KABAR duka kematian Pastor Agustinus Soplanit MSC hari Kamis pagi, 27 Juli 2023, segera terbaca di ratusan medsos umat Katolik dan kenalan-kenalannya di Maluku dan Merauke, Papua.
Almarhum meninggal karena serangan jantung; dalam usia 59 tahun.
Ucapan duka dengan memajang foto bersamanya, serta syering pengalaman dengannya tertebar di banyak akun Facebook dan medsos lainnya.
Sosok Pastor Agus Soplanit MSC cukup “merakyat” di mata umat Katolik di dua Keuskupan itu. Pastor Agus memiliki suara yang bagus dan keterampilan dalam dunia tarik suara.
Ia menjadi pelatih kelompok nyanyi yang memiliki segudang prestasi. Pada kesempatan Pesparani di Kupang beberapa waktu lalu, terlihat kelompok koor binaannya berhasil meraih beberapa medali.
Saat menjadi frater MSC di Skolastikat MSC Pineleng, Agus aktif membentuk kelompok nyanyi hingga melahirkan satu album kaset berisi lagu-lagu ciptaan para frater MSC.
“Broery Ambon”
Selain humoris, suka senyum, Pastor Agus mewarisi darah seni tarik suara yang indah dari sang paman atau om bernama Zeth Lekatompessy asal Desa Amahusu, Kota Ambon.
Di Ambon, Zeth Lekatompessy dikenal sebagai “Broery Ambon”.
Kenapa “Broery Ambon”? Karena kualitas suara Zeth tidak kalah dari suara penyanyi Broery Pesulima, anak Kudamati, yang lebih menguasai panggung musik di Jakarta.
Walau menjadi idola masyarakat Ambon, namun Om Zeth tak mau suaranya direkam di studio dan dikomersiilkan. Kota Ambon di masa teknologi karaoke belum dikenal, masyarakat sangat suka menonton aksi-aksi band dalam setiap hajatan atau pergelaran seni.
Di situ, Om Zeth selalu tampil diiringi satu dua grup band; seperti dulu Band Wijaya Kusuma milik Kodam XV Pattimura.
Zeth yang berambut kribo seperti penyanyi Ambon lainnya seperti Melky Goeslaw, Jonas Souissa selalu tampil memikat dan menguasai panggung. Orang di Ambon sangat menyukai warna suaranya.
Lagu-lagu Ambon seperti E Tanase, Dayung Sampan, Toma, Bulan Pake Payung, Pangkuan Ibu atau Gunung Salahutu dilantunkan secara merdu oleh Om Zeth.
Zeth Lakatompessy juga unggul dalam membawakan lagu pop nasional dan pop Barat. Dialah “Broery Ambon” sehingga orang di Ambon tidak terlalu mengharapkan Broery Pesulima untuk tampil di Kota Musik ini.
Musik untuk tata nilai
Tapi, Om Zeth menggunakan musik untuk membangun nilai-nilai kebersamaan sosial, seperti “pela-gandong” dalam kultur Maluku. Dia terlibat dalam kegiatan membangun karakter dan moral anak muda Maluku.
Apa yang dilihat pada diri sang paman itu, kemudian mempengaruhi pikiran Pastor Agus Soplanit. Terlahir dalam sebuah keluarga Kristen Maluku dan tinggal di lingkungan tentara TNI AD OSM Ambon, Agus tumbuh seperti anak-anak tentara lainnya.
Sang ayah yang militer memberi kebebasan kepada anak-anaknya untuk berkreasi.
Tapi, Agus mengaku sangat terinspirasi dengan jiwa musik sang paman. Di kamar mandi, secara diam-diam dia melatih vokalnya. Bersama teman kelas dan teman kuliah, dia terus mengembangkan bakat suara yang Tuhan berikan padanya.
Saya mendengar cerita ini dari Agus di Manado, ketika kami masih bersama-sama hidup dalam Skolastikat MSC Pineleng.
Ketika ibunya meninggal dan tak lama ayahnya pensiun, mereka pindah rumah. Sejak itu Agus tak menjadi teman bermain saya, Edo Besembun (kini seorang pastor MSC) dan teman-teman lain di asrama tentara itu.
Kami pisah, sampai suatu saat saya melihatnya mau menjadi calon imam Katolik.
Saat kuliah di Unipatty Ambon, Agus merasa tertarik menjadi imam, walaupun saat itu dirinya masih menganut agama Kristen Protestan Maluku.
Tahun 1989 Agus dan teman-temannya Angkatan Pertama Seminari Kelas Persiapan Atas (KPA) Xaverianum, Ambon, berangkat mengikuti pendidikan di Seminari Tinggi Pineleng, Manado.
Sebagai putera Ambon yang memiliki talenta musik, Pastor Agus paham bahwa umat bisa “dididik” lewat musik. Lewat musik karakter seseorang bisa bertumbuh positif.
Pada lagu-lagu tradisional Maluku, kita menemukan sejumlah lirik berupa nasihat untuk hidup rukun dengan sesama.
Nasihat-nasihat orangtua kepada anak-anak tercantum pada lagu-lagu itu.
Pastor Agus sepertinya menemukan sebuah rumus berpastoral untuk masyarakat Maluku yang tinggal di pulau-pulau. Dari situ, lalu, dia berteologi. Teologi kontekstual.
Baca juga: In Memoriam Pastor Agustinus Soplanit MSC, Sebelumnya Alharmum Rayakan Pesta Perak Imamat (2)