Kamis 8 Juni 2023
- Tobit 6:10-11; 7:1,6,8-13; 8:1,5-9
- Mazmur 128:1-2,3,4-5
- Markus 12:28b-34.
MENCINTAI dan dicintai dengan sepenuh hati itu sangat membahagiakan.
Banyak orang yang belum bisa mencintai dengan benar. Cinta menjadi tidak benar jika hanya tertuju pada diri sendiri bahkan ketika dengan sadar atau tidak sadar memanipulasi orang lain, demi kebahagiaan sendiri.
Cinta seperti itu hanyalah cinta egois.
Cinta pada diri sendiri yang bukanlah cinta egois, manakala kita ”menerima diri sendiri apa adanya”, termasuk pengalaman-pengalaman yang menyakitkan, entah yang disadari maupun belum/tidak disadari.
Jika kita belum selesai dengan penerimaan diri kita – diri sendiri apa adanya- , jangan pernah berharap kita ”bisa mencintai sesama” apalagi ”mencintai Tuhan”.
Bahwa dengan menerima diri sendiri apa adanya, kita dapat menerima orang lain seperti apa adanya mereka, tanpa menuntut orang lain menjadi seperti ‘mau’nya kita.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.
Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
Tuhan Yesus dengan bijaksana menegaskan bahwa inti dari Hukum Taurat adalah mencintai Allah dan mencintai sesama manusia. Yang dikenal dengan Hukum Kasih.
Hukum Kasih itu disimbolkan dengan kayu salib Kristus. Kayu yang vertikal melambangkan relasi kita dengan Allah, sedangkan kayu yang horizontal melambangkan relasi kita dengan sesama.
Dalam menghayati Hukum Kasih itu, kita sebagai murid-murid Yesus diharapkan untuk mengasihi Allah dan mengasihi sesama.
Kita diundang untuk mengasihi orang lain seperti mengasihi diri kita sendiri, termasuk mengasihi musuh kita, mengasihi orang yang menyakiti kita, mengasihi orang yang menfitnah kita, maupun mengasihi orang yang telah mengkhianati kita.
Mencintai Tuhan dan sesama dalam keadaan apapun akan menumbuhkan dalam hati manusia mengalami sukacita yang sejati.
Pribadi seperti inilah yang selalu diinginkan Tuhan bagi kita ciptaan-Nya.
Menjadi orang-orang yang mempunyai hati yang tulus, luas, tinggi dan dalam, yang selalu menebarkan ketenangan bagi siapa saja.
Bagaimana dengan diriku?
Sudahkah aku menjadi orang yang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budiku?