PADA 18 Juni 2018 di Tokyo Jepang, 18 tahun setelah peluncuran Klasifikasi Statistik Internasional Penyakit atau ‘The International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems’ (ICD) versi 10, WHO merilis ICD versi 11 yang pada 2019 seharusnya diadopsi oleh semua negara, termasuk Indonesia.
Apa yang seharusnya kita pahami?
Sejarah ICD dimulai di Inggris pada abad ke-16. Setiap minggu, ‘the London Bills of Mortality’ mengumumkan penyebab kematian pada abad pertengahan, misalnya kudis (scurvy), kusta (leprosy), dan wabah penyakit lainnya. Perang Krimea (1853–1856) adalah pertempuran yang terjadi antara Rusia melawan Sekutu yang terdiri dari Perancis, Inggris, Sardinia, dan Utsmaniyah Turki, terutama di semenanjung Krimea, mengubah banyak hal. Ketika Florence Nightingale baru saja kembali dari Perang Krimea, menganjurkan perlunya mengumpulkan data statistik tentang penyebab penyakit dan kematian yang dikumpulkan secara lebih sistematis.
Sekitar waktu yang sama, ahli statistik Perancis, Jacques Bertillon, memperkenalkan Klasifikasi Bertaine tentang Penyebab Kematian, yang diadopsi oleh beberapa negara. Pada tahun 1940, Organisasi Kesehatan Dunia mengambil alih sistem Bertillon dan mengembangkannya untuk memasukkan statistik tentang penyebab cedera dan penyakit, menghasilkan versi pertama ICD. Ini memungkinkan untuk pertama kalinya pengumpulan data morbiditas dan mortalitas secara seragam, untuk memetakan tren penyakit dan penyebab kematian.
Ada indikator yang lebih jelas untuk memberikan gambaran tentang kesejahteraan (wellbeing) suatu negara, selain data statistik tentang kesehatan. Indikator dalam bidang ekonomi yang secara luas digunakan seperti Produk Domestik Bruto, ternyata hanya dapat membuat gambaran kemakmuran individu, sedangkan data tentang penyakit dan kematian sebenarnya lebih mampu mengungkapkan bagaimana populasi suatu negara secra riil. ICD adalah landasan untuk menyusun data statistik kesehatan, karena cara ini mampu memetakan kondisi manusia dari lahir sampai mati, termasuk setiap cedera atau penyakit yang dihadapi dalam hidup dan penyebab kematian apapun, yang akan dikodekan secara seragam.
Tidak hanya itu, ICD juga mencatat beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan, atau penyebab eksternal terjadinya kematian dan kesakitan, bahkan dapat memberikan pandangan holistik pada setiap aspek kehidupan, yang dapat mempengaruhi kesehatan. Data statistik kesehatan ini menjadi dasar untuk hampir setiap keputusan medis yang dibuat dalam layanan kesehatan, termasuk untuk memahami apa yang menyebabkan orang sakit dan apa yang akhirnya menjadi penyebab kematian.
Selain itu, ICD dapat memiliki kepentingan finansial yang sangat besar, karena kode ini digunakan untuk menentukan tempat yang paling baik untuk menginvestasikan sumber daya yang semakin sedikit, bahkan di Amerika Serikat, kode ICD digunakan sebagai dasar dari penagihan biaya asuransi kesehatan.
Di dunia ini terdapat 7,4 miliar orang yang berbicara hampir menggunakan 7.000 bahasa, sehingga ICD menyediakan kosakata umum untuk merekam, melaporkan, dan memantau masalah kesehatan untuk semua orang. Lima puluh tahun yang lalu, tidak mungkin bahwa penyakit seperti skizofrenia akan didiagnosis sama di Jepang, Kenya dan Brasil. Namun, sekarang, jika seorang dokter di negara lain tidak dapat membaca catatan medis seseorang, mereka akan tahu berdasarkan kode ICD.
ICD 11 ini memerlukan lebih dari satu dekade dalam pembuatannya dan merupakan peningkatan besar dari ICD-10. Paling tidak ada tiga kelebihan, yaitu pertama, telah diperbarui untuk menyongsong abad 21 yang mencerminkan kemajuan penting dalam iptek kedokteran. Kedua, dapat terintegrasi secara baik dengan aplikasi kesehatan elektronik dan sistem informasi digital.
Versi baru ini sepenuhnya elektronik, secara signifikan lebih mudah untuk diimplementasikan, sehingga akan menyebabkan lebih sedikit kesalahan. Selain itu, juga memungkinkan lebih detail untuk dicatat dan lebih mudah diakses, terutama untuk fasilitas kesehatan dengan sumber daya minimal.
Yang ketiga, fitur penting adalah bahwa ICD-11 telah dihasilkan melalui cara kolaboratif yang transparan, yang cakupannya belum pernah terjadi dalam sejarah. Kompleksitas ICD kadang-kadang membuatnya tampak seperti sangat rumit dan penggunaannya membutuhkan pelatihan yang lama. Tujuan utama dalam revisi ini adalah untuk membuat ICD lebih mudah digunakan.
Keputusan untuk merevisi ICD menjelang abad 21 dilakukan pada tahun 2000, saat sidang Majelis Kesehatan Dunia. Pada saat itu, ICD telah direvisi setiap dekade dan ICD-10 yang sekarang duigunakan, dirilis pada tahun 1990. Peluncuran revisi ICD-11 berlangsung di Toyko dan akan berlaku secara global pada 1 Januari 2022.
Mengingat adaptasi teknis dan teknologi yang luas, maka diperlukan pelatihan untuk pindah ke sistem baru, yang melibatkan ribuan coders dari klinik perawatan kesehatan primer kecil sampai rumah sakit besar. Peralihan dari penggunaan ICD-10 ke ICD-11 tidak mungkin terjadi dalam semalam.
Meskipun mungkin saja akan ada beberapa negara sebagai pengguna awal, pastilah tidak banyak negara yang mampu beradaptasi dengan cepat. Bahkan beberapa negara masih menggunakan ICD-9 dan ICD-8. Sebagai pembanding, ICD-10 yang dirilis pada tahun 1990 pertama kali dilaksanakan penuh oleh Thailand pada tahun 1994 dan AS baru beralih penuh di tahun 2015.
Konsekuensi dari pengkodean terhadap layanan kesehatan, pembiayaan, dan asuransi kesehatan adalah bahwa dokter, pasien, dan asuransi di seluruh Indonesia, harus menggunakan ICD dengan versi yang sama.
Sudahkah kita siap?