UMAT katolik jangan menjadi kelompok eksklusif dan hanya bergaul dengan sesama orang katolik saja. Tapi, harus keluar dari ‘zona nyaman’ dan kungkungan menara gadingnya dan menyapa serta bergaul dengan pihak lain. Utamanya kelompok masyarakat beda keyakinan iman. Pokoknya, masyarakat lintas agama.
Inilah yang bisa saya baca, dengar, lihat, dan rasakan ketika ikut menghadiri misa requiem di Kapel Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan Yogyakarta untuk mendoakan almarhum Romo Yosep “Tuyet” Suyatno Pr, senior saya setahun di Seminari Mertoyudan kurun waktu tahun 1978.
Baca juga: In Memoriam Romo Yosep Suyatno Pr, Catatan Menjelang Tahbisan Imam Tahun 1989 (3)
Almarhum masuk Seminari Mertoyudan tahun 1977, setahun sebelum saya bergabung masuk.
Berbagai kalangan
Saat misa requiem di Seminari Tinggi Kentungan pekan lalu itu, saya melihat sendiri betapa luasnya jangkauan pergaulan lintas iman yang sejak puluhan tahun lalu telah dilakoni oleh almarhum Romo Suyatno alias Romo Tuyet ini. Mereka datang bukan hanya dari lingkup parokial. Tetapi justru dari kalangan non katolik.
Ribuan orang ini punya tujuan sama: ingin mendoakan almarhum Romo Tuyet, salah satu ‘mutiara indah’ Keuskupan Agung Semarang (KAS) yang berhasil meretas jalinan pertemanan dan kerjasama lintas iman.
Ibu Maslichah adalah seorang muslimah. Ia dengan senang hati datang melayat ke Seminari Tinggi Kentungan dimana jenazah Romo Tuyet didoakan secara liturgikal katolik. Kepada penulis, ibu ini mengungkapkan kekagumannya kepada kiprah almarhum Romo Yatno yakni kegiatan tanpa henti menggelorakan semangat dan berkegiatan lintas iman tanpa putus.
Terlebih, kata dia kemudian, “Saya melihat dan merasakan sendir bagaimana almarhum Romo Yatno ini telah memotivasi masyarakat di Somohitan untuk mau bergaul berbaur dalam kegiatan-kegiatan rohani lintas agama seperi Bulan Suci Ramadan, Perayaan Paskah dan Natal,” terang Ibu Muslichah, rekan kerja almarhum Romo Yatno di berbagai kegiatan lintas agama.
Sekilas kiprah almarhum Romo Yatno
Kiprah gaul lintas iman yang dirintis almarhum Romo Suyatno alias Romo Tuyet terjadi di panggung kegiatan relawan untuk para korban gusuran Waduk Kedung Ombo di Kabupaten Boyolali. Itu terjadi, ketika bersama teman-teman aktivis lintas agama lainnya, almarhum Romo Yatno sebagai frater muda mulai aktif membantu gerakan sosial yang diprakarsai oleh almarhum Romo YB Mangunwijaya Pr.
Dari kegiatan itulah, seingat penulis, Romo Tuyet mulai dikenal luas. Kiprahnya di forum komunikasi pemuka lintas iman ia lakukan dengan bergabung di FKUB selama kurang lebih 20 tahun terakhir ini sampai ia meninggal dunia.
Setelah merampungkan studi lisensiat teologi, almarhum Romo Yatno ditugaskan di Pematang Siantar selama bbrp tahun. Ia lalu ditugaskan kembali ke Yogya membantu sebuah paroki. Keinginan kuat untuk membantu kaum terpinggirkan tiada henti bergejolak di hatinya sehingga ia minta izin kepada Bapak Uskup Agung KAS saat itu yakni Mgr. Ignatius Suharyo agar diizinkan terlibat dalam kegiatan tersebut.
Saat bertugas pastoral di Paroki Somohitan, almarhum Romo Suyatno memprakarsai kegiatan Ramadan bersama di kampung-kampung. Ia juga membantu program pembangunan tempat ibadah bagi kaum muslim di beberapa lokasi di Paroki Somohitan. Almarhum Romo Suyatno juga membentuk program beasiswa untuk anak-anak tidak mampu.
Ketika berlangsung homili dalam misa requiem di Kapel Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan, Bapak Uskup Agung KAS Mgr. Robertus Rubiyatmoko mengakui bahwa almarhum Romo Yatno adalah sosok imam yang suka srawung. “Almarhum Romo Yatno kerap kali memotivasi orang-orang tertentu untuk semakin mengimani agamanya, bukan mengajak mereka pindah ingin jadi katolik,” ungkapnya.
Monsinyur Rubiyatmoko sempat terhenti sejenak saat menyampaikan homilinya, karena tidak kuasa menahan haru karena salah satu ‘aset penting’ di KAS telah meninggal dunia. Yakni, sosok imam diosesan KAS yang bekerja untuk semua golongan dan peduli dengan banyak orang.
Saya melihat jumlah pelayat ribuan orang, termasuk Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas, Kapolres, Komandan Kodim, Bupati Sleman dan wakilnya, Walikota Yogya, dan sejumlah tokoh FKUB. Mereka datang sedari awal misa sampai akhir.
Beberapa muslimah dengan kerudung kepala ikut layat dan mengheningkan cipta memberi penghormatan terakhir kepada Romo Yatno. Mereka mengaku kehilangan sosok imam yang bergaul luas dan tidak membeda-bedakan.
Salah seorang tokoh FKUB yaki Pendeta Purwanto malah mengatakan agar KAS segera mengganti sosok tepat untuk meneruskan karya almarhum Romo Yatno
Suasana layatan
Sekitar pkl 11.00 siang, baik sayap kiri, kanan, dan depan kapel Seminari Tinggi St. Paulus, juga aula berjubel dengan para pelayat yang rela antri berbaris dengan tertib memberi penghormatan. Acara ini berlangsung hingga pkl 13.00. Ada yang berdoa di depan jenazah Romo Yoseph Suyatno cukup lama, walau pun telah diumumkan untuk tidak berlama-lama.
Terlihat banyak sahabat muslim Romo Yatno juga termasuk dalam barisan tersebut dan memberi penghormatan terakhir.
Cuaca yang cerah dengan tiupan angin sepoi-sepoi serta kicauan burung menambah khusuknya suasana duka sebagaimana terlihat dari layar televisi yang terletak di berbagai sudut kapel.
Setengah jam sebelum misa requiem dimulai, Bapak Uskup Agung KAS Mgr. Robertus Rubiyatmoko didampingi oleh Mgr. Pius Riana Prapdi, Uskup Ketapang, menuju peti jenazah dan berdoa dengan kusuk di samping peti.
Tepat pkl 13.00 siang, misa requiem dimulai dengan konselebran utama Mgr. Robertus Rubiyatmoko didampingi Mgr. Pius dan Rektor Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan Romo Joseph Kristanto, teman seangkatan almarhum Romo Yatno sejak tahun 1977. Ikut di panggung altar adalah beberapa romo lain, baik romo rekan seangkatan, romo Paroki Kumetiran dan para imam lainnya. Suasana misa yang diiringi lagu-lagu requiem dan koor membawa ribuan pelayat ke dalam suasana hening. Umat mengikuti misa dengan khusuk.
Sebelum dibawa ke tempat pemakama masih diberikan kesempatan kepada para pelayat –termasuk Gubernur DIY dan tokoh lintas agama– untuk memberi semacam testimonial.