HARI Selasa Sore (13/03/2018), setelah santap malam, di selasar depan di ruang pertemuan Wisma Sikhar Banjarbaru, Kalsel, saya baru saja membuka smart phone dan sudah muncul kiriman pesan yang belum terbaca. “Br. Kris, sore ini, Pater Yeremias Melis OFMCap telah dipanggil Tuhan di Singkawang,” demikian pesan singkat yang dikirim Mgr. Agustinus Agus.
Spontan segera saya informasikan hal itu kepada rekan-rekan pastor yang kebetulan sedang mengikuti rapat koordinasi Program Komisi PSE se Regio Kalimantan bersama Tim Kerja Program Komisi PSE KWI di Banjarbaru.
Demikianlah berita yang cukup mengagetkan kami yang mengenal beliau dari dekat.
Menjadi teman sekerja
Pada tahun 2011 silam, nama sosok Pater Yeremias “Yere” Melis OFMCap yang sudah sangat kerap saya dengar. Almarhum adalah Ketua Komisi PSE Keuskupan Agung Pontianak yang dikenal punya perhatian besar akan bidang pemberdayaan sosial-ekonomi dan advokasi lingkungan hidup.
Tahun-tahun berikutnya, akhirnya saya malah terlibat menjadi teman sekerja almarhum di Komisi PSE Keuskupan Agung Pontianak. Semenjak itu, saya mencoba ingin mengenal pribadi beliau; terlebih keterlibatannya dalam kerja-kerja sosial-ekonomi dan advokasi pelestarian lingkungan di Kalimantan.
Pastor Yere, demikian kami biasa menyapanya, dengan penuh perhatian selalu ingat akan banyak orang Dayak di kampung-kampung yang tak berdaya. Terlebih mereka yang telah diperlakukan kurang adil oleh sesamanya. Orang-orang Dayak di kampung-kampung itu, kata beliau, harus selalu disadarkan dan dikuatkan agar mereka mampu secara terus-menerus berusaha hidup layak. Secara tidak langsung, sikapnya itu bisa membuat kami kadang merasa malu.
“Kalau kamu tidak berani mengingatkan mereka yang melakukan perusakan lingkungan, maka hal itu berarti kamu juga terlibat dalam perilaku merusak lingkungan,” ujarnya suatu ketika dalam pertemuan Komisi PSE.
Melayani secara tertib dan konsisten
Selain perhatiannya pada pelestarian lingkungan hidup dan kemiskinan orang-orang kampung, ia juga mengingatkan kami agar selalu melayani masyarakat secara konsisten dan disiplin. Setiap mengikuti rapat atau pun pertemuan, beliau selalu menanyakan jam berapa akan mulai dan jam berapa bisa selesai. Hal ini mengingatkan pada kami agar dalam menjalankan pelayanan kita perlu menghargai waktu dan orang-orang yang kita layani.
“Kopi pahit, tanpa gula” itulah minuman kesukaannya setiap kali almarhum Pastor Yere menemui kami di Kantor Komisi PSE Keuskupan Agung Pontianak.
Sejak tahun 1992 sampai tahun 2011, Pater Yeremias mengemban tugas sebagai Ketua Komisi PSE Keuskupan Agung Pontianak. Walaupun demikian, beliau masih memberi waktunya bersama di Komisi PSE/KKP-PMP/Karitas sampai tahun 2015.
Dokumentasi penting tentang misi Kalimantan
Untuk mengisi waktu purna tugasnya, secara tidak langsung ia tetap melakukan karya yang masih berkaitan dengan perhatian pada masyarakat di Kalimantan.
Caranya dia lakukan dengan menerjemahkan buku-buku atau arsip tentang dokumentasi misi Katolik di Kalimantan Barat yang masih tertulis dalam bahasa Belanda ke bahasa Indonesia.
Buku “Borneo Bagian Barat”
Sejak tahun 2012, Pater Yere sudah bergiat menerjemah beberapa buku berbahasa Belanda. Buku-buku yang telah diterjemahkan tersebut berkaitan dengan sejarah misi Katolik di Kalimantan dan buku-buku mengenai sejarah Kalimantan pada umumnya.
Salah satu karya terjemahannya yang telah banyak dicari-cari oleh para pencinta sejarah ialah buku Borneo Bagian Barat.
Dalam masa-masa terakhir hidupnya Pater Yere masih membicarakan proses buku yang hendak dicetaknya. Ketika saya mengunjunginya di Rumah Sakit St. Antonius Pontianak, ia mengeluhkan kondisinya tubuhnya yang makin menurun.
“Saya agak sulit bernafas dan sering kali jatuh kalau berdiri,” ujarnya dengan raut muka pucat pasi.
Memang menurut dokter, pada paru-parunya terdapat cairan. “Besok dokter akan melakukan penyedotan cairan di paru-paru, dan saya tidak tahu bagaimana nantinya,” sambungnya resah.
Walaupun demikian, almarhum masih sempat menyelipkan diskusi tentang perkembangan buku yang hendak dicetaknya.
Saya katakan, “Itu nanti akan segera saya bicarakan dengan pihak percetakan.”
Begitu jawab saya guna meyakinkannya sekadar untuk mengurangi kegelisahannya.
Biarkan mati secara alami
Berselang satu pekan kemudian, saya mendapat informasi bahwa beliau telah dirujuk akan berobat ke sebuah rumah sakit di Kuching, Malaysia. Namun, setelah merasa tidak mampu lagi bisa mempertahankan hidupnya, maka pada tanggal 11 Maret 2018, beliau memutuskan kembali dari perawatan di rumah sakit Kuching menuju ke Singkawang melalui Pos Perbatasan di Aruk-Sajingan, Sambas.
Tak lama kemudian, beliau dirawat kembali dan dua hari kemudian akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit St. Vincentius Singkawang.
Dalam wasiatnya, beliau telah menulis demikian.
“Saya ingin supaya saya bisa ‘pergi’ secara natural dan tidak mau mempertahankan hidup dengan alat-alat bantu medis,” begitu ungkap Minister Provinsial Kapusin Pontianak Pastor Hermanus Mayong OFMCap mengutip kata-kata wasiat almarhum Pastor Yere.
Kata-kata itu terucap dalam kata sambutan Minister Provinsial Kapusin Pontianak saat bersama-sama para pelayat lainnya mau mengantar Pater Yere menuju peristirahatan terkahir.
Selamat jalan Pater Yeremias, semoga bahagia bersama para Kudus dalam perjamuan di surga.
http://www.sesawi.net/in-memoriam-pastor-yeremias-yeri-melis-ofmcap-sekarang-beristirahatlah-dalam-damai-2/