DALAM khotbahnya pada hari Pentakosta, rasul Petrus berkata, “Seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus.” (Kisah Rasul 2: 36).
Benar, Yesus itu Tuhan dan Mesias (yang diurapi oleh Allah).
Tanggapan dari pendengar itu menarik. Mereka berkata, “Apakah yang harus kami perbuat saudara-saudara?” (Kisah Rasul 2: 37).
Mereka memanggil Petrus dan Yohanes saudara.
Petrus menjawab bahwa mereka mesti percaya dan dibaptis dalam Yesus. Mereka yang dibaptis dosa-dosanya diampuni dan karunia Roh Kudus dicurahkan atasnya (Kisah Rasul 2: 38). Itulah anugerah dari iman akan Yesus.
Setelah kebangkitan-Nya, Yesus menyebut lagi para murid dan pengikut-Nya saudara. “Pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.” (Yohanes 20: 17).
Bahwa Yesus tidak lagi menyebut mereka murid atau pengikut-Nya tetapi saudara menegaskan kedekatan-Nya dengan mereka. Ini tentang persahabatan. Hirarki atas bawah tidak diperlukan lagi di antara para saudara yang akrab berelasi (Yohanes 15: 15).
Kedekatan membawa konsekuensi.
Pertama, Yesus itu sungguh dekat dengan para saudara-Nya itu (Ibrani 4: 15). Dia bukan hanya saudara dekat, melainkan Dia ikut menanggung dosa mereka yang berat.
Kedua, para sahabat-Nya perlu bersikap yang sama kepada-Nya. Mereka mesti memiliki empati dan kasih kepada-Nya. Tidak terus melukai-Nya dengan dosa-dosa. Bukankah sahabat sejati tidak menyakiti sahabatnya?
Liturgi Selasa Oktaf Paskah membuka mata kita akan khasanah iman. Bukan hanya tentang kebangkitan, tetapi juga persahabatan Yesus dengan orang yang percaya kepada-Nya. Identitas Yesus dan para pengikut-Nya diungkapkan.
Selasa, 11 April, 2023 (Oktaf Paskah)