Home BERITA ISI Yogyakarta Gelari Romo Prier SJ Doktor Honoris Causa

ISI Yogyakarta Gelari Romo Prier SJ Doktor Honoris Causa

0
Romo Prier (tengah) bersama kolega dan muridnya. Foto : Dokpri

Institut Seni Indonesia, Yogyakarta menganugerahi gelar Doktor Honoris Causa (Dr.HC) kepada Pastor Karl Edmund Prier SJ dalam Sidang Senat Terbuka di Concert Hall, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Kamis (11/04/2023). Anugerah ini diberikan atas dasar Surat Keputusan Rektor Institut Seni Yogyakarta No. 286/IT4/HK/2023 tentang Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa Karl Edmund Prier SJ atas jasanya yang luar biasa di bidang keilmuan musik yang berlaku pada 10 Mei 2023.

Promotor penganugerahan gelar ini Profesor Triyono Bramantyo Ph.D yang juga salah satu murid Romo Prier menyebutkan bahwa dalam pembelajaran musik di ISI Yogyakarta selama 5 dasawarsa ini, Romo Prier telah menyumbang begitu banyak jasa. “Jika kita menyaksikan sekarang ini pembelajaran musik di ISI Yogyakarta berjalan baik dan menyaksikan tahun demi tahun selama 5 dasawarsa hingga kini, saat para mahasiswa lulusan jurusan musik dan musik etnomusikologi sudah tersebar ke seluruh Indonesia, semua itu berkat Romo Prier,”ujar Triyono.

Triyono menyebutkan lebih detail bahwa sumbangan Romo Prier terutama terkait dalam ilmu sejarah musik, ilmu bentuk dan analisis musik, ilmu kontrapung, sebagian tentang komposisi dan aransemen musik, serta teknik bermain piano. Bahkan, menurut Triyono, peran Romo Prier tak hanya itu.

Sumbangan pastor yang gemar bertopi pet ini dapat dinikmati dalam bentuk alunan inkulturasi nyanyian-nyanyian gregorian barat yang bisa dinyanyikan dengan iringan gamelan, organ atau piano. Juga dalam aransemen lagu daerah untuk Indonesia, paduan suara dalam format aransemen yang estetik. “Sebagian besar karya itu dilahirkan oleh Rm Prier yang tekun dan tangguh dalam ethos spirit hidupnya, hidup untuk musik,”ujar Triyono dalam pidatonya.

Triyono menyebutkan bahwa tak terhitung banyaknya tesis dan disertasi doktoral yang dibuat para akademisi di bidang musik tentang Romo Prier dihasilkan. Salah satunya yang telah dibuat oleh Rianti Mardalena Pasaribu dan Profesor Triyono sendiri. Pembelajaran musik oleh Romo Prier, menurut Triyono telah menjadi pewarisan literasi ilmu pengetahuan teknis musik yang diturunkan bagi generasi ke generasi mahasiswa yang belajar di ISI baik dalam empat program studi yang ada di jurusan musik dan prodi etnomusikologi ISI Yogyakarta.

Triyono juga menyebutkan bahwa pada awal tahun 70-an dan seterusnya di Indonesia ada gerakan komposisi musik. Ini tidak luput dari upaya keras Romo Prier untuk mengadakan lokarkaya kompsosisi musik pada tahun 1977, 1978, dan 1979. Lokakarya ini bahkan dihadiri tokoh musik dan sastra Indonesia seperti Doktor Liberty Manik dan TB Simatupang.

“Tiada hentinya perjuangan Romo Prier dalam mengembangkan pendidikan musik dan musik litrugi di Indonesia. Pengabdian sukarela yang amat panjang, tanpa keluh kesah, dan dilakukan dengan penuh senyum disertai persahabatan, keramahtamahan dengan siapa pun melebihi apa yang bisa dilakukan oleh banyak orang. Terima kasih, Romo Prier,”ujar Triyono.

Ki-ka: Romo Maradiyo Pr mewakili Uskup Agung Semarang, Romo Iswara SJ mewakili Komunitas Serikat Jesus Bener, Romo KE Prier SJ, Romo FX Murti Hadiwjayanto SJ mewakili Provinsial SJ dan Romo Y Sunaryadi Pr mewakili Komisi Liturgi KWI. Foto : Dokpri

Hidup untuk Musik
Dalam kesempatan penganugerahan, pria kelahiran Jerman tahun 1937 ini menyampaikan pidato ilmiahnya berjudul “Hidup untuk Musik”. Di hadapan sidang senat beserta para kolega pastor baik dari Serikat Yesus maupun Keuskupan Agung Semarang, Romo Prier mengungkapkan perjalanan panjangnya dalam memberikan sumbangan penting bagi perkembangan musik Gereja Katolik di Indonesia hingga kini.

Dimulai dengan belajar gamelan di Semarang dan Wonosari, Yogyakarta, tahun 1965, Romo Prier mulai merasakan dan menyadari keagungan serta keindahan alat musik ini. Tahun 1971 merupakan langkah awal, kata Prier dalam pidatonya. Pusat Musik Liturgi (PML) didirikan dengan berkantor di Jalan Abubakar Ali 1, Yogyakarta. Dimulai dengan kursus organ, penataran paduan suara dan pada 1975, PML mengadakan Kongres Musik Liturgi di Yogyakarta.

“Sebagai persiapan saya keliling di Indonesia untuk mencari “komponis” dan “hasil komposisi” baru,”ujar Prier. Mulai dari Flores, lanjut ke Timor dan Sumba, Prier keliling Nusa Tenggara Timur. Sementara di Yogyakarta, Paul Widyawan, rekan mudanya menyiapkan Kongres di Yogya, terutama dengan menciptakan sejumlah lagu Gereja dengan nuansa daerah, seperti Sumatra Barat, Kalimantan, Makassar, bahkan keroncong. “Namun yang paling besar adalah sendranyanyi “Pariwara” – suatu karya seni tari dan nyanyi berisi pengalaman transmigrasi dari Jawa ke Kalimantan, dengan latar belakang “exodus” yang dialami umat Allah dulu dan sebagaimana dialami orang zaman sekarang,”ujar Prier.

Empat tahun sebelumnya, tahun 1971 Prier sudah diminta mengajar di ISI (waktu itu masih AMI) dengan mata kuliah sejarah musik. Prier juga diminta mengajar musik Gereja di Seminari Kentungan.

Dan selanjutnya, berbagai hal dilakukannya hingga kini dengan berbagai aktivitas kursus dan pelatihan, aransemen musik dan lagu, pembaruan musik Gereja, menulis buku musik termasuk buku Madah Bakti dan paduan suara serta kegiatan perekaman video dan audio beserta kegiatan pengarsipannya.

“Meski tugas kami sebagai Pusat Musik Liturgi berfokus pada musik Gereja, namun tujuan ini hanya dapat dicapai dengan mempelajari musik khas Indonesia. Karena Gereja sejak pertengahan abad lalu mengakui bahwa di wilayah-wilayah tertentu, terutama di daerah Misi, terdapat bangsa-bangsa yang mempunyai tradisi musik sendiri, yang memainkan peran penting dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat,”ujar Prier.

Artinya, lanjut Prier, mau tidak mau Pusat Musik Liturgi bekerjasama dengan tokoh musik di luar Gereja, bukan untuk mengkristenkan orang tetapi agar musik itu mendapat penghargaan selayaknya dan tempat yang sewajarnya, baik dalam membentuk sikap religius mereka, maupun dalam menyesuaikan ibadat dengan sifat-perangai mereka. Demikian tulis Prier menutup pidatonya.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version