Bacaan 1: Yer 28:1-17
Injil: Mat 14:13-21
Beberapa waktu lalu sempat viral, seseorang mengaku sebagai “Nabi Isa”. Celakanya ada saja orang yang percaya dan menjadi pengikutnya. Katanya, ia mendapat wahyu untuk meluruskan agama tertentu.
Jelas orang itu pendusta.
Kadang ada saja orang-orang yang suka dibohongi namun secara normalnya, manusia tidak suka dibohongi sebab hanya menimbulkan sakit hati dan kekecewaan saja. Malah ada juga yang mencari pembenaran dengan mengatakan bahwa berbohong demi kebaikan.
Mana ada kebohongan untuk kebaikan.
Bacaan hari ini mengisahkan bagaimana Nabi Hananya bin Azur orang Gibeon berdusta kepada para imam dan seluruh rakyat Israel. Dia mengatakan hal-hal manis kepada mereka bahwa dalam dua tahun mendatang, Tuhan akan mengembalikan:
- Segala perkakas rumah Tuhan
- Yekhonya bin Yoyakim, Raja Yehuda, beserta semua orang buangan dari Yehuda yang dibawa ke Babel
Sesuatu yang enak didengar pada masa itu karena Bangsa Israel memang sedang dihukum Tuhan ke pembuangan di Babel. Nabi itu berdusta, maka Allah lewat Nabi Yeremia meluruskan nubuat Hananya yang penuh kebohongan itu.
Atas kebohongannya terhadap umat Allah itu, Nabi Hananya mati di tahun itu juga oleh hukuman-Nya.
Berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Dia berasal dari surga maka ketika Ia menunjukkan suasana kesejahteraan surgawi bahwa di surga orang tidak ada yang kelaparan bahkan tidak perlu makan, itu adalah kebenaran.
Hidup bersama-Nya di surga, orang akan merasakan kelimpahan kesejahteraan selamanya.
Dalam kisah penggandaan lima roti dan dua ikan itu, dimakan oleh sebanyak lima ribu orang lebih dan masih ada sisa dua belas bakul.
“Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan.”
Demikian sabda-Nya.
Tuhan memenuhi kebutuhan jasmani mereka dan kita semua lewat para murid-Nya. Hal ini, juga merupakan teladan bagi para pengikut-Nya agar berbuat serupa, yaitu memberi makan orang yang lapar.
Pesan hari ini
Janganlah menjadi “Hananya zaman now” dengan mengatakan “demi Tuhan” dan sebagainya, untuk ambisi pribadimu.
Jangan sampai Tuhan menghukummu sama seperti ia menghukum Hananya.
“Terkadang seseorang menciptakan rasa sakit hatinya sendiri melalui ekspektasi.”