Puncta 29 September 2024
Minggu Biasa XXVI
Markus 9:38-43.45.47-48
DALAM suatu kelompok ada kosa kata magis yaitu “Wong kito atau orang kita.” Dalam bahasa prokem Jawa ada istilah yang hampir sama artinya yaitu “Jape Methe.”
Pola rumit ini dibuat pada era 80-an oleh kelompok anak muda di Jogja yang membalik aksara Jawa untuk membuat istilah-istilah prokem. Hanya orang-orang di dalam kelompok mereka saja yang mengerti istilah-istilah itu.
Misalnya, Jape Methe dab itu artinya “Cahe dhewe mas” atau bocahe dhewe. Dia adalah kelompok kita, anak buah kita, bagian dari kita.
Dia adalah anggota geng atau kelompok kita. Kelompok akan melindungi dan membelanya karena dia adalah bagian dari kita.
Orang yang tidak sealiran atau satu kelompok menjadi orang luar, musuh atau saingan. Mereka tidak boleh melakukan sesuatu yang tidak sepaham dengan mereka. Kelompok akan menjaga dan membela hidup anggotanya dari serangan atau saingan lainnya.
Seringkali terjadi tawuran-tawuran antar kelompok karena masing-masing mempunyai kebenarannya sendiri dan mereka tidak mau disaingi oleh yang lain.
Akhir-akhir ini terjadi keresahan di kota-kota besar karena tawuran antar kelompok.
Sampai-sampai beberapa kampus menghimbau mahasiswanya untuk tidak berkegiatan melebihi jam 21.00 agar tidak berhadapan dengan geng atau kelompok-kelompok brutal.
Dalam diri murid-murid Yesus nampaknya juga ada suasana eksklusifisme kelompok. Yohanes memprotes karena ada orang lain di luar kelompoknya membuat mukjizat atas nama Yesus.
“Guru, kami melihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.”
Yesus berkata, “Janganlah kamu cegah dia, sebab tak seorang pun yang telah mengadakan mukjijat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku.”
Yesus berpikir inklusif, terbuka pada kebaikan dan kebenaran yang ada di luar sana. Siapa saja bisa memakai nama Yesus demi kebaikan dan kesejahteraan bersama.
Toleransi dan semangat inklusif mesti dijunjung tinggi agar damai dan harmoni terjadi dimana saja. Mari kita berpikir dan bertindak tidak terkotak-kotak, supaya wawasan kita jadi terbuka luas.
Berpandangan luas dan komprehensif,
Agar kita tidak berpikir eksklusif.
Mari bertindak toleran dan inklusif,
Kita bangun persaudaraan secara massif.
Wonogiri, jangan memaksakan kehendak sendiri
Rm. A.Joko Purwanto, Pr