Senin, 26 Fenruari 2024
- Dan. 9:4b-10;
- Mzm. 79:8,9,11,13;
- Luk. 6:36-38.
KITA pasti pernah mendengar kalimat, “Hei, jangan sok suci ya.” Kita mungkin juga sering mengutarakan hal ini kepada orang yang berusaha menasihati kita. Fenomena ini, setidaknya, sedang menunjukkan bahwa tidak ada satu orang pun yang suka dinasihati. Apalagi dihakimi, walau mungkin dia bersalah.
Memang setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda. Namun orang yang merasa selalu benar terkadang membuat hidup merasa tidak nyaman. Tipe orang tersebut sering bertindak layaknya orang suci, yakni merasa dirinya bersih, tidak berdosa, dan memuji-muji keunggulannya sendiri.
“Seorang sahabat bercerita pengalamannya waktu berkarya di sebuah pendalaman salah satu pulau terbesar di Indonesia. Untuk menunjukkan seseorang itu bohong atau tidak, biasanya kepala suku mengajak orang yang sedang berprekara atau bersengketa, ke sungai.
Penduduk pedalaman itu percaya bahwa barangsiapa tidak jujur dan tidak benar dalam hidupnya, akan cepet muncul ke permukaan air, sedangkan yang jujur dan benar bisa lama di dasar sungai.
Sebelum ada bukti itu, orang tidak boleh kasak kusuk atau menuduh orang yang dicurigai berbuat tidak benar. Jika ada yang menuduh akan dikenakan denda adat dan hukuman adat.
Pembuktian dengan cara menyelam itu cukup efektif biasanya orang yang tidak jujur akan mengakui kesalahannya, sedangkan orang jujur akan berseri semarak,” urainya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akal dicurahkan ke dalam ribaannmu.”
Yesus hari ini memanggil dan meminta kita untuk tidak menghakimi dan menyingkirkan orang yang bersalah dengan memberinya cap pendosa.
Ajaran Yesus perihal tidak menghakimi ini dapat dimaknai sebagai seruan untuk mengimplementasikan Hukum Cinta Kasih. Kasihilah Allahmu dengan segenap hati dan Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Kemurahan hati selanjutnya tampak dalam perilaku-perilaku keseharian sebagai penegasan dimensi kemanusiaan kita.
Lakukan yang baik dan hindari yang jahat sebagai kaidah dasar moral etis universal dapat menjadi rujukan dalam hidup.
Kita dipanggil dan diminta-Nya untuk memperlihatkan sikap dan sifat seperti Allah yang penyayang dan baik hati kapada yang tidak tahu berterima kasih dan yang jahat, juga kepada yang tidak mungkin membalas kebaikan dan belas kasihan.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku berani menegur dengan penuh kasih dan bisa menahan diri untuk tidak menghakimi sesama?