Bacaan 1: Kej 17:3-9
Injil: Yoh 8:51-59
Cinta sejati antara sepasang kekasih hanya mungkin terjadi jika keduanya saling menanggapi perasaan cinta diantara mereka. Demikian juga cintamu pada Tuhan.
Sebagai umat beragama kadang seseorang terjebak pada ritual saja. Rasanya, ketika semua ritual dilakukan maka sudah cukup dan komplit untuk bekal masuk surga sesuai tujuan orang beragama. Pada kenyataannya, itu belum cukup.
Beragama artinya adalah beriman.
Beriman jangan hanya sekadar menjalankan ritual keagamaan, seperti hanya mengikuti Misa Ekaristi dan aturan agama lainnya lalu sudah.
Iman sebagai tanggapan dari pewahyuan Allah kepada manusia. Namun tanggapan tersebut adalah kehendak bebas, artinya menanggapi secara positif yaitu adanya respon. Namun boleh juga manusia menolak menanggapi.
Menanggapi (respon) pewahyuan-Nya dengan cara taat dan setia pada kehendak-Nya. Sebab Allah selalu setia pada janji-Nya, namun pertanyaannya adalah apakah kita juga mampu setia pada-Nya?
“Dari pihakmu, engkau harus memegang perjanjian-Ku, engkau dan keturunanmu turun-temurun.”
Permintaan-Nya ini sampai diulang dua kali dalam perikop hari ini.
Hal ini juga disampaikan oleh Tuhan Yesus saat Ia berdebat dengan kalangan ulama Yahudi.
“Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.”
Namun sabda ini tidak nyambung dengan pikiran mereka. Sebagai ulama yang paham Kitab Suci ternyata mata hatinya telah tertutup untuk memahami keilahian Yesus. Dia-lah Allah Putera, Sang Sabda yang telah menjadi Manusia.
Siapa saja yang setia pada Firman-Nya, akan mendapatkan kasih karunia hidup kekal. Itulah janji-Nya pada setiap orang percaya yang menanggapi pewahyuan-Nya. Sama seperti janji-Nya pada Abraham dan keturunannya untuk hidup di Kanaan sebagai “Tanah Perjanjian” dan menjadi bangsa yang besar.
Pesan hari ini
Setia dan taatkah aku pada imanku?
“Dirimu memberiku arti hidup yang baru. Aku berjanji untuk mencintaimu sepanjang hidupku.”