Jumat, 9 Juli 2021
Kej.46:1-7.28-30.
Mat. 10:16-23.
SAYA sudah puas rasanya dituduh atau difitnah melakukan sesuatu yang tidak saya kerjakan.
Tuduhan dan fitnahan itu memang bisa menimbulkan rasa sakit hati, jika kita suka baperan.
“Seumur hidup, saya sering bergulat dengan rasa. Dan berusaha bagaimana membuat orang lain bahagia hidup bersamaku,” katanya.
“Untuk itu, saya sering dikatakan bodoh. Karena seakan selalu menuruti kemauan orang lain dan tidak pernah menolak serta bilang tidak,” lanjutnya.
“Prisipku, kalau orang lain senang, saya ikut senang. Maka tidak perlu memperbesar masalah yang sepele. Dan tidak menyepelekan masalah, jika memang ada,” tuturnya.
“Meski saya berusaha sebaik mungkin, untuk membuat orang lain nyaman, saya tidak luput dari fitnah dan digosipkan,” katanya.
“Waktu kecil, saudaraku sering merasa iri hati. Karena bapak dan ibu kelihatannya lebih sayang dan perhatian kepadaku daripada terhadap mereka. Mereka bilang, saya sering mencari muka dan cari perhatian kepada kedua orangtuaku,” kenangnya.
“Kerika saya dewasa, keramahtamahanku serta kebaikannku dianggap hanya pamer, cari simpati biar dapat perhatian. K dari lawan jenis,” lanjutnya.
“Gosip inilah yang seringkali membakar amarah isteriku dengan rasa cemburu, hingga dia berusaha mengontrol dan mengawasiku,” lanjutmya.
“Namun isteriku sering bingung, jika ada orang datang ke rumah minta tolong saya untuk berbagai urusan. Dia tahu bahwa orang itu perlu ditolong. Namun, dia juga tidak ingin saya jadi bahan guncingan dan fitnah,” tulisnya.
“Kalau kita berbuat baik, dan benar tidak usah takut digosipkan dan difitnah,” kataku kepada isteriku.
“Namun isteriku tidak bisa begitu saja menerima pemikiranku. Ia tetap sensitif, jika orang lain membicarakan diriku. Atau saya terlalu banyak waktu dan perhatian bagi orang lain,” katanya.
“Menunjukkan kesungguhan kebenaran itulah yang harusnya saya lakukan. ini bukan soal benar atau salah semata. Tetapi soal perasaan yang terlanjur dibebani oleh kecurigaan,” tuturnya.
Sebaik apa pun yang kita lakukan untuk sesama, tetap saja masih ada ruang kelemahan yang bisa membuat niat baik kita terhambat.
Sering kali kita harus berani mengambil risiko untuk digosipkan, difitnah atas perbuatan yang kita lakukan dengan tulus.
Situasi seperti itu akan menjadi sebuah proses purifikasi atau pemurnian dalam pengabdian kita kepada Tuhan dan sesama.
Beranikah kita terus berbuat baik, pada saat diri kita difitnah?