Puncta 25.10.22
Selasa Biasa XXX
Lukas 13:18-21
DIDI Kempot pernah menyanyikan lagu berjudul Kalung Emas. Syairnya antara lain berbunyi:
Kalung emas sing ana gulumu. Saiki wis malih dadi biru. Luntur kaya tresnamu. Luntur kaya atimu, Sak iki kowe lali karo aku.
Kalung emas kuwi mbiyen tak tuku, Tak pasrahke mung kanggo sliramu. Gedhe rasa tresnaku, Ya mung kanggo sliramu, Ra nyana kowe lali karo aku.
(Kalung emas yang ada di lehermu sekarang sudah berubah jadi biru. Luntur seperti cintamu, luntur seperti hatimu, kini engkau sudah lupa denganku. Kalung emas itu dulu kubeli, kuserahkan hanya untukmu. Sungguh besar cintaku hanya untukmu, tak kuduga engkau lupa kepadaku)
Barang-barang duniawi seperti emas bisa luntur, bahkan cinta manusia pun juga bisa berubah. Orang yang dulunya mencintai bisa berubah jadi benci.
Itulah panggung dunia yang tidak abadi. God Bless menyebutnya sebagai Panggung Sandiwara.
Berbeda dengan kasih Allah yang digambarkan Yesus dalam membangun Kerajaan kasih di dunia. Kasih Allah itu abadi, selamanya dan tak lekang oleh waktu.
Kendati manusia sering menjauh dan mengingkari. Tetapi kasih Allah tetap setia selamanya. Bahkan kasih-Nya terus berkembang, maju dan berbuah.
Kasih adalah salah satu wujud hadirnya Kerajaan Allah. Yesus menggambarkan tumbuhnya Kerajaan Allah dengan perumpamaan biji sesawi. Biji yang sangat kecil itu ditaburkan di tanah dan tumbuh.
Ia makin besar dan rimbun dengan banyak cabang-cabangnya sehingga burung-burung hinggap dan bersarang.
Dia juga menggambarkan kasih itu seperti ragi yang diambil dan diadukkan ke dalam tepung terigu sampai khamir semuanya. Ragi itu membuat tepung bisa mengembang dan mempengaruhi seluruhnya.
Kasih sebagai inti dari Kerajaan Allah itu bersifat mengembangkan, menumbuhkan dan menyuburkan. Kasih Allah itu tanpa syarat, unconditional love.
Biji sesawi itu ditaburkan di tempat mana pun. Ditawarkan kepada siapa pun tanpa syarat. Siapa yang mau menanggapi diberi kesempatan untuk bertumbuh di dalamnya.
Kasih Allah juga bersifat tanpa pamrih. Ia tidak mengharapkan balasan apa-apa. Allah hanya ingin mengasihi semuanya, karena pada dasarnya Allah adalah kasih itu sendiri.
Ragi hanya ingin memberikan dirinya untuk menyatu dengan tepung dan bersama-sama mengembang menjadi roti adonan.
Kasih Allah yang ditanam dalam hati manusia seperti biji sesawi atau ragi yang kecil dan rapuh. Dibutuhkan kerendahan dari hati kita untuk disatukan dengan kasih Allah supaya ragi dan biji sesawi itu tumbuh subur.
Sudahkah hati kita menjadi tanah yang subur untuk biji kasih Tuhan ataukah kita mengeras seperti batu?
Sudahkah hati kita lembut seperti tepung yang memungkinkan ragi kasih Tuhan melebur ke dalam diri kita?
Beli anggur misa di Girisonta,
Pulangnya ke Bukit Rosa Mystica.
Kasih Allah abadi selamanya,
Kasih kita setarikan nafas saja.
Cawas, tetap mencinta….