PADA tanggal 20 September 1842, melalui dekrit Propaganda Fide, Mgr. Grooff diangkat menjadi Vikaris Apostolik di Vikariat Batavia–Hindia Belanda (Indonesia). Saat itu, baru saja status tanah misi ini ditingkatkan dari semula Prefektur Apostolik menjadi Vikariat Apostolik.
Beliau menyampaikan tanggapan dan permohonan pertimbangan ulang ke Vatikan atas keputusan tersebut. Dilakukan karena, ia sudah melakukan banyak pelayanan dan hal itu sedang beliau kerjakan di Suriname. Meskipun banyak pertimbangan yang beliau ajukan, beliau tetap loyal dan bisa menerima perintah untuk segera berangkat ke Belanda. Untuk menerima penahbisan dan persiapan tugas barunya.
Mgr. Grooff meninggalkan Suriname menuju Belanda tanggal 10 Oktober 1843. Pada tanggal 26 Februari 1844, Mgr. Grooff ditahbiskan menjadi uskup oleh Mgr. Cornelis Ludovicus van Wijkerslooth di Leiden untuk fungsi dan jabatan di Vikariat Apostolik Hindia-Belanda. Tahbisan episkopalnya terlaksana dengan hadirnya Uskup Pendamping Penahbis: Mgr. Johannes Augustinus (Uskup Tituler Hirina) dan Mgr. Johannes Zwijsen (Uskup Tituler Geras).
Pada tanggal 8 April 1844, Mgr. Grooff juga diangkat menjadi Uskup Tituler Canea, Yunani. Ini hanya sebagai jabatan mewakili Tahta Kepausan.
Sebelum berangkat ke Hindia-Belanda, Mgr. Grooff datang menghadap Raja Willem II. Raja Belanda ini menjanjikan perlindungan dalam tugas yang akan dijalankannya melalui Surat Keputusan Kerajaan bernama Koninglijk Besluit No 126.
Mgr. Grooff berangkat tanggal 6 Desember 1844 dari Den Helder. Kali ini, ia berlayar ke Hindia-Belanda (baca: Indonesia) bersama empat imam diosesan lainnya. Mereka adalah Pastor JD Escherich, B. Kerstens, Jvd Brandt, dan A. Heuvels. Pada tanggal 21 April 1845, mereka tiba di Batavia Hindia-Belanda (baca: Jakarta).
Tantangan awal
Pada tanggal 28 April, Mgr. Grooff bersama keempat imam lainnya dan pejabat dari Gereja Katolik Hindia-Belanda datang menghadap penjabat Gubernur Jenderal Jan Cornelis Reijnst. Dalam pertemuan tersebut terjadi hal yang mengejutkan.
Ia dan keempat rekan misionarisnya tidak diakui sebagai pejabat dan imam Gereja Katolik untuk melayani di Hindia-Belanda. Juga tidak diakui dalam kapasitas sebagai pegawai pemerintah Belanda. Alasan Gubernur bahwa ia belum menerima surat pemberitahuan dari Menteri Departemen Koloni mengenai hal itu.
Mgr. Grooff menyatakan keberatan kepada Gubernur Jenderal dan Menteri Koloni, sebab penugasan mereka telah dengan persetujuan dan jaminan perlindungan Raja Belanda. Sejak awal tugasnya, Mgr. Grooff segera mengalami berbagai kesulitan. Jaminan perlindungan raja seperti ditetapkan dalam Keputusan Kerajaan No 126 ternyata tidak berlaku.
Kesulitan berikutnya terjadi ketika tanggal 22 Mei 1845, permohonan Pastor Heuvels dan Pastor Kerstens untuk berkarya pastoral di Semarang dan Surabaya – sesuai penugasan Mgr. Grooff- juga ditolak pemerintah kolonial Hindia-Belanda di Indonesia.
Mgr. Grooff menyikapi situasi itu dengan tegas. Ia menyatakan bahwa penugasan pastor dan keputusan lainnya di dalam Gereja Katolik adalah kewenangan Vikaris, bukan kewenangan Gubernur Jenderal. Beliau berpegang pada kesetiaan dan ketaatan pada perintah Vatikan. Akibatnya, dalam berbagai situasi, beliau sering berbenturan dengan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Mempertegas ketentuan dispensaasi perkawinan dan sanksi suspensi
Dalam upaya pembenahan pelayanan umat dan pengelolaan Gereja, Mgr. Groof melarang pemberian dispensasi perkawinan campur, jika tidak memenuhi syarat yang ditentukan oleh Hukum Gereja Katolik. Hal ini menimbulkan reaksi di tengah umat Katolik dan Protestan yang saat itu banyak menjalani kawin campur.
Situasi yang dihadapi Mgr. Grooff menjadi semakin sulit. Karena di awal September 1845, beliau memberi sanksi suspensi bagi tiga orang pastor yang ditugaskan oleh Gubernur Jenderal. Yakni, Pastor Grube yang ditugaskan ke Semarang, Pastor Cartenstat ke Surabaya, dan Pastor van Dijk di Batavia. Mgr. Grooff berpandangan bahwa tindakan mereka kurang sesuai dengan cara hidup imam Gereja Katolik.
