Père (Pastor) Vincent Le Baron lahir di Noyant-la-Gravoyère, Perancis, 19 Agustus 1947. Waktu belajar di l’école primaire (SD) dan kemudian di lycée (Sekolah Menengah) di Negeri Anggur ini, almarhum Pastor le Baron dikenal sebagai anak pintar, tetapi bandel dan suka membolos.
Ia menjalani wajib militer dan menjadi sukarelawan dikirim ke Laos kurun waktu tahun 1970-1972, saat masih berkecamuk Perang Vietnam. Untuk menghilangkan stres sepulang dari ‘medan perang’, ia lalu pulang ke negaranya dan kemudian menjadi seorang petani di Perancis Utara.
![](http://www.sesawi.net/wp-content/uploads/2017/03/romo-vincent-le-baron.jpg)
Tahun 1973, almarhum Pastor le Baron masuk Seminari Tinggi MEP (missions étrangères) –kelompok imam-imam diosesan misionaris– di Paris dan melakoni studinya selama 3 tahun. Selama itu, ia aktif melakukan kegiatan pastoralnya antara lain melayani orang-orang Gypsy, tekun mengunjungi mereka setiap pekan dan memperjuangkan hak-hak mereka.
Ia menerima tahbisan diakon di tengah permukiman orang-orang Gypsy dan dikemudian hari ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 4 Juli 1976.
Sekitar tahun 1970-an pertumbuhan umat Katolik di Lampung semakin bertambah secara signifikan. Pada waktu itu, tenaga imam tertahbis dari Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ) di Keuskupan Palembang dan Keuskupan Tanjungkarang terbatas. Lalu, baru ada satu imam diosesan Keuskupan Tanjungkarang yakni RD. M. Dwijowandowo.
MEP datang ke Tanjungkarang
Sesuai misi MEP sebagai pastor praja misionaris, maka Mgr. Albertus Hermelink SCJ (Uskup Pertama Keuskupan Tanjungkarang) lalu meminta tenaga Serikat Misi Imam-imam Praja dari Paris yang dikenal sebagai MEP (Société des Missions Etrangères de Paris) untuk berkarya di Lampung.
Pada tanggal 18 Maret 1978 empat orang imam MEP datang berlabuh ke Indonesia dan mendarat di Tanjungkarang. Mereka adalah Romo Ferdinando Pecoraro (57), Romo Jo Gourdon (33), Romo Paul Billaud (32) dan Romo Vincent le Baron (31).
Sebelum berangkat ke Indonesia, almarhum Pastor le Baron MEP harus belajar bahasa Inggris di London bersama Romo Jo dan Romo Paul. Harap maklum, karena orang-orang Perancis dikenal sangat bangga dengan bahasa Perancis-nya sebagai très chic (indah, mengagumkan) maka tak banyak orang di Perancis mau belajar bahasa asing, termasuk bahasa Inggris.
Selama tiga bulan, mereka belajar mengenali Keuskupan Tanjungkarang dan selama enam bulan mereka belajar bahasa Indonesia di Bandung. Lalu mereka belajar bahasa Jawa di Yogyakarta (Juli 1979 – Maret 1980).
Di Lampung, almarhum Pastor le Baron berkarya di Paroki Kota Gajah sampai tahun 1984. Tahun 1984 ia berkarya sebagai pastor di Paroki Baradatu. Lalu ia menjabat Ketua Komisi PSE Keuskupan Tanjungarang sejak tahun 1995 dan juga mendampingi karya di Yayasan Citra Baru.
Setelah berkarya di UP Liwa, Paroki Sidomulyo dan di UP Bakauheni, almarhum Romo Baron dibebastugaskan dari karya pelayanan parokial dan kemudian tinggal di Paroki Teluk Betung sambil berkarya pastoral kategorial (pelayanan para tahanan di penjara). Kira-kira tiga bulan yang lalu karena kondisi fisiknya menurun dan supaya hidupnya menjadi lebih tenang, beliau dipindahkan dari Telukbetung ke Rumah Unio Padangbulan hingga sampai ujung akhir hidupnya, Senin 13 Maret 2017 (70 tahun), pkl 09.17 WIB.
Misa requiem untuk almarhum Pastor Vincent le Baron MEP telah berlangsung pada hari Kamis pagi tanggal 16 Maret 2017 tadi di Gereja Katedral Tanjungkarang bersama Bapak Uskup Keuskupan Tanjungkarang Mgr. Yohanes Harun Yuwono sebagai selebran utama. Prosesi pemakaman berlangsung di DSM Negeri Sakti, Pesawaran, Lampung dimana jenazahnya juga dimakamkan di sana.
Selamat jalan Romo Baron. Semoga Bapa di surga sudah menyiapkan tempat yang damai bagimu.
Doakan kami yang masih berziarah di dunia ini.