INI baru sehari. Usai dilantik menjadi Dirjen Bimas Katolik Kemenag RI. Yohanes Bayu Samodro (48) langsung menjadwalkan diri ingin bertemu Ignatius Kardinal Suharyo.
Dan agenda pertemuan ini akhirnya kesampaian terlaksana hari Selasa petang tanggal 11 Agustus 2020 kemarin.
Bertemu Kardinal Suharyo –Uskup Keuskupan Agung Jakarta sekaligus Ketua KWI di Wisma Residensial Uskup KAJ—Bayu Samodro menggandeng sejumlah stafnya ikut serta. Diajaklah sowan mereka itu kepada Pemimpin Gereja Lokal KAJ dan Ketua Konferensi Waligereja Indonesia.
Ikut dalam rombongan audiensi ini adalah:
- Sekretaris Dirjen Bimas Katolik: Aloma Sarumaha.
- Direktur Pendidikan Katolik: Agustinus Tungga Gempa.
- Direktur Urusan Agama Katolik : Albertus Triatmodjo.
Dari pihak KAJ, Kardinal Suharyo menemui rombongan Bimas Katolik Kemenag bersama sejumlah imam dan kaum awam.
Tanpa banyak basa-basi, Kardinal Suharyo mengucapkan selamat atas dipilihnya Yohanes Bayu Samodro oleh Presiden Joko Widodo mengampu jabatan baru sebagai Dirjen Bimas Katolik Kemenag RI.
Pada kesempatan ini, Dirjen Bimas Katolik Bayu Samodro juga mengucapkan terimakasihnya –di hadapan Kardinal—atas sumbangsih Aloma Sarumaha dalam mengemban tugas sebagai penjabat Dirjen Bimas Katolik selama lima bulan terakhir ini.
Harapan besar
Pada kesempatan audiensi terbuka ini, Kardinal Suharyo membeberkan sikap Gereja Katolik yang memberi apresiasi atas proses seleksi yang dilakukan secara terbuka. Gerakan baru ini menarik dan penting, lantaran telah memberi kesempatan seluas-luasnya bagi umat Katolik untuk ikut melayani Gereja di sektor pemerintahan.
Gereja Katolik, dalam hal ini, memiliki harapan besar terhadap Direktorat Jenderal Bimas Katolik Kemenag RI dan Dirjen-nya.
Gereja menginginkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bimas Katolik Kemenag RI semakin ikut berperan dalam membangun keadaban publik menuju habitus baru. Di sini, kata Kardinal, ada tiga pilar pelaku untuk menuju habitus baru yaitu negara-pasar-masyarakat.
Ketiga pilar tersebut, kata Kardinal, masing-masing akan menjalankan fungsinya secara berbeda-beda.
- Pilar negara –dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik– memiliki tanggungjawab memastikan bahwa kebaikan bersama bisa terwujud. Yakni, ketika segala upaya dilakukan dengan tujuan mencapai kebaikan bersama. Kebaikan bersama ini telah dirumuskan dalam Nota Pastoral sejak tahun 2004 yaitu Pancasila sebagai keadilan sosial; keadaban publik sebagai bangsa menuju habitus baru.
- Kebaikan bersama itu harus diperjuangkan sebagai panggilan umat Katolik menjadi garam dan terang bagi dunia.
- Ditjen Bimas Katolik merupakan Gereja yang dipanggil melayani masyarakat Katolik secara memuaskan.
Semua panggilan mewujudkan habitus dapat tercapai, bila para pelaku bebas dari kolusi atau perselingkuhan dengan kejahatan.
Ditjen Bimas Katolik Kemenag RI yang baru oleh Kardinal ditantang mampu punya sikap berbeda dari instansi-instansi pemerintah lain.
Ini demi menciptakan habitus baru tersebut.
Solusi alternatif
Solusi alternatif untuk mengatasi masalah di lapangan antara lain:
- Membangun model pelayanan Ditjen Bimas Katolik yang baru. Yakni, perlu melakukan secara sinergis dengan semua unit eselon satu yang juga umat Katolik di kementerian lain.
- Juga perlu lebih membuka diri terhadap masyarakat umum agar karya-karya Gereja Katolik lebih terasa. Setidaknya dapat dibedakan mana Gereja Katolik dan mana Gereja yang lain.
- Jaringan kerja dengan seluruh ormas Katolik perlu dikembangkan seluas-luasnya. Karena ormas-ormas Katolik ini memiliki jejaring yang beririsan langsung dengan komponen masyarakat di luar Gereja.
Anggaran Direktorat Jenderal Bimas Katolik
Yang tidak kalah pentingnya agar anggaran Ditjen Bimas Katolik bisa diperjuangkan untuk ditingkatkan. Antara lain dengan cara membuat kegiatan-kegiatan kreatif. Juga harus bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Anggaran tahun 2020 disebutkan telah habis untuk penanganan pandemic covid-19. Juga untuk mendukung program Cinta Papua dari Presiden melalui pembiayaan penegerian SMAK dan STP yang berada di Papua.
Pertemuan yang sangat cair ini mau mengisyaratkan bahwa hubungan sinergi antara Gereja Katolik dan Pemerintah RI menjadi prasyarat mutlak untuk mendorong agar umat Katolik semakin percaya diri menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI.
Umat Katolik akan ikut berdinamika dalam mewujudkan pembangunan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya yang menjadi prioritas pemerintahan RI dalam kabinet Indonesia Maju, untuk lima tahun mendatang.
Ini sungguh sejalan dengan Nota Pastoral Sidang KWI tentang Keadaban Publik Menuju Habitus Baru Bangsa, yang tak lain dan tak bukan adalah revolusi mental yang menggumpal.
PS: Diolah dari artikel yang disiapkan oleh Julius Setiarto –Sekretaris Nasional FMKI.