Bacaan I: Hos 14:2-10
Injil: Mrk 12:28b-34
“KAMI batalkan pertunangan kami,” kata seorang gadis kepadaku di pastoran.
“Oh ya?,” kataku
“Ia belum siap untuk meninggalkan teman-teman dekatnya, pacarnya juga barangkali,” katanya dengan nada tidak senang.
“Itu dugaanmu atau pengakuannya?” kataku.
“Mana ada maling mengaku?,” katanya.
“Apakah tidak baik didengarkan penjelasannya dan mempercayainya?,” kataku.
“Bukan sekali dua kali kali, saya temukan bukti-bukti bahwa dia masih berhubungan dengan pacar-pacarnya,” katanya dengan emosi.
“Kamu bilang pacar-pacarnya, jadi lebih dari satu pacarnya?,” tanyaku.
“Iya, lebih dari satu,” jawabnya.
“Saya telah berusaha mencintai dia dengan sepenuh hati, dan hanya dia satu-satunya yang saya cintai, tapi dia sangat mengecewakanku,” katanya.
“Kamu yang memutuskan pertunangan?,” tanyaku.
“Ya, saya tidak mau jika menikah dengan orang yang setengah hati dan tidak total mencintai aku,” katanya.
“Saya tidak mau hidup dengan orang yang plin plan dan tidak bisa membuat keputusan, dan hanya mau mencari aman dan senang sendiri,” lanjutnya.
“Saya pikir, lebih baik saya putuskan saat ini, dari pada seumur hidup dia membawa kebiasaannya dalam hidup rumah tangga, bisa-bisa saya mati sedih,” katanya dengan tegas.
Mencintai dengan sepenuh hati itu tidak mudah, perlu perjuangan.
Akan menjadi sebuah kebahagiaan dan kegembiraan jika kita bisa mempersembahkan hati hanya kepada seorang yang kita cintai.
Apalagi kepada Tuhan.
Akan menjadi sebuah pembaktian diri yang sempurna, jika kita bisa mencintai Tuhan Allah kita dengan segenap hati.
Dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan kita.
Dan juga mencintai sesama manusia seperti diri sendiri.
Pacar kita saja cemburu dan tidak mau kita mendua hati, apalagi Tuhan Allah kita. Dia adalah Allah pencemburu dan menuntut kita mencintai Dia dengan sepenuh hati, jiwa dan kekuatan kita.
Apakah aku masih mendua hati?