Dewan Pengurus Gereja Katolik di Semarang dan Surabaya secara terbuka menolak sanksi suspensi dari uskup kepada para pastor mereka. Mereka menentang dengan jalan menutup gereja. Mereka juga menyampaikan laporan ke Gubernur Jenderal.
Diminta tinggalkan Hindia-Belanda
Pada tanggal 30 September 1845, Mgr. Grooff diundang datang untuk audiensi di hadapan Gubernur Jenderal yang baru: Jan Jacob Rochussen. Kepada Mgr. Grooff dimintakan dua hal.
- Pertama, menerbitkan surat pembatalan suspensi terhadap tiga pastor yang telah ditugaskan oleh Gubernur Jenderal, yaitu Pastor Cartenstat, Pastor Grube, dan Pastor van Dijk.
- Kedua, menyerahkan salinan dari surat keputusan suspensi sebelumnya.
Mgr. Grooff menolak permintaan tersebut. Beliau kembali menyatakan bahwa penugasan pastor dan keputusan lainnya di dalam Gereja Katolik adalah kewenangan Vikaris, bukan kewenangan Gubernur Jenderal. Beliau berpandangan bahwa ia hanya bertanggungjawab kepada hierarki Gereja Katolik yang lebih tinggi di Belanda dan Vatikan; bukan kepada Gubernur Jenderal.
Merespon langkah yang diambil Mgr. Grooff, Gubernur Jenderal lalu mengambil beberapa keputusan. Pada tanggal 5 November 1845, Gubernur Jenderal menerbitkan surat yang melarang Pastor Kerstens, Pastor Heuvels, Pastor Escherich, dan Pastor Brand menjalankan pelayanan Gereja di seluruh wilayah Hindia-Belanda, serta meminta mereka meninggalkan Semarang dan Surabaya.
Pada tanggal 19 Januari 1846, diadakan konferensi antara Gubernur Jenderal dengan Mgr. Grooff. Beliau kembali diminta membatalkan suspensi terhadap Pastor Grube, Pastor Cartenstat, dan Pastopr van Dijk. Mgr. Grooff tetap bersikeras menolak tuntutan tersebut, jika penugasan para imam Gereja Katolik ditentukan oleh Gubernur Jenderal.
Karena sikap Mgr. Grooff tersebut, maka diputuskan bahwa Mgr. Grooff dan keempat pastor asistennya diminta segera meninggalkan Hindia-Belanda secara sukarela. Keputusan itu dijawab oleh Mgr. Grooff bahwa ia tidak akan meninggalkan Hindia-Belanda, jika bukan karena keputusan dan perintah Vatikan.
Atas sikap yang diambil Mgr. Grooff, Gubernur Jenderal Jan Jacob Rochussen memutuskan bahwa Mgr. Grooff diberhentikan dari seluruh jabatan dan kewenangannya di seluruh wilayah Hindia-Belanda dan diusir dari Hindia-Belanda bersama empat pastor yang bersamanya.
Mereka diberi waktu 14 hari untuk membereskan segala urusannya. Petikan surat keputusan itu diserahkan sekretaris gubernur kepada Mgr. Grooff pada 20 Januari 1846.
Dalam surat keputusan tersebut juga ditegaskan kembali tentang penugasan Pastor Grube, Pastor Cartenstat, dan Pastor van Dijk dalam menjalankan pelayanan keagamaan di Semarang, Surabaya, dan Batavia sesuai penugasan Gubernur Jenderal sebelumnya.
Gubernur Jenderal juga menugaskan Direktur Bidang Gudang dan Sipil mengatur keberangkatan Mgr. Grooff dan keempat pastor lainnya menuju Belanda.
Pada tanggal 3 Februari 1846, Mgr. Grooff dan keempat pastor rekannya pulang meninggalkan Indonesia untuk pergi berangkat ke Belanda. Mereka tiba di Niewediep, Belanda pada 11 Juni 1846.
Ditugaskan kembali ke Suriname
Menyikapi situasi yang dihadapi Mgr. Grooff, Paus Pius IX mengusahakan langkah bijaksana. Pada tanggal 1 Desember 1846, Paus Pius IX menugaskan Mgr. Grooff sebagai Visitator Apostolik Guyana Belanda, Suriname. Beliau berangkat 23 Mei 1847 untuk karya misi ke Suriname yang tetap dia cintai.
Raja Willem II juga menunjukkan keadilan dan keberpihakan kepada Mgr. Grooff. Raja Willem II menerbitkan Surat Keputusan Kerajaan Koninglijk Besluit no. 65 tertanggal 5 Mei 1846 yang membela sikap dan keputusan yang diambil Mgr. Grooff.
Mgr. Grooff melanjutkaan pelayanannya selama lima tahun di Suriname. Beliau segera mengupayakan katekese iman bagi para budak, sekolah bagi anak-anak, dan pengobatan bagi penderita kusta.
Sejak Oktober 1851 kesehatannya menyusut karena penyakit yang diderita akibat pelayanan kepada penderita kusta. Beliau meninggal tanggal 29 April 1852 pada usia 51 tahun. Jenazahnya kemudian dimakamkan di Katedral Paramaribo, Suriname. (Berlanjut)
Baca juga: Mgr. Jacobus Grooff, Uskup Pertama Vikariat Apostolik Hindia-Belanda (1)