenis kerajaan yang berbeda, kerajaan yang dibangun bukan dengan pedang, tetapi dengan kasih; bukan dengan kekuasaan duniawi, tetapi dengan pengorbanan.

Di atas kayu salib, ketika tubuh-Nya tergantung dan darah-Nya mengalir, di sanalah kasih yang terbesar dinyatakan.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!”

Yesus tahu apa yang akan terjadi. Ia tahu penderitaan dan kematian-Nya telah ditetapkan sebagai bagian dari rencana keselamatan Allah. Tidak ada yang mengejutkan bagi-Nya, bahkan pengkhianatan dari sahabat dekat-Nya sendiri.

Namun perhatikan kata-kata-Nya: “Celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan.”

Ini bukan hanya peringatan bagi Yudas Iskariot, tetapi juga sebuah ajakan bagi kita untuk merenungkan hati kita sendiri.

Terkadang, kita juga “menyerahkan” Yesus, bukan dengan uang perak seperti Yudas, tapi dengan pilihan hidup kita: Saat kita lebih memilih kenyamanan daripada ketaatan. Saat kita diam ketika kebenaran harus dibela. Saat kasih kepada-Nya tergantikan oleh ambisi, kepahitan, atau ketakutan.

Minggu Palma bukan hanya tentang perayaan, ini adalah ajakan untuk merenungkan kesetiaan. Mudah bagi kita mengikut Yesus ketika hidup terasa lancar, ketika doa dijawab, ketika berkat berlimpah.

Tapi bagaimana saat Tuhan mengizinkan penderitaan? Saat hidup membawa kita pada jalan salib?

Yesus tidak menuntut kita menjadi sempurna, tetapi Ia mengundang kita untuk setia. Untuk terus berjalan bersama-Nya, bukan hanya di jalan yang dihiasi sorak-sorai, tapi juga di jalan sunyi menuju Golgota.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku mengikut Yesus karena kemuliaan-Nya saja?
Ataukah aku juga bersedia mengiring-Nya dalam penderitaan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here