Minggu, 09 Januari 2022
Yes. 40:1-5.9-11.
Mzm: 104:1b-2.3-4.24-25.27.28.29-30; Tit. 2:11-14;3:4-7.
Luk. 3:15-16.21-22
SETIAP orang berhak memilih jalan kehidupan yang dipercayai akan membawa kebahagiaan.
Pilihan itu hendaknya muncul dari gerakan kerinduan dari dalam hati.
Bukan sekadar dorongan napsu dan kepentingan sesaat, namun karena pertimbangan arif yang muncul dari keterpesonaan.
“Tidak mudah untuk meyakinkan orangtuaku tentang ketertarikanku pada Kristus,” kata seorang pemudi.
“Saya sejak dulu punya keinginan mengenal dan mengikuti Tuhan Yesus tetapi orangtua menentangku,” lanjutnya.
“Mereka marah dan mengusirku, karena menemukan di tas sekolahku sebuah Rosario milik temanku yang saya pinjam,” ujarnya.
“Semakin bapak marah, bukannya membuat saya takut. Tetapi saya malah berpikir bagaimana bisa ikut ke gereja tanpa diketahui bapak dan ibuku serta kakak-kakakku,” ujarnya lagi.
“Sering kali saya diam-diam ke gereja dan belajar agama Katolik dari seorang ibu guru,” katanya.
“Namun bapak dan ibuku sangat menentang sampai saya menginjak dewasa. Bakan mereka berusaha menjodohkanku dengan orang pilihan mereka yang seagama dengan mereka,” katanya lagi.
“Saya tidak pernah tertarik dengan pilihan orangtuakum lalu saya berusaha dengan halus menolak mereka supaya tidak menyinggung perasaan mereka,” lanjutnya.
“Bapakku dan ibuku mengerti hal itu, hingga mereka marah. Saya tahu bahwa saya telah mengecewakan mereka, namun saya tidak bisa membohongi dorongan hatiku, keterpesonaanku pada Tuhan Yesus,” katanya.
“Hingga suatu hari bapak sambil memeluk pundakku menasihatiku. Bapak dan Ibu tidak lagi melarangku tetapi juga tidak mendukungku. Mereka hanya berpesan, supaya saya bertanggungjawab atas pilihanku dan tidak mempermainkan pilihan agamaku,” katanya lagi.
“Setelah itu saya bebas membuat pilihan dan menjalankan langkah-langkahku ke gereja. Saya ikut katekumen dan kemudian dibaptis,” ujarnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian.
“Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya.
Dan terdengarlah suara dari langit: ‘Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan’.”
Peristiwa pembaptisan Tuhan, mengajak kita memahami makna pembaptisan, baik yang dialami oleh Yesus maupun yang kita terima.
Mengikuti Yesus itu perlu perjuangan, dan keberanian untuk menjalani lorong kehidupan yang berbeda bahkan dengan orang tua dan saudara kandung.
Jalan Tuhan membahagiakan namun harus dijalani dengan hati yang tak terbagi.
Menjadi katolik itu indah dan menuntun kita hingga sampai rela berkorban dan berani meninggalkan sisi-sisi hidup yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Hingga Allah pun akan berkata kepada kita, “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.”
Bagaimana dengan diriku? Apakah aku setia menghidupi janji-janji baptisku?
Terimakasih renungan ya Pater?