Sebetulnya semua itu dapat merupakan masalah kemampuan paranormal yang manusiawi. Dengan pengertian ini, kita hendaknya tidak terlalu mudah untuk mengatakan sedikit-sedikit adalah takhayul, gugon tuhon, atau perbuatan setan atau malaikat.
Di lain pihak sangat bijaksana kalau kita tidak mengeneralisasikan “nggebyah uyah” bahwa semua yang bersifat “ekstra inderawi” hanyalah fenomen paranormal melulu.
Kalau kita tidak memahami seluk beluk keparanormalan, dapat terjadi bahwa kita hanya melarang dan melarang atau justru membiarkannya saja tanpa peduli. Karena keparanormalan menjadi desas-desus cukup umum dan tidak jarang membuat umat gelissah dalam penanganan pastoral :
a. Umat selayaknya mendapatkan pengertian tentang keparanormalan secara proporsional;
b. Mempertemukan orang-orang yang dirasa mempunyai kemampuan paranormal sesuai dengan pendalaman bidang-bidangnya;
c. Dimungkinkan adanya sekolah keparanormalan bagi mereka yang dirasakan mempunyai bakat, dengan mengundang para ahli untuk mengajar;
d. Tidak boleh dilalaikan adanya pembinaan bagi para berbakat paranormal untuk menghayati bakat keparanormalannya dalam iman dan moralitas kristiani yang sehat : mengembangkan dan menggunakan kemampauan paranormal untuk menyejahterakan orang lain dan juga dirinya.
Pandangan bahwa kemampuan paranormal adalah kurnia kodrati, tidaklah menutup (di kesempatan lain) kebenaran bahwa adanya gejala ekstra inderawi berkemungkinan itu adalah kurnia adikodrati.
Artikel Terkait :
Kemampuan Paranormal, Ciptaan Allah yang Melekat pada Manusia (5)