Kamis, 13 Oktober 2022
- Ef. 1:1-10.
- Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4,5-6.
- Luk. 11:47-54.
TIDAK semua orang bisa menerima teguran. Apalagi jika teguran itu menyentuh konsep harga dirinya.
Ditegur di depan orang banyak itu, bukanlah pengalaman yang menyenangkan. Bahkan menjadi pengalaman yang membuat kita malu.
Sering kali kita ditegur, karena sesuatu yang salah telah kita lakukan, dan kesalahan itu ditunjukkan supaya ada tindakan korektif.
“Jangan terlalu menyepelekan masalah yang dihadapi oleh anak kita,” kata seorang ibu kepada suaminya.
“Dia perlu perhatianmu, dia perlu kehadiranmu, namun kamu sama sekali tidak mempedulikan dia,” lanjutnya.
“Ini semua karena kamu terlalu memanjakan dia, hingga dia tidak pernah tahu terimakasih. Selalu menuntut saya mengasihi dia, padahal dia tidak punya perhatian pada kami,” sahut suaminya.
“Saya tidak minta dihormati hanya minta supaya dia tahu saya pun berjuang selama ini untuk menjadi bapak yang baik bagi anak kita,” sambungnya.
“Maka jangan bicara soal pendampingan anak dengan saya. Saya sudah melakukan banyak hal untuk kebaikan dia,” sambungnya.
“Hal ini bukan soal saya kurang perhatian tetapi anak kita yang terlalu menuntut,” lanjutnya.
“Memang kamu sudah banyak berkurban, namun semuanya akan sia-sia jika saat ini kamu tidak hadir manakala dia sungguh perlu kehadiranmu,” jawab isterinya.
“Saya mengingatkanmu bukan semata-mata untukku melainkan demi masa depan anak kita dan cucu kita,” sambungnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Celakalah kalian, hai Ahli-ahli Taurat, sebab kalian telah mengambil kunci pengetahuan. Kalian sendiri tidak masuk ke dalamnya, tetapi orang yang berusaha masuk kalian halang-halang.”
Setiap kali kita ditegur, marilah kita mendengar suara Tuhan, supaya kita bisa memperbaiki kesalahan kita dan menyembuhkan luka dosa kita, sehingga belas kasihan dan belas kasihan Tuhan dapat mengalir ke dalam hati kita.
Hanya orang yang tegar hati dan mata gelap yang tidak mau diubah oleh teguran atau masukan orang lain.
Kita telah berjuang demi kebaikan bagi orang-orang yang kita cintai. Namun pada suatu ketika semua tidak berjalan dengan baik, kita perlu rendah hati supaya pengurbanan kita tidak sia-sia.
Kita ini menerima anugerah Allah dengan cuma-cuma dan punya peran yang penting dalam membuka kebenaran hidup bersama.
Selayaknya kita terbuka hati untuk membantu orang lain demi kehidupan bersama yang baik dengan cuma-cuma pula.
Jangan sampai orang lain terhalang karena kepicikan dan ketegaran hati kita.
Bagaimana dengan diriku? Apakah aku berani merawat sikap dan perilakuku demi kebaikan bersama?