KALAU harus menyebut jasa terbesar apa yang pernah dilakukan oleh almarhum Romo Horst Wernet SJ (93) terhadap Gereja Katolik Indonesia, maka jawabannya jelas. Romo Wernet SJ adalah sosok “pencetak” ratusan pastor. Juga sejumlah uskup yang kini tengah memimpin Gereja-gereja Lokal di seluruh Indonesia.
Para uskup itu antara lain Kardinal Suharyo (Keuskupan Agung Jakarta), Mgr AM Sutrisnaatmaka MSF (Keuskupan Palangka Raya), Mgr. Yustinus Harjasusanto MSF (Keuskupan Agung Samarinda), Mgr Robertus Rubiyatmoko (Keuskupam Agung Semarang) dan pendahulunya alm. Mgr. Pujasumarta, Mgr. Anton Subianto OSC (Keuskupan Bandung), Mgr. Vitus Rubianto Solichin SX (Keuskupan Padang), dan mantan Uskup Keuskupan Agung Merauke Mgr. Nicolaus Adiseputra MSC, Mgr. Pius Riana Prapdi (Keuskupan Ketapang, Kalbar), dan Mgr. Sunarka OFM (Uskup Keuskupan Pangkalpinang).
Ini sungguh tak lebay.
Lantaran kiprah dan jasa Romo Wernet SJ (1922-2022) yang terbesar bagi Gereja Indonesia itu justru beliau semi dan tuai di dua seminari “panutan” di tanahair, lantaran umur kedua seminari itu: Seminari Menengah St. Petrus Canisius Mertoyudan di Magelang dan Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan, Sleman, DIY.
Meski diselingi sedikit karya lain bidang pastoral di Paroki Muntilan di Jateng, praktis hidup almarhum Romo Wernet SJ hanya berlangsung di kedua tempat persemaian calon-calon imam di kedua seminari di Jawa Tengah ini
Terkenal di seminari, tak terdengar di luaran
Akibatnya, sosok Romo Wernet SJ praktis tidak dikenal di kalangan umat Katolik di “lapangan” yakni paroki dan di kalangan religius pada umumnya: selain mereka yang pernah berkarya di kedua seminari itu.
Kalau melihat rentang pelayanan Romo Wernet SJ di Indonesia mulai tahun 1957 sampai tahun 1998 ketika hendak meninggalkan Indonesia untuk kembali ke tanahairnya Jerman, maka selama kurun waktu yang teramat panjang itulah ribuan seminaris di Mertoyudan dan ratusan frater calon imam dari berbagai tarekat religius dan diosesan dari berbagai keuskupan di Kentungan telah merasakan peran dan jasanya.
“Salah satunya adalah membuka wawasan dunia global melalui pendidikan dengan harapan bisa menguasai Bahasa Inggris secara memadai. Dan syukur-syukur bisa sangat optimal dalam grammar, reading, speaking, dan juga writing,” tulis Romo FX Mudji Sutrisno SJ tentang sosok dan peran penting almarhum Romo Wernet SJ
Itu saja kisahnya belum cukup. Karena masih harua ditambahi peran penting lainnya yakni sebagai bapa rohani bagi para seminaris dan para frater.
Kegelisahan dan ketidaktenangan panggilan para seminaris dan para frater secara dramatis -dalam artian sangat apik- bisa dikelola dengam baik oleh Romo Wernet.
Semua hal baik itu terjadi berkat keramahtamahan dan kehangatan emosional yang setiap kali beliau tunukkan kepada semua anak bimbingan rohaninya.
Dan saya mengalaminya kurun waktu 1978-1982. (Berlanjut)