BERIKUT ini kami posting tulisan in memoriam bagus tentang sosok almarhum Romo Theodorus Tandyasukmana CM yang disebut kenak akrab dengan tokoh perampok legendaris Kusni Kasdus yang dikenal sebagai “Robin Hood” Indonesia.
Bahkan seorang preman berdarah dingin Kusni Kasdut pun “takluk” di hadapan almarhum Romo Tandya CM.
Kami menerima tulisan reposting ini dari seorang imam CM di Malang dan karena isinya bagus, izinkan Redaksi mempostingkannya kembali guna mengenang sosok imam yang murah hati ini.
Terima kasih kepada Penulis Asli yang tidak kami ketahui namanya.
————
Dulur SHC (Surabaya Historical Center) generasi 1970-an pasti mengenal sosok yang satu ini. Sosok yang pernah menghebohkan Indonesia terutama Surabaya dalam dunia kriminalitas (perampokan) kelas kakap.
Sosok ini tidak hanya disegani lawannya, namun juga dikenang oleh keluarga korban dan mengakhiri perjalanannya di Penjara Kalisosok Surabaya.
Ignatius Waluyo (Kusni Kasdut), anak yatim dari petani miskin di Blitar.
Kusni muda yang merupakan eks tentara Heiho. Saat meletus pertempuran di Surabaya tahun 1945, ia ikut bertempur melawan Sekutu dan penjajahan Belanda.
Kerasnya masa-masa revolusi fisik melawan penjajahan Belanda membuat kaki kiri Kusni Kasdut terdapat bekas tembakan sehingga membuat dirinya cacat.
Setelah revolusi fisik usai, Kusni mencoba mencari pekerjaan yang sepadan dengan martabatnya yang baru. Namun, kegagalan demi kegagalan ia dapat.
Untuk kesekian kalinya dan berbekal pengalaman semasa Revolusi 1945 ia berusaha masuk anggota TNI, tetapi ditolak. Penolakan ini disebabkan, karena sebelumnya ia tak resmi terdaftar dalam kesatuan.
Selain itu, juga karena kaki kirinya cacat.
Kegagalan-kegagalan tersebut membentuknya seolah diperlakukan tidak adil oleh penguasa waktu itu, seperti “habis manis sepah dibuang”.
Hal tersebut menimbulkan obsesi untuk merebut keadilan dengan sepucuk pistol, membenarkan diri memperoleh rezeki yang tak halal. Terlebih lagi membiarkan anak dan isterinya terlantar.
Bersama teman senasib dan seperjuangan yang tak ada harapan untuk menyambung hidup, Kusni pun akhirnya merampok.
Berbekal sepucuk pistol, tahun 1960-an Kusni bersama kawan-kawannya merampok orang-orang kaya di berbagai tempat dan hasil rampokannya dibagi-bagikan kepada kaum miskin.
Karena kelicinannya dan “kemurahan hatinya”, Kusni Kasdut sampai dijuluki Robin Hood Indonesia. Ia juga dikenal sebagai Si Kancil.
Selain gesit dan banyak akal, kemampuan lain yang pernah dimiliki adalah ia mampu melarikan diri dari penjara mana pun.
Kisahnya ini tercatat sebanyak tujuh kali, Kusni berhasil meloloskan diri dari penjara. Baginya, pengalaman tertangkap Belanda semasa revolusi membuatnya memandang penjara sebagai lembaga tempat penyiksaan yang sah.
Tahun 1976, Kusni Kasdut ditangkap, setelah melarikan diri dari Penjara Lowokwaru Malang dan dijebloskan ke Penjara Kalisosok Surabaya.
Di sel ke-5 blok B-II Penjara Kalisosok Surabaya, pertualangan Si Kancil berakhir. Jalan pertobatan dia jalani dan hukuman mati pun dijatuhkan kepadanya.
Keinginannya terakhirnya adalah ia ingin duduk di tengah keluarganya dan itu terpenuhi. Sembilan jam sebelum diantar pergi oleh tim eksekutor, di ruang kebaktian Katolik LP Kalisosok Kusni Kasdut dikelilingi keluarganya, Sunarti (isteri keduanya), Ninik, dan Bambang (anak dari isteri pertama), Edi (menantu, suami Ninik) dan dua cucunya, anak Ninik.
Jamuannya yang terakhir dengan capcai, mie, dan ayam goreng. Tapi rupanya hanya orang yang menjelang mati itu yang dengan nikmat makan, Kusni kemudian memeluk Ninik.
“Saya sebenarnya sudah tobat total sejak 1976” katanya, seperti direkam seorang pendengarnya.
“Situasilah yang membuat ayah jadi begini.”
“Sebenarnya ayah ingin menghabiskan umur untuk mengabdi kepada Tuhan, tapi waktu terlalu pendek”.
Ninik dan yang lain menangis.
“Diamlah,” lanjut ayahnya, “Ninik kan sudah tahu ayah sudah pasrah. Ayah yakin Tuhan sudah menyediakan tempat bagi ayah. Maafkanlah ayah.”
Tanggal 16 Februari 1980, pukul 03.00 dini hari, mobil polisi beriring-iringan meninggalkan Kalisosok. Banyak yang menyangka hukuman mati bagi Kusni Kasdut akan dilaksanakan di Pantai Kenjeran sebelah timur kota, ternyata rombongan menuju barat laut.
Di sekitar 8 km sebelum Gresik, iringan berhenti.
Rombongan turun dari kendaraan dan berjalan kaki menuruti pematang-pematang tambak, untuk mencapai tanah yang agak datar berpohon rimbun dekat Selat Kamal.
Di situ, segala sesuatunya telah siap.
Kusni terpancang di sebuah tiang dengan sehelai kain menutupi mukanya.
Romo Tandyosukmono CM membimbingnya dengan berdoa, lalu “Amin” dan peluru menggelegar.
Tuhan, selesai sudah.
Sumber: Sang Pejuang & Kompasiana (Dari FB Surabaya Historical).