TANTANGAN bersama lintas agama dan segera aneka pertanyaan langsung bermunculan:
- Apa itu Nostra Aetate?
- Seperti apa tantangan di lintasan agama-agama?
- Bila berdiskusi tentang gagasan relasi lintas agama, pertanyaan lain menghadang: Apa relevansinya dengan Dokumen Abu Dhabi dan Deklarasi Bersama Istiqlal yang diinisiasi Paus Fransiskus?
Dokumen Konsili Vatikan II: Nostra Aetate
Nostra Aetate adalah Deklarasi Konsili Vatikan II tentang Sikap Gereja Katolik terhadap Agama-agama Non Kristiani. Dokumen berkategori Deklarasi ini merupakan hasil Konsili Vatikan II; ditandatangani tanggal 28 Oktober 1965.
Deklarasi Nostra Aetate ini menjadi titik balik yang mengubah cara pandang Gereja Katolik terhadap kehidupan dan keyakinan di luar kekristenan.
Konsili Vatikan II adalah Sidang Agung para uskup se-dunia dan dipimpin Paus di Roma. Konsili Vatikan II dibuka oleh Paus Johannes XXIII tanggal 11 Oktober 1962; dan ditutup oleh Paus Paulus VI tanggal 8 Desember 1965.
15 dokumen resmi hasil Konsili Vatikan II
Selain Nostra Aetate, Konsili Vatikan II juga menghasilkan 15 dokumen resmi. Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II ini praktis telah merenovasi dan mengubah sikap teologis-pastoral serta cara berkatekese Gereja Katolik.
Kehadiran Gereja di dunia bersama dengan umat manusia lainnya yang tidak seiman telah membuka hati para Bapa Konsili untuk terlibat dalam kegembiraan dan harapan meningkatkan mutu akan nilai martabat pribadi manusia. Serta ingin mengupayakan pertumbuhan relasi kehidupan kultural, sosial, ekonomi dan politik.
Semua itu dimaksudkan demi pemantapan persaudaraan, perdamaian dunia,;termasuk ajakan menjaga bumi sebagai “rumah kita bersama”.
Karena itu, sikap hormat, sikap penuh perhatian dan pemahaman terhadap agama-agama dan kebudayaan-kebudayaan lain seperti Hindu, Buddhisme, Islam, dan Yahudi -juga terhadap mereka yang tidak percaya dan menolak Tuhan- tetap diupayakan dialog dan kerj sama.
Konsili Vatikan II juga menyadari bahwa dalam kemajemukan masyarakat dunia perlu dibuka hak bagi setiap pribadi dan komunitas untuk mengembangkan martabatnya sesuai hati nuraninya yang bebas.
Memperbarui sikap-pandang Gereja
Nostra Aetate secara tegas memperbaharui (aggiornamento) sikap-pandang Gereja Katolik tentang kebersamaan hidup.
“Karena semua bangsa merupakan satu masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah menempatkan seluruh umat manusia di seluruh muka bumi. Semua mempunyai juga tujuan akhir yang satu: Allah.”…
“Manusia mengharapkan dari berbagai agama jawaban terhadap rahasia yang tersembunyi sekitar keadaan hidup manusia.” (Nostra Aetate artikel no. 1).
Pada bagian penutup, deklarasi ini mengatakan: “Gereja menolak setiap diskriminasi terhadap manusia atau penindasan yang dilakukan berdasarkan suku-bangsa, warna kulit, lapisan masyarakat atau agama, sebagai sesuatu yang asing bagi semangat Kristus.” (Nostra Aetate, artikel no. 5)
Kesetaraan dalam rahmat Allah
Dokumen Abu Dhabi tentang “Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama” merupakan produk perjalanan apostolik Paus Fransiskus ke Uni Emirat Arab tanggal 3-5 Februari 2019. Dokumen yang ditandatanganinya bersama Dr. Ahmad Al-Thayyeb, Imam Besar Al- Azhar, tanggal 4 Februari 2019 antara lain merumuskan kesetaraan.
“Melalui iman pada Allah yang telah menciptakan alam semesta, ciptaan, dan seluruh umat manusia (setara karena rahmat-Nya), umat beriman dipanggil untuk menyatakan persaudaraan manusia ini dengan melindungi ciptaan dan seluruh alam semesta serta mendukung semua orang, terutama mereka yang paling miskin dan yang paling membutuhkan.”
Dan, dalam nama Tuhan, Dokumen Abu Dhabi juga merumuskan maksudnya atas nama nilai-nilai kemanusiaan seperti antara lain hidup yang tidak bersalah, anak-anak miskin dan terlantar, anak-anak yatim piatu, janda dan pengungsi, serta nilai-nilai kemanusiaan, persaudaraan, keadilan, dan sebagainya.
“Deklarasi ini, yang berangkat dari pertimbangan mendalam atas realitas kita dewasa ini, dengan menilai keberhasilannya dan dalam solidaritasnya dengan penderitaan, bencana dan malapetaka, meyakini dengan teguh bahwa di antara penyebab utama dari krisis dunia modern adalah ketidakpekaan hati nurani manusia, penjauhan dari nilai-nilai agama dan individualisme yang tersebar luas disertai dengan filsafat materialistis yang mendewakan manusia dan memperkenalkan nilai-nilai duniawi dan material sebagai pengganti prinsip-prinsip tertinggi dan transendental.”
Kerukunan yang menyatu di negeri kita
Kunjungan kenegaraan dan perjalanan pastoral Paus Fransiskus ke Indonesia tanggal 3-6 September 2024 lalu menjadi keniscayaan akan sikap belaskasih kemanusiaan dan ajakan kerukunan beragama.
Deklarasi Bersama Istiqlal yang ditandatanganinya Paus Fransiskus bersama Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta tanggal 5 September 2024 menjadi titik sambung yang nyata. Akan niat bangsa Indonesia yang majemuk untuk menanamkan nilai-nilai kerukunan, kemanusiaan dan perdamaian di bumi Nusantara.
“Titik sambung” itu disimbolkan dengan adanya “Terowongan Silahturahmi” yang menghubungkan kompleks Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral.
‘Terowongan’ mendekatkan rasa iman yang satu pada Allah yang sama, menyingkirkan egoisme dan fanatisme, mereduksi mayoritas-minoritas, sehingga terbangun nilai-nilai kesatuan sebagaimana diikrarkan dalam Soempah Pemoeda (28 Oktober 1928); terwujudnya nilai-nilai Pancasila dalam semangat Bhi nekka Tunggal Ika.
“Nilai-nilai yang dianut oleh tradisi agama-agama kita harus dimajukan secara efektif untuk mengalahkan budaya kekerasan dan ketidakpedulian yang melanda dunia kita. Sejatinya, nilai-nilai agama harus diarahkan untuk meningkatkan budaya hormat, martabat, belarasa, rekonsiliasi dan solidaritas persaudaraan untuk mengatasi dehumanisasi dan perusakan lingkungan.” (Deklarasi Bersama Istiqlal, 2.ii)
Tantangan sekaligus peluang
Rumusan deklarasi indah. Kesepahaman bersama di antara para elit plus cipika-cipiki sudah terjadi. Langkah-langkah lanjut seperti apa guna mewujudnyatakan niat baik itu?
Nilai-nilai baik dalam membangun kerukunan, persaudaraan, perdamaian dan lainnya tak bisa tidak dilakjukan dalam gerakan, kepedulian, keterlibatan, berbuat baik.
Karena itu, dialog interaktif dalam seminar hari Senin tanggal 28 Oktober 2024 itu bagiKomunitas Gerakan Kabar-baik.id merupakan sebuah pembelajaran. Guna merancang aksi nyata seperti bakti sosial, bersilanglintas kunjungan antarkomunitas berbeda latar belakang, saling belajar tentang nilai-nilai kebaikan satu terhadap yang lain.
Hal-hal itu adalah peluang yang menantang. Ibaratnya mesti ada yang berani memasuki terowongan, yang mungkin sempit dan gelap, agar kelak mampu membawa cahaya dan harapan yag lebih baik bagi kemanusiaan dan kadamai-sejahteraan dalam masyarakat kita yang plural.
Narasumber
Pemilihan kedua narasumber dalam seminar yang lalu diambil dari latar belakang dan cara pandang penghayatan yang berbeda. Itu merupakan sebuah niatan sambung rasa kerukunan anak-anak bangsa. Karenanya, seminar awal pekan lalu itu telah mengundang:
- Sukidi, pemikir isu-isu kebhinnekaan.
- Romo Riki M. Baruwarso Pr, dosen teologi STF Driyarkara Jakarta.
Demikian juga diundang para pembahas materi, yakni:
- Dr. H. Abdul Jamil Wahab, peneliti Balitbang Diklat Kementerian Agama RI.
- Dr. Paulus Tasik Galle, analis kebijakan Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Sekretariat Jenderal Kementerian Agama RI namun berhalangan hadir.
Tentang Kabar Baik
Dialog kebangsaan ini diselenggarakan oleh Komunitas Gerakan Kabar-baik.id yang diinisiasi oleh Romo Yustinus Sulistiadi Pr. Sebagai gerakan, komunitas ini mewartakan universal values of the Catholic Church dan merangkul sumberdaya penggerak lintas iman, lintas budaya dan lintas profesi.