SEKRETARIS Eksekutif Komisi Kepemudaan (Komkep KWI) RD Antonius Haryanto bicara panjang lebar tentang peta sosiologis-demografis orang-orang muda katolik di Indonesia secara umum. Ia bicara hal itu di forum seminar “Gereja Misioner Mengutus Orang Muda” di acara perayaan HUT ke-16 KBKK tahun 2017 di Aula SD St. Ursula Jl Pos Jakarta Pusat, Sabtu siang tanggal 18 Februari 2017.
Ia sengaja memaparkan kondisi OMK yang menurut dia pantas untuk diperhatikan oleh semua pihak. Antara lain, rendahnya partisipasi kaum muda katolik untuk mau terlibat dalam urusan gerejani. Kalau pun ada, maka jumlahnya tidak banyak dan biasanya hanya ‘orang-orang itu saja’.
Baca juga: Mgr. AM Sutrisnaatmaka di HUT ke-16 KBKK: Buatlah Kebaikan yang Membahagiakan Orang Lain (2)
Paparan bad news tentang kondisi OMK di Indonesia itu sengaja dikemukakan agar di kemudian hari muncullah good news tentang kiprah besar OMK Gereja Katolik Indonesia sehingga memberi warna cerah pada masyarakat dan umat katolik di Tanah Air.
Mencari ‘wow moment’
Merespon paparan Romo Antonius Haryanto soal peta sosiologis OMK di Indonesia, drg. Stefi dari Sekolah Penginjilan Remaja mengatakan bahwa memang susah-susah gampang mencari OMK yang mau terlibat dalam urusan-urusan gerejani. “Tapi itu tetap ada,” katanya di forum tanya-jawab pasca paparan yang dipandu RB Agung Nugroho –Pemred Majalah Hidup—sebagai moderator.
Menurut drg. Stefi yang juga merupakan anak kandung penggiat KBKK drg. Any Puspa, para pastor mesti pintar-pintar mencari ‘wow moment’ di kalangan para OMK itu agar kemudian tergerak hati dan mau terlibat. ”Memang tidak bisa banyak-banyak, tetapi sedikitnya ada beberapa orang yang talented, punya komitmen, dan ada kemauan untuk berbuat sesuatu demi masyarakat dan Gereja,” terang drg. Stefi.
Kesombongan menemukan ekspresinya
Seperti diakui oleh drg. Stefi, Timothy Jusuf pun mengakui hal sama. Banyak mahasiswa katolik menyerah kalah ketika mau diajak berkontribusi bagi Gereja lantaran beban waktu kuliah dan tugas yang sudah sangat menyita waktu dan tenaga. Itulah mengapa kalau acara-acara pada hari Sabtu pagi, banyak anak muda dan mahasiswa katolik susah diajak ikut serta.
“Lebih baik menarik selimut untuk kemudian tidur lagi daripada pergi keluar rumah untuk menghadiri event gerejani,” kata Timothy, mahasiswa fakultas kedokteran yang langsung diiyakan oleh drg. Stefi.
Pengalaman lain diutarakan oleh Elbert, aktivis Pemerhati Gereja Katolik (PGK).
Saat masih menjadi mahasiswa, katanya berterus-terang, ia tak terlalu bersemangat aktif berkegiatan di forum-forum pelayanan gerejani. Namun, ketika bakat dan passion-nya di bidang pembangunan fisik sesuai dengan kuliahnya di Unpar, maka kini ‘kesombongan’-nya telah menemukan salurannya untuk bisa diwujudkan sebagai kegiatan berbuat kebaikan di masyarakat dan gereja.
“Jadi, kalau masih muda dan sombong ya boleh-boleh saja, asalkan hal itu akhirnya disalurkan pada hal-hal positif yang berguna untuk masyarakat luas dan khususnya umat katolik,” jelasnya.
Tuhan memberi sukacita
Angel Li, orang baru di KBKK, juga tampil sebagai pembicara di sesi akhir. Sekali waktu dia ikut misi bakti kasih ke Pulau Sumba bersama tim besar KBKK pada momen Pekan Misioner Indonesia di Keuskupan Weetebula. Menurut dia, sesuai pengalamanya pribadi, keputusannya ingin terlibat dalam kegiatan berbuat kebaikan itu dilakukan dengan ‘tutup mata’. Ia mengaku tidak tahu akan berjumpa dengan siapa, berteman dengan siapa, dan bisa melakukan apa di ‘lapangan’.
Kalau sudah ada niat mau menjadi ‘misionaris’ untuk berbuat kebaikan bagi sesama, sebaiknya ‘tutup mata’ saja. Demikian kesimpulan akhir setelah merangkai refleksi pribadi usai kegiatan berbuat kebaikan di Pulau Sumba bersama rombongan KBKK tersebut.
“Jangan lagi dipusingkan nanti jalan dengan siapa, ketemu siapa, tidur dimana, enak tidak dan seterusnya. Itu karena –berdasarkan pengalaman saya—Tuhan akan memberikan sukacita yang besar di sana,” tandasnya.
Jadi di forum seminar KBKK bertema “Gereja Misioner Memanggil Orang Muda” itu pada titik simpulnya berakhir dengan tiga kata kunci penting yakni ‘wow moment’, ‘tutup mata’, dan sukacita besar sebagai ‘hadiah’ dari Tuhan.
Seminar singkat ini menjadi menarik berkat partisipasi kelompok OMK dari Paroki St Yoseph Matraman; Rico, Selmy , dan Tyo bersama mentornya Threes Rita.