Jujur Menepati Janji

0
Jujur itu tidak celaka

Sabtu, 15 Juni 2024

1Raj 19:19-21;
Mzm 16:1-2a.5.7-8.9-10
Mat 5:33-37

DI masa seperti sekarang, banyak orang yang rela menjadi sosok yang bukan dirinya sendiri. Apakah itu demi gengsi atau menyenangkan orang lain.

Padahal, menjadi nyata atau otentik alias menjadi diri kita sendiri yang sebenarnya dan apa adanya penting dalam hampir semua aspek kehidupan. Setiap orang unik,karena suatu alasan. Kita semua memiliki jalan kita sendiri. Untuk menjalani hidup dengan potensi penuh, kita harus jujur pada diri sendiri.

“Kejujuran ialah kebajikan yang datang dari dalam hati,” kata seorang bapak.

“Tidak mudah bicara apa adanya dengan jujur, jika kita memperhitungkan untung rugi bagi diri sendiri. Namun demikian kita harus mampu mengatakan sesuatu yang benar, dan berani mengatakan sesuatu yang salah, serta mengakui kesalahan jika memang kita bertindak salah.

Kejujuran tidaklah memadai kalau diperlakukan dengan munafik atau jujur untuk mencari kepentingan diri sendiri. Kejujuran merupakan suatu kebajikan yang tercermin dari dalam. Karena itu tidaklah pantas, kalau orang kemudian jujur supaya ia dipuji atau jujur untuk mencari muka dengan pemimpinnya,” ujar bapak itu.

Dalam bacaan Injil hari ini dengar demikian, ”Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.”

Bicara jujur itu perlu latihan sejak dini untuk menepati dan menganggap serius sebuah janji. Orang yang selalu menepati janji dengan sendirinya menjadi saksi kuat akan dirinya sendiri dalam hal kebenaran, sehingga mereka tidak lagi perlu mengucapkan sumpah lewat bibirnya untuk meyakinkan orang lain.

Kita mestinya menjalani kehidupan yang bisa mendatangkan kepercayaan orang pada diri kita lewat kesetiaan kita akan sebuah janji, dan itu akan jauh lebih “valid” dibanding kepercayaan yang bisa diperoleh lewat sumpah.

Seperti apa yang diajarkan Yesus, hendaklah kita mau menghormati janji dan senantiasa menepatinya. Jika ya, katakanlah ya. Jika tidak, katakan tidak. Diluar itu adalah kebohongan yang datang dari iblis.

Ketika mengatakan ya, peganglah itu dengan sungguh-sungguh. Jangan biasakan untuk memberi janji-janji palsu yang tidak mampu kita wujudkan.

Hendaknya kita selalu mengutamakan kejujuran agar tidak membuka peluang bagi iblis untuk mengacak-acak hidup kita. Janji yang dibuat asal-asalan dan tidak ditepati akan mengakibatkan ketidakpercayaan orang pada kita, dan juga sebuah dosa menjijikkan di hadapan Tuhan.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku berani mengatakan tidak jika ada tawaran yang akan merusak kehidupanku?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version