HARI Sabtu, 12 April 2025, pukul 18.14 WIB, di RSPAD Gatot Soebroto, telah berpulang ke rumah Bapa di surga, sahabat, saudara, dan panutan kami: Mas Laurentius Suryoto Ispandriarso dalam usia 70 tahun.
Ia mengalami serangan stroke tanggal 3 April 2025. Ia telah menerima Sakramen Perminyakan sebelum wafatnya.
Mas Suryoto adalah senior saya di Seminari Mertoyudan. Ia masuk SMA melalui KPP tahun 1972, sementara saya memulai tahun 1977. Kami terpaut lima tahun secara angkatan, namun secara persahabatan, terasa dekat dan akrab.
Pagi hari, Sabtu 12 April 2025, entah mengapa, sebanyak tiga kali -pukul 05.31, 05.40, dan 05.42 WIB- saya merasa tergerak untuk menyapa ia dengan ucapan “Selamat Pagi”.

Perasaan ini tidak biasa. Seakan Mas Suryoto hendak berpamitan kepada saya secara batin. Saya kemudian mengirimkan gambar renungan dari Roma 12:12: “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, bertekunlah dalam doa.”
Tak lama kemudian, saya kirimkan pula video pendek lagu rohani: “Selamat pagi Bapa, selamat pagi Yesus, selamat pagi Roh Kudus… Terimakasih… kubersyukur…”
Ada semacam komunikasi jiwa, seolah Mas Sur hadir dan memberi salam perpisahan. Usai Misa Pekan Suci di Gereja Maria Kusuma Karmel, sekitar pukul 18.30, saya menerima kabar duka. Hati saya tercekat. Mas Suryoto telah berpulang. Segera kenangan demi kenangan bersama ia berkelebat di ingatan.
Murah hati dan murah senyum
Saya mengenal Mas Suryoto sebagai pribadi yang ramah, rendah hati, dan murah senyum. Ia senang menyapa, ringan tangan dalam membantu sesama alumni, terutama mereka yang mengalami kesulitan.
Banyak teman alumni yang putus studi atau kesulitan ekonomi dibantu oleh Mas Suryoto agar dapat bekerja, baik di perusahaan outsourcing yang ia kelola bersama rekan-rekannya, maupun disalurkan ke perusahaan lain melalui jejaring alumni.
Tiga kali
Saya pribadi tiga kali bekerjasama dengan perusahaan yang dikelola Mas Suryoto. Hubungan kerja itu berlanjut sampai sekarang karena pelayanan yang diberikan sangat profesional dan sesuai dengan perjanjian kerja antar lembaga.
Mas Suryoto juga aktif merangkul teman-teman alumni lintas angkatan melalui berbagai kegiatan: dari Palingsah (Paguyuban Lingkaran Sahabat Mgr. Suharyo) yang kemudian berkembang menjadi BKSY (Berkat Santo Yusup), hingga pertemuan alumni yang mempererat jejaring dan keakraban.

Ia juga memperkenalkan saya pada Sudara (Sumber Daya Rasuli)—komunitas HRD Katolik yang sangat aktif. Saya kerap mengikuti pertemuan Sudara di berbagai tempat. Melalui Mas Suryoto pula saya terlibat dalam Cripingan, yang kemudian berkembang menjadi PGU (Paguyuban Gembala Utama) yang kini menjadi mitra Komisi Seminari KWI.
PGU merupakan forum diskusi ringan antar alumni yang dimulai sejak saya keluar dari Seminari Tinggi KAJ tahun 1984. Pertemuan pertama kami bahkan berlangsung di ruang kuliah STF Driyarkara, Oktober 1984.
Pertemuan terakhir saya dengan almarhum Mas Suryoto dan Ibu Maria Endang Sri Hadiningsih terjadi dalam acara pernikahan anak saya: Berta dan Bimo, hari Sabtu, 1 Februari 2025. Ia hadir dengan senyum khasnya dan sapaan hangat seperti biasa.
Satu pesan yang selalu saya ingat dari Mas Suryoto: “Tetaplah menyapa teman-teman alumni, baik senior maupun yunior. Jalin persaudaraan agar kita tetap guyub dan saling mendukung.”

Hari ini, saya mengucapkan: Selamat jalan, Mas Suryoto.
Engkau telah menyelesaikan ziarah hidupmu dengan penuh kesetiaan, menjalani ajaran Yesus: “Akulah Jalan, Kebenaran, dan Hidup.”
Berjalanlah dengan langkah tegak menuju tempat yang telah disediakan oleh Yesus: Surga damai yang abadi.
Terimakasih atas segala perhatian, bantuan, dan persaudaraan yang telah Mas Suryoto bagikan. Jejak kebaikanmu tak akan hilang, karena kami—teman-teman alumni dan sahabat-sahabatmu—akan terus meneruskannya.
Semoga seluruh rangkaian doa, pemakaman, dan penghiburan bagi Ibu Maria Endang, anak-anak, menantu, dan cucu-cucu berjalan dengan lancar dan penuh pengharapan. Amin.
Salam takzim
Basuki Ismael
Lurah Merto KPP 77/KPA 80
Baca juga: In memoriam Mas Suryoto, baju sasaringan dari Banjarmasin (1